Claustrophobia [1/2]

1.3K 101 2
                                    

Second-

Halilintar benci ruang sempit, semua orang tahu itu.

Betapa payahnya sulung elemental tersebut saat dihadapkan dengan ruangan sempit. Agak merepotkan memang, terutama ketika membawa Halilintar pergi ke tempat-tempat yang memiliki banyak lantai dan tidak tersedia eskalator.

Rumah sakit contohnya.

"Bisa nggak sih nggak usah naik lift?"

Sudah tiga hari Halilintar menginap di tempat ini karena keluhan sakit perut. Awalnya semua adiknya menganggap bahwa sakit perut yang Halilintar rasakan pasti hanya penyakit ringan. Tapi saat Ice menemukan Halilintar yang tengah kepayahan menahan sakit di dalam kamar membuat Gempa tanpa pikir panjang membawa kakaknya itu pergi ke rumah sakit.

Sempat terjadi perdebatan antara Taufan dan Halilintar saat itu. Taufan yang bersikeras membujuk sang kakak agar mau pergi ke rumah sakit dan Halilintar yang keras menolak. Diantara 7 bersaudara, memang hanya Halilintar yang paling tidak mau menginjakkan kaki di rumah sakit. Selain karena bau obat yang begitu menyengat, fakta bahwa rumah sakit hanya memiliki lift dan tangga manual sudah cukup menjadi alasannya.

"Terus lo maunya gimana? Digelindingin aja gitu dari tangga?" kesal Taufan.

Diagnosa usus buntu diberikan oleh dokter tiga hari lalu. Taufan sih tidak heran, mengingat kakaknya ini memiliki kebiasaan buruk dalam mengonsumsi makanan. Halilintar itu susah disuruh makan. Dan sekalinya makan dia lebih memilih junk food atau makanan instan dibanding masakan rumah yang sudah Gempa buat. Sudah ratusan kali Gempa mengomeli Halilintar agar memperbaiki kebiasaan makannya. Sayangnya, Halilintar terlalu keras kepala untuk Gempa.

Tapi ketika ada salah satu adiknya yang ikutan sering mengonsumsi makanan-makanan tak sehat tersebut, dia akan mengamuk. Sifat alami anak pertama memang, keras kepala dan diktator.

Sekarang merupakan jadwal operasi usus buntu yang sudah dokter tentukan. Beberapa menit lagi suster pasti akan masuk dan membawa ranjang Halilintar menuju ruang operasi. Yang mana ruangan itu ada di lantai 3 sedangkan kamar rawat inapnya di lantai 5. Hal itulah yang membuat Halilintar terus merengek pada Taufan agar tidak menaiki lift.

"Ya nggak gitu juga," balas Halilintar. Mengalihkan pandang dari Taufan yang menatapnya malas.

"Makanya, kalo dibilangin sama adeknya itu nurut! Jadinya 'kan nggak usah nginep disini. Dah tau lo kalo udah masuk rumah sakit ribetnya naudzubillah, masih aja makanin indomi tiap hari!"

Halilintar diam tak menjawab.

Taufan menghela napas, beginilah repotnya jika Halilintar dibawa ke tempat-tempat yang modelannya macam rumah sakit. Biasanya jika sudah seperti ini, yang bisa membujuk Halilintar hanyalah Gempa atau Ice. Masalahnya dua orang itu sedang sibuk dengan urusan mereka masing-masing sehingga hanya ada Taufan yang menemani Halilintar saat ini.

Digenggamnya jemari hangat sang kakak, membuat Halilintar kembali menoleh pada Taufan, "ayolah, kak. Sebentar aja, oke? Kak Hali 'kan pemberani! Buat sekali ini, kakak lawan dulu takutnya. Atau kalo perlu, kak Hali pegang aja tangan Upan pas di lift nanti, terus tutup matanya. Kak Hali juga pasti nggak mau 'kan disini lama-lama?"

Benar dugaan Taufan, baru saja mereka sampai di depan pintu lift Halilintar sudah meremat kuat tangan Taufan. Menutup mata dengan posisi tidur yang merapat pada sang adik. Si manik safir terkekeh melihatnya. Mengelus rambut Halilintar pelan, mencoba untuk memberi ketenangan.

"Badan doang gede, tapi naik lift aja takut."

Sixth-

"Sekarang tinggal dikasih pupuk, kak. Ada di gudang pupuknya, tolong ambilin ya?"

LifeWhere stories live. Discover now