01. Mean couples

345 19 2
                                    


TW: BULLYING, ABUSE.

***
"Jahat, mereka sejahat itu." Seorang gadis bergidik ngeri seusai membaca tajuk menfess milik sekolah mereka.

Gadis di sebelahnya—yang menjadi kawan karibnya—itu mengindahkan. Ia mengangguk mantap. "Tapi mereka punya privilege biar nggak dikeluarin dari sekolah." Ucapannya dibarengi dengan desisan ngeri.

Tajuk menfess yang mereka bicarakan perihal aksi pembullyan. Hal yang kerap terjadi di sekolah. Namun tidak boleh dinormalisasikan. Menfess dari seseorang yang sangat anonim itu, menceritakan bahwa ada sepasang sahabat yang menjadi pelakon aksi pembullyan. Sahabat yang terkenal kaya-raya, berjabatan tinggi, serta penampilan mereka yang menawan. Raline dan Hiraeth, sahabat berbeda gender yang membuat heboh seluruh angkatan sekolah.

Pasalnya, mereka baru saja melakukan aksi perundungan yang kelewat sadis. Mereka mengurung sang korban di dalam gudang yang berisi bangkai ikan. Berita dengan cepat menjuru ke seluruh sekolah. Mereka mulai dijuluki sebagai 'mean couples'.

Korban dari aksi perundungan mereka adalah Olive. Gadis yang menduduki peringkat satu paralel selama 2 tahun berturut-turut. Motif Raline dan Hiraeth merundung Olive masih abu-abu. Hanya Tuhan dan mereka yang tahu.

"Bokapnya Raline donatur terbesar sekolah, wajar kalau Pak Tion ragu-ragu ngeluarin mereka," timpal seorang lanang yang tiba-tiba ikut andil dalam percakapan kedua gadis itu. Lanang tersebut juga memiliki rasa benci yang ketara.

"Uang, uang, uang, lama-lama dunia bersimpuh sama uang," ucap gadis itu jengkel. Ia menyandarkan kepalanya yang penat ke bean bag milik sekolah. "Coba aja kalau gue yang ngebully Olive, palingan gue udah diboyong ke polsek,"

"Pftt- palingan lo pulang tinggal nama, Sha," timpal sahabatnya.

Kaleesha, gadis yang sedari tadi paling gencar membicarakan Raline dan Hiraeth. Ia menegakkan kepalanya yang tadi bersandar pada bean bag. "Yoi, tapi lo harus nemenin gue, Lun. Kita kan partner in crime." Kaleesha menaikkan alisnya, menggoda sang partner in crime yang sekarang hendak memukulnya menggunakan bean bag.

"OGAH GUE MAH." Laluna membalas, seraya memukulkan bean bag ke arah Kaleesha dengan cukup keras.

"Mending lo sama Aster aja, ya nggak?" timpal Laluna menggoda. Aster yang sedari tadi diam langsung menggeleng tak terima.

"Gue nggak mau dipenjara," jawab Aster polos.

Kaleesha terkekeh gemas, "Emang ada yang mau dipenjara? Aneh lo,"

Setelahnya, tawa dari mereka bertiga langsung mengudara dengan bebas.

Sejak hari itu, yang mereka tahu dengan jelas, penjuru sekolah membenci Raline dan Hiraeth. Yang awalnya mereka diagungkan, malah sekarang dihinakan.

***
Mobil sudah terparkir apik di garasi gedung apartemen milik keluarga Raline. Sang supir membukakan pintu untuk Raline, gadis itu tersenyum sebagai ucapan terimakasih. Raline menuruni mobil, berjalan perlahan menuju kediaman mereka. Apartemen nomor 23, di lantai yang cukup tinggi.

Raline yakin, orangtuanya sudah mengetahui perihal desas-desus yang diakibatkan olehnya. Ia siap menerima seluruh risiko. Ia siap menerima ratusan tampar dari sang ayah, ratusan bentak dari sang bunda, dan perlakuan keji dari keduanya. Ia siap, mau tidak mau, harus siap.

Langkahnya terlihat getar dan gontai. Ia membuka pintu secara perlahan, berusaha tidak menghasilkan suara satu sekonpun. Raline mengintip ragu-ragu. Setelahnya gadis itu bernapas lega ketika mengetahui apartemen sedang kosong. Langkahnya berubah menjadi lebih santai, ia masuk dengan perasaan ringan.

Hendak membuka lemari untuk melihat persediaan makanan, tiba-tiba ada bariton kasar yang membuatnya terlonjak.

"Sejak kapan kamu datang, Raline?" tanya seorang wanita dengan tegas. Tidak ada getaran dalam kata demi kata yang wanita itu ucapkan.

Raline balik badan dengan ragu-ragu. Ah, benar, itu adalah bundanya.

"SEJAK KAPAN KAMU DATANG!?" gebrakan meja dan bentakan bundanya membuat Raline meringis. Padahal di sekolah ia merasa bak jagoan, namun di rumah, mentalnya menciut. Dengan begini, siapapun akan berasumsi bahwa Raline adalah pecundang.

Raline belum menjawab. Wajahnya menunduk takut, sorot matanya pun bergerak gelisah.

"Jawab, Raline," wanita itu memberi penekanan di setiap kata.

"B-baru datang, s-saya baru-" kalimatnya menggantung di udara, belum sempurna terselesaikan. Namun lagi-lagi wanita itu menggebrak meja. Membuat ucapannya terpotong.

"Bicara yang jelas, jangan sok gagu!" titah sang wanita.

Ia mendekati putri tunggalnya, memberikan tamparan pada pipi mulus sang putri. Raline hanya membeku. Meringis kesakitan, tidak berani melawan.

"Ini, karma buat kamu. Bisa-bisanya kamu buat nama kamu sendiri menjadi hina." Wanita itu menjambak rambut putrinya.

"S-sakit...." Raline sedikit merintih. Peduli apa sang bunda? Wanita itu malah semakin membabi-buta. Pukulan Raline terima di pipi kanan dan kiri. Setelahnya, wanita itu membanting tubuh Raline ke lantai.

"Jangan merundung anak yang nggak bersalah!" itu sepenggal kalimat yang bundanya lontarkan, sebelum ia meninggalkan putrinya seorang diri. Terkulai lemas di lantai yang dingin, tanpa sedikitpun belas kasihan.

Raline mencoba bangkit, saat dirasa sakit mulai berangsur-angsur meninggalkan raganya. Ia melihat tubuh bundanya yang tegap, meninggalkan dirinya tanpa rasa bersalah.

"Bunda, maaf.... " Raline mendekap tubuhnya sendiri, menghalau tubuhnya dari udara dingin. Ia merasa menjadi manusia paling hina. Rasa bersalah seakan mendekapnya. Diam-diam, Raline menangis. "Olive, maaf...." ujarnya secara lirih.

Cinta memang buta.

Raline melakukan segala hal yang Hiraeth perintahkan. Karena Hiraeth adalah cinta pertamanya, Raline enggan menolak. Segala hal Raline turuti. Sehingga banyak hal keji yang Raline lakukan belakangan ini.

Seperti merundung Olive, itu juga salah-satu perintah Hiraeth.

Raline justru terjebak dalam lingkaran gelap yang Hiraeth ciptakan, ia sulit menggapai permukaan.

Namun, tak apa. Raline ingin terus berada di samping Hiraeth. Ia ingin cintanya terbalas.

Walaupun, tanpa sepengetahuan Raline, Hiraeth mengemban cinta pada wanita lain.

***

Bersambung...

If i lost my serendipity [JANGKKU]Where stories live. Discover now