Part 10

3K 201 60
                                    

Semuanya usai, aku memilih pergi ketika aku tau aku tak akan pernah bisa jika harus mengalahkan posisi masalalumu.
~Salma Zaliyah🍁

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Dan sampai saat ini tak ada sedikitpun tanda tanda Rony akan pulang. Berulang kali Salma mencoba untuk menghubungi lelaki itu namun nihil, tak ada jawaban dan respon sama sekali dari lelaki itu. Mencoba untuk menyingkirkan pemikiran buruk tentang lelaki itu yang pergi membawa Bianca dari hadapannya, Salma lebih khawatir Rony mengalami hal buruk dijalanan.

Salma menyandarkan tubuhnya pada sofa ruang tamu, bahkan air mata pun sepertinya telah lelah untuk mengalir dari matanya. Seharian penuh wanita itu menangis dan terisak ketika mengingat suaminya sendiri membela masalalunya tepat dihadapannya. Sungguh, itu sangat menyakitkan. Perjuangannya yang dulu sempat mencoba bertahan pada rasa sepihak seolah sia sia kala ia ternyata belum mampu menghapus masalalu sang suami dari hati lelaki itu.

"Tuhan, kenapa harus seperti ini. Dadaku rasanya sesak tapi aku sudah lelah untuk menangis. Kalo memang sudah tidak bisa lagi bersama, aku ingin berhenti saja Tuhan. Aku lelah," lirih Salma dengan mata terpejam.

Hingga tak lama kemudian suara mobil Rony terdengar memasuki pekarangan rumah. Segera Salma berdiri dari duduknya.

Ceklek

Pintu utama terbuka lebar dan menampakkan sosok Rony dengan pakaian kantornya yang mulai terlihat sedikit berantakan. Salma mendekat, mengulurkan tangannya untuk mengambil alih tas kerja milik suaminya.

"Mas, kenapa baru pulang?"

Rony diam, entah apa yang telah lelaki itu pikirkan Salma tak tau.

"Mas mau mandi atau makan dulu," bukannya menjawab, Rony malah beranjak pergi menuju kamarnya. Melepaskan jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, kemudian dasi yang mellit lehernya. Salma tetap diam dan mengikuti setiap langkah lelaki itu beranjak.

Salma menyiapkan segala kebutuhan sang suami meski sampai mereka hendak tidur, Rony masih saja mendiamkannya.

"Mas—"

"Aku gak suka sama tindakan mu hari ini Sal." Potong lekaki itu cepat. Menghentikan suara Salma yang hendak mengatakan sesuatu.

Sepertinya sudah cukup sabar Salma hari ini. Wanita itu pada akhirnya mendongak dan menatap lekat mata tajam suaminya.

"Lalu kamu suka aku yang bagaimana?" Tegas Salma mencoba memberanikan diri untuk mengeluarkan apa yang ia pendam. Tangan Salma terkepal erat, sudah cukup ia menahan amarahnya.

"Kamu—"

"Kamu mau aku yang diam saja ketika masalalu terindahmu itu mengatakan akan merebutmu dariku? Apa aku harus diam saja ketika wanita itu berniat untuk menghancurkan pernikahan kita? Apa aku juga harus diam saja bahwa wanita itu bukan hanya berniat mau menghancurkan aku tapi JUGA ANAK AKU?! Apa aku harus diam aja dengan semua itu mas?!"

"Aku tau kok aku salah udah nampar dia, aku salah karena udah menyakiti salah satu bagian tubuh WANITA TERCINTAMU ITU. Tapi aku melakukannya bukan tanpa sebab, aku hanya marah ketika dia begitu percaya diri bahwa dia bisa mengalihkan pandangmu dari aku. Nyatanya memang benar, aku masih belum ada apa apa nya dibanding dia. Kamu bela dia tepat dihadapan aku. Kamu pikir aku gak sakit hati dengan itu mas? Kamu bentak aku dihadapan banyak orang bahkan dihadapan Bianca. Haha dia pasti seneng udah berhasil melakukan apa yang dia mau." Salma mengakhiri kalimatnya itu dengan tawa yang begitu menyedihkan. Tatapan penuh rasa bersalah nampak begitu hebat dari mata Rony.

"Maaf," lirih lelaki itu dengan tangan yang mencoba menjangkau tangan sang istri. Namun Salma lebih duku menghempasnya.

"Mas, aku cape. Aku cape kalo cuma harus jadi pelarian kamu. Aku punya hati mas.

"Dulu, aku fine fine aja ketika kamu hampiri aku ketika lagi butuh aja. Tapi kali ini aku udah gak bisa. Batas kesabaranku sudah habis. Aku gak bisa hidup sama seseorang yang masih terbayang bayang sama masalalunya. Karena sampai kapanpun aku gak akan pernah menang dari wanita itu bukan?"

Ini pasti jadi hal yang paling kamu impikan ya, Bianca yang kamu cari cari selama bertahun tahun udah kembali mas, meski sayangnya kembalinya dia di waktu yang kurang tepat. Sekarang kamu mau aku bagaimana? Berhenti? Menyerah? Aku akan lakuin itu. Gak perlu kamu pikirkan bayi yang masih ada dikandungan aku mas, aku bisa merawat dan jaga dia tanpa kamu. Aku masih punya kak Ian, aku masih punya Nabila, aku masih punya Ayah dan bunda. Aku akan belajar buat gak lagi butuh dan bergantung sama kamu." Salma tersenyum dan beranjak cepat mengambil tas selempangnya untuk pergi dari tempat itu.

"Sal, sayang kamu mau kemana. Aku minta maaf, jangan pergi aku mohon." Rony berlutut tepat dihadapan istrinya.

"Aku cape, makasih ya untuk satu tahunnya. Aku bener bener nyerah. Kamu jaga diri baik baik." Salma berlari keluar dari tempat itu sebelum Rony sempat mengejarnya.

"Sal sayang jangan pergi aku mohon." Tak mampu lagi Rony berlari mengejar taxi yang berlalu dari rumahnya membawa kedua hidupnya, Salma dan bayi yang ada dalam kandungan wanita itu. Rony hanya bisa menangis hingga terduduk pada trotoar jalan. Sungguh, ia menyesal.

Tak akan ada lagi Salma yang manja, Salma yang suka usil, Salma yang riang dan si penghidup suasana, Salma yang menyanbutnya ketika pulang kerja dan ketika ia tengah lelah dengan semuanya. Semua usai di sini, Salma memilih pergi akibat ulahnya yang bahkan belum sempat menjelaskan apapun pada wanita itu. Akankah setelah ini Rony biaa hidup dengaj tenang? Hidup selayaknya manusian biasa? Sepertinya tidak, karena seluruh jiwa dan kebahagiaan lelaki itu pergi bersama Salma, bahkan calon bayi yang belum sempat ia tau bentuk wujud aslinya.

Apakah semua akan memanh benar benar berakhir dan usai di sini? Apakah ini yang akan menjadi akhir dari sakitnya 'Gemuruh Rasa?'

***

END

Thank u ya yang udah ngikutin Gemuruh Rasa dari yang GR 1 dan GR 2🫶🏻

GEMURUH RASA 2Where stories live. Discover now