Father's Day [3/3]

838 85 23
                                    

11 November 2023.

Halilintar memandang kosong monitor EKG yang berbunyi nyaring di sebelahnya. Tanggal 11 November, berarti besok adalah hari ayah. Ingin rasanya ia menghabiskan waktu bersama ayahnya besok. Tapi sepertinya, hal itu mustahil ia dapatkan.

"Kak Haliiii!!"

Kepalanya menoleh ke arah pintu ruangan. Ada Thorn, adiknya yang paling polos, berlari menghampirinya. Memeluk erat sang kakak yang posisinya masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

Halilintar tersenyum kecil. Mengarahkan tangannya yang bebas infus pada puncak kepala Thorn dan mengusapnya perlahan. Thorn terlihat begitu menikmati usapannya.

"Yang lain mana?" tanya Halilintar pelan.

Thorn menatap wajah pucat si sulung. Binar di matanya terlihat begitu polos hingga siapapun yang melihat Thorn pasti akan gemas sendiri. Halilintar yakin itu.

Si manik zamrud menjauhkan tubuhnya dari Halilintar, dan beralih duduk di kursi samping ranjang. Thorn meraih tangan Halilintar yang terasa hangat, "di luar. Katanya mau bicarain sesuatu dulu. Karena Thorn kangen kak Hali, jadi Thorn masuk duluan aja, deh."

Halilintar mengangguk. Sunyi hadir setelahnya. Hanya terdengar suara monitor EKG yang memekakkan telinga. Thorn tahu tabiat Halilintar yang malas bicara, ia paham. Namun Thorn tak tahan dengan bunyi EKG yang berisik itu.

"Kak, besok hari ayah. Besok teman-teman Thorn banyak yang jalan-jalan sama kasih hadiah ke ayahnya."

Halilintar tersenyum tipis. Hadiah untuk ayah, ya?

"Thorn bisa kayak mereka juga nggak, kak?"

Ia diam. Cukup lama, Halilintar tidak tahu harus menjawab apa. Walau dia yakin tanpa harus bicara pun Thorn sudah tahu jawabannya.

"Mungkin ... bisa."

"Thorn kangen ayah."

"Kakak juga."

"Tapi kenapa ayah nggak pernah pulang?"

Halilintar hanya bisa diam. Tak menjawab.

Si polos meletakkan kepalanya lesu di pinggir brankar. Tangan Halilintar yang sedari tadi masih ia genggam Thorn tempelkan di pipi. Hangat. Tangan kakak sulungnya selalu hangat.

"Kak Hali harus sembuh, ya? Thorn sayang sama kakak."

Lima orang lainnya menyaksikan interaksi mereka dari balik kaca jendela sambil menahan tangis. Mereka tahu apa yang ada di pikiran Thorn, dan mereka juga tak ingin hal itu terjadi.

Masih teringat jelas dalam benak Taufan, bagaimana dokter akhirnya menyelesaikan pemeriksaan semalam dengan wajah putus asa. Menghampiri Taufan, dan mengatakan sesuatu yang membuat rasa takutnya makin menjadi.

"Kanker hati yang diderita pasien sudah memasuki stadium akhir. Saya cukup heran kenapa Halilintar tidak pernah melanjutkan kembali kemoterapi yang telah saya jadwalkan untuknya. Jika saja dia rutin menjalankan kemo, sel kankernya mungkin tidak akan meluas seperti sekarang."

LifeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora