Chapter 3: Perubahan

48 6 0
                                    

Bau anyir darah bercampur hawa dingin tanah yang lembab seolah menekan kesadaran. Samar-samar suara beberapa orang yang memanggil nama 'Pierre' mulai terdengar menggema di ruangan yang sunyi. Mata tajam bernetra coklat itu perlahan terbuka menyesuaikan penglihatan yang masih sedikit kabur. Namun, seketika sebuah sorot cahaya kuning terasa menerpa wajah membuat indera penglihatannya seketika terbuka lebar bersamaan dengan teriakan seseorang yang terdengar semakin dekat.

"Kapten, apa kamu baik-baik saja?" tanya seorang laki-laki bertubuh besar dengan otot yang terlihat sangar sungguh membuatnya seketika menciut.

"Ada apa, Kapten?" tanya pria itu lagi dengan khawatir karena tak kunjung mendapatkan jawaban.

"Om siapa?" celetuknya langsung membuat ruangan seketika hening. Pria yang berjongkok di hadapannya lantas menganga dan menatap tajam teman-teman yang terdengar menertawakannya dari arah belakang.

"Kapten jangan bercanda, aku bahkan lebih muda 2 tahun dari mu," gerutu pria itu terlihat kesal.

"Hah? Lebih muda 2 tahun dariku? Aku masih 20 tahun, sedangkan kau bahkan terlihat seumuran dengan paman prajurit di kediamanku," ujarnya dengan wajah paling benar.

"Kapten apakah otakmu terbentur setelah pertarungan tadi? Mari sini ku lihat apakah ada luka serius ditubuhmu," ucap pria itu langsung memutari tubuh dari sang kapten.

Melihat pria dewasa di hadapannya yang memegangi tubuhnya, ia langsung menghindar, dan seketika matanya menangkap sebuah tubuh asing yang bahkan terlihat lebih kekar dari pria itu.

"Tubuh siapa ini bangsat! Gede banget buset," ucapnya terkejut menatap tubuhnya sendiri.

"Woi, Om! Ini gue di mana?" tanyanya menatap orang-orang sekitar yang kini tengah menatapnya dengan tatapan aneh.

"Kapten sekarang bisa bahasa asing?" celetuk pria yang memanggilnya 'Om' itu.

"Bahasa asing gimana?" tanyanya bingung.

"Itu tadi, yang 'gue' sama 'bangsat', itu bahasa orang Belanda, kan?" ujarnya justru terlihat tampak bodoh.

"Ini tahun kapan sih? Yakali bahasa itu aja nggak tahu, bahkan emak-emak di kompleks ipan aja tahu bahasa anak sekarang," omelnya menatap orang kolot di hadapannya.

"Ini tahun 1965, kapten lupa?"

"APA?! 1965?" teriaknya terkejut hingga pingsan.

"KAPTEN!" teriak mereka semua panik.

"Ayo, cepat bantu aku membawa tubuh kapten ke markas!" perintah pria tadi.

Dengan segera, mereka mulai mengangkat tubuh jangkung sang kapten dan membawanya keluar dari goa.

Keesokan harinya, mata tajam bernetra coklat itu kembali terbuka setelah kesadarannya hilang kemarin. Namun, dengan tempat yang nampak jauh berbeda dari terakhir kalinya.

Sebuah ingatan berputar bagai DVD rusak dalam otaknya, dan seketika ia terlonjak bangun, menatap sekitar yang terlihat asing, lalu berlari keluar dengan perasaan kalang kabut.

"Buset ini gue di mana dah? Paman Suryo tolongin Arya, Arya nggak sengaja masuk mesin waktunya Doraemon," gumamnya dengan rengekan kecil. Ya, sosok yang ada ditubuh Pierre Tendean saat ini adalah Arya Rajendra, seorang Raden Mas berandal yang selalu menunjukkan sikap sangarnya padahal nyatanya masih kekanak-kanakan.

Dengan langkah yang tak bertujuan, ia mulai mencari tahu apa yang tengah ia alami kini. Ia menghabiskan waktu hampir satu jam berkeliling, hingga sebuah ruangan bertuliskan 'Ruang Arsip' terlihat diujung lorong yang sepi.

Arya PierreDove le storie prendono vita. Scoprilo ora