Part 3

4K 213 20
                                    

Mencintaimu adalah kewajibanku
Menjagamu adalah janjiku
Mengertilah, bahwa sebenarnya rasa sayangku memang sebesar itu. Ya, Bahkan mungkin jauh lebih besar dari yang kamu tau.
~Varuzka Rony Raditama🍁

***

Rony berlari menuju pos kompleks rumahnya. Terlihat istrinya itu tengah terduduk lemas ditemani dengan salah satu satpam perumahan ini, sebelah tangan wanita itu menggenggam sebotol mineral yang tinggal setengah. Rony sedikit bernafas lega mengetahui bahwa istrinya terlihat sedikit baik baik saja.

"Sal," panggil Rony pelan. Lelaki itu mendekat kemudian memuluk tubuh istrinya. Sungguh ia begitu khawatir dengan keadaan istrinya, rasa kantuk yang tadinya begitu ia rasa berat tetiba hilang dalam sekejab ketika tahu bahwa Salmanya tak kunjung pulang.

"Mas, tadi aku hampir nabrak pohon. Terus rujak aku jatuh," Salma membalas erat pelukan yang suaminya berikan itu. Suara wanita itu terdengar bergetar seakan hendak turun tetesan air dari mata lentiknya.

"Kenapa bisa? Ini loh Sal yang aku gasuka tuh. Aku ga suka lihat kamu kaya gini, aku ga suka kamu kenapa kenapa kaya gini. Udah aku bilang, jangan pergi sendiri, jangan apa apa mau sendiri. Selagi ada aku, kamu bisa adalin aku dalam hal apapun perihal hidup kamu. Itu udah jadi tugas dan janjiku sama diri aku sendiri. Jadi tolong bantu aku buat ga ingkar sama janjiku yang satu ini ya. Yaudah ayo kita pulang," Rony membantu istrinya itu untuk berdiri lalu berpamitan pada satpam setelah mengucapkan banyak kata terimakasih karena telah bersedia membantu Salmanya.

"Mas kamu marah ya?"

"Ngerasa ada yang sakit ga?" Pertanyaan pengalihan itu dibalas gelengan pelan oleh Salma. Ia tau suaminya itu tengah kesal atau bahkan mungkin marah? Ah, Rony itu sangat penyayang dan amat sangat sabar. Tapi sekali lelaki itu merasa kesal atau marah, Salma tak berani, ia takut dengan kemarahan itu. Saat ini ia hanya bisa berharap bahwa kemarahan lelaki itu tak akan bertahan lama.

"Naik motor aku bonceng bisa?" Tanya Rony sekali lagi. Memastikan bahwa memang tak ada luka serius yang dirasakan istrinya yang mungkin bisa saja membuat wanita itu kesulitan untuk naik ke boncengannya.

"Bisa,"

Keadaan pada motor scoopy itu begitu sunyi, tak ada yang membuka suara untuk memulai perbincangan. Rony dengan kemarahannya, lalu Salma dengan ketakutannya. Sesampainya di rumah, Salma mendudukkan dirinya di sofa. Sedang suaminya itu tengah berdiri dihadapannya tanpa menatap sedikitpun mata Salma.

"Istirahat, aku udah panggil tukang urut buat kamu." Sesaat setelah itu Rony hendak berlalu, melihat itu Salma segera berlari memeluk dari belakang tubuh tegap milik suaminya itu.

"Ngapain urut mas? Aku gapapa kok, ga ada kerasa ada yang luka atau sakit dari tubuhku."

"Tapi takut ada yang bahaya dan kamu ga ngerasain hal itu. Tolong kali ini kamu nurut Sal," Rony masih tetap dalam posisinya, tanpa membalikkan badannya atau kembali berucap dengan lembut pada istrinya. Nada lelaki itu masih terdengar begitu dingin di telinga Salma.

"Kamu marah ya?" Pipi wanita itu bersandar pada punggung tegap suaminya.

"Aku mau ke ruang kerja Sal,"

"Kamu daritadi panggil aku nama mulu, biasanya panggil aku sayang atau gembul. Ah kamu mah ga asik marah marah terus," seketika tubuh lelaki itu berbalik. Menatap lembut mata istrinya meski masih tersirat sedikit sorot kemarahan dari mata itu.

"Sal, aku marah itu wajar. Emang salah kalo aku khawatir sama kamu? Salah kalo aku gamau kamu kenapa kenapa? Salah kalo aku berharap kamu bakal selalu gantungin semua hidup kamu buat aku? Aku sayang sama kamu Sal, lebih dari yang kamu tau. Aku ga mau kamu kenapa kenapa, itulah kenapa aku selalu minta kamu buat selalu andalin aku dalam semua urusan kamu. Apa hal yang aku lakukan ini Salah?" Ucap lelaki itu tegas, tersirat kelemahan dalam nada itu. Lelaki itu melepaskan tangan Salma dari rengkuhannya.

"Aku cuma pengen kamu ngerti sama apa yang aku maksud Sal. Bertahun tahun lalu aku cuma bisa kasih luka buat kamu, aku gagal jaga kamu, aku gagal jaga hati kamu. Sekarang aku cuma pengen nebus semua itu dan ga lakuin kesalahan yang sama kaya kemarin kemarin. Aku ga mau gagal jaga kamu, just it. Jadi aku mohon jangan kaya gini lagi. Aku ga marah, aku cuma kecewa sama diri aku sendiri kalo sampe aku gagal jaga kamu. Aku hampir ngerasa gagal ketika aku tau kamu hampir kenapa kenapa tadi Sal. Aku—" Rony mengentikan tiap untaian katanya, menarik napas panjang untuk mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Aku tenangin diriku dulu ya, aku ga tau kalimat apa yang akan aku ucapin selanjutnya yang mungkin bisa aja nyakitin kamu. Kamu tunggu di sini, abis ini kalo tukang urutnya datang aku bakal turun. Aku mau ke ruang kerja dulu ya," Selanjutnya kalimat itu diakhir usapan lembut dari Rony untuk puncak kepala istrinya.

Ia berharap Salma akan mengerti apa yang sebenarnya Rony maksudkan. Salma terdiam dalam tangisannya. Ia tahu ia salah, ia tahu bahwa Rony melakukan ini semua untuk menjaganya dan tak mau dia kenapa kenapa. Isakan itu semakin deras, harusnya ia tak memaksa perizinan Rony untuk membiarkannya pergi seorang diri jika pada akhirnya Salma memang tak bisa menjaga dirinya sendiri. Dan membiarkan suaminya itu merasakan kekhawatiran hingga menimbulkan kemarahan.

Tapi ini juga bukan sepenuhnya salahnya bukan? Salma juga tidak mau mengalami musibah kecil seperti tadi. Ia juga tak menyangka akan mengalami hal ini. Wanita itu mendudukkan dirinya pada soffa, bersandar dengan tangisan yang masih saja tak kunjung henti. Rony memang tak membentaknya, kemarahan lelaki itu masih tetap dengan nada dan tutur kata yang begitu sopan di telinga. Tapi entah kenapa tetap saja Salma merasa takut dan gelisah.

Tak lama tukang urut itu datang, mengurut Salma bersama dengan Rony yang menemani sang istri disebelahnya. Tidak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan, karena ternyata kaki Salma hanya sedikit terkilir akibat jatuh dari motor.

Keadaan masih begitu sunyi setelah tukang urut itu pergi, Salma yang mulai tersulut emosi dengan kemarahan suaminya pun meninggalkan lelaki itu menuju kamarnya. Ia kesal karena Rony diam saja dan tak menghiraukannya. Ia kesal lelaki itu belum memanggilnya 'sayang' atau panggilan 'gembul' yang awalnya tak begitu Salma sukai panggilan itu.

"Sal," panggilan suaminya itu tak Salma hiraukan. Wanita itu sedikit membanting pintu kamarnya lalu memasukkan seluruh tubuhnya kedalam selimut.

"Sal sal emangnya aku siapanya gitu panggil panggil nama seenaknya. Katanya sayang aku tapi panggil nya daritadi Salma Salma terus, aku ini istrinya dia panggil aku kok kaya ke teman sendiri, awas aja nanti panggil aku sayang atau gembul gabakal aku hirauin, gatau aja dia aku kalo marah balik gimana. Emang dia doang yang bisa marah? Aku juga bisa. Mana tadi lagi pengen rujak, rujaknya malah tumpah. Untung sekarang udah ga kepengen lagi, ah rony lu ngeselin banget sumpah," Oceh wanita itu dalam selimutnya. Hingga sebuah tangan besar mengelus puncak kepalanya namun ditepis pelan oleh Salma.

"Tidur Sayang jangan ngomel ngomel terus," Salma membuka kesal selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Menatap sinis lelaki disebelahnya yang kini  juga tengah menatapnya.

"Call me 'Salma' not 'Sayang'." Wanita itu memunggungi suaminya. Mengabaikan kekehan kecil dari lelaki itu. Hingga ketika wanita itu hendak memejamkan matanya, Salma merasakan sakit yang luar biasa pada bagian perutnya.

"Shhh," ringisan wanita itu terdengar begitu jelas di telinga Rony. Apalagi melihat istrinya tengah memegang perutnya, Rony kembali merasakan ke khawatiran yang luar biasa.

"Sayang kenapa?"

"Sakit," Jawab perempuan itu lirih.

"Kita ke rumah sakit sekarang."

****

Hallo hallo teman teman Mince🍁

Ini kayanya bakal jadi up an terkahirku minggu ini, next part nya gatau kapan wkwk

Makasih ya kalian yang udah selalu stay, sehat sehat kalian!!!😻

GEMURUH RASA 2Where stories live. Discover now