Bagian 8

163 15 0
                                    

"Sebelum kita mulai perjalanan di dalam halaman-halaman cerita ini, penting untuk diingat bahwa segala sesuatu yang kamu temukan di sini hanyalah hasil imajinasi dan kreasi penulis. Setiap karakter, tempat, dan peristiwa adalah produk dari fiksi dan karangan belaka."

■□■□■□■□■

Hari semakin panas, matahari sudah berada di puncak. Beberapa menit yang lalu, Hans dan Pandu telah sampai di apartemen milik Hans sendiri. Ia sedang menuangkan segelas es kopi dan jus wortel yang baru saja di buat. Hans membawa gelas itu ke meja makan dan meletakkan es kopi di depan Pandu. Setelahnya, ia duduk di depan Pandu dan membersihkan anak itu untuk meminum es kopi buatannya. Pandu segera meminum es kopi tersebut lalu menatap Hans dengan serius.

"Jadi lo terlibat apa enggak?" Tanya Hans yang sudah menyadari jika Pandu sedang menatapnya.

"Danang emang gak bunuh dia, tapi dia nyerahin temennya ke pembunuh itu." Jawab Pandu.

"Jadi lo tau tentang pembunuh itu?" Tanya Hans lagi, kali ini ia menatap wajah Pandu dengan sungguh-sungguh.

"Danang, dia bilang lagi dikejar sama orang yang gak dia kenal. Danang di ancam akan di siksa secara hidup-hidup kalo gak bisa kembalikan uang hasil penjualan narkoba yang gak sengaja dia temuin. Dia gak sanggup buat balikin karena uang hasil penjualan itu dibagi 2 sama temennya. Dia coba agar temennya mau kasih uang itu kembali tapi di tolak, karena sifatnya yang arogan Danang main tangan. Sebelum itu dia juga udah menyuntikkan narkoba ke tangannya sendiri karena takut kalo orang itu beneran nyiksa dia secara hidup-hidup. Danang mukulin temennya sampe pingsan lalu pergi, dia di telpon sama pembunuh itu dan pembunuh itu nyuruh Danang buat menyelesaikan masalah yang dia buat di kantor polisi." Pandu mengepalkan tangannya lalu menarik nafas panjang.

"Ayahnya datang ke saya dan menyuruh saya untuk menggantikan Danang. Saya, saya menolaknya karena itu bukan perbuatan saya. Hingga saat Danang resmi dikeluarkan dari sekolah, saya baru berani mengunjungi dia di lapas. Danang menceritakan semuanya di sana. Saya tidak berbicara dengan dia karena waktu kunjungan habis saat dia selesai menceritakan semuanya." Pandu menatap Hans dengan mata yang berkaca-kaca.

"Danang dan semua orang yang terbunuh akhir-akhir ini adalah korban yayasan." Hans mengerutkan keningnya, ia mencoba menelaah ucapan Pandu tadi.

"Yayasan Raflesia ada hubungannya dengan ini?" Tanya Hans.

"Iya, saya dan detektif Rama pernah terlibat dengan yayasan itu 5 tahun lalu." Jawab Pandu yang membuat Hans terkejut. Dia tak menyangka jika pertanyaannya dibenarkan oleh Pandu.

Tiba-tiba saja ponsel Pandu berdering, ia melihat ponselnya dan terdiam saat membaca nama orang yang menelponnya. Pandu mengangkat panggilan tersebut dengan perasaannya yang tak karuan.

"Pandu, sebenernya lo siapa?" Satu kalimat tersebut berhasil membuat Pandu bungkam. Ia segera mematikan panggilan telepon tersebut dan berdiri membelakangi Hans.

Hans yang masih terkejut melihat Pandu dengan tatapan sendu lalu kembali meminum jusnya. Jika berbicara dengan Yayasan Raflesia, Hans menjadi sangat emosian. Ia bisa saja membanting gelas di tangannya tapi ia tahan karena ada Pandu. Ia tak mau membuat Pandu merasa tidak aman.

"Kenapa lo selama ini diem aja? Kalo Yayasan Raflesia terlibat ini adalah kasus besar yang mengancam nyawa lo." Jelas Hans dengan khawatir.

Pandu hanya tersenyum lalu berbalik menatap Hans, "Tidak usah khawatir dengan saya, karena semua yang saya lakukan adalah cara untuk bertahan hidup. Kalau begitu saya permisi, terimakasih minumannya." Pandu segera pergi dari apartemen Hans.

BIMA SAKTI 2 | IT'S NOT OVER YET Where stories live. Discover now