Chapter 7: Akhir Perjalanan

74 7 2
                                    

Detikan jam berjalan seakan beriringan, suaranya yang nyaring layaknya menjadi musik pengantar tidur yang menenangkan. Pukul 23.59 WIB, dua dimensi waktu yang berbeda seolah terikat. Tepat saat jarum jam berhenti di angka 12, waktu seolah terhenti. Kedua pria berbeda usia yang terjebak dalam dimensi berbeda, seolah semakin tenggelam dalam tidurnya. Layaknya terjatuh, keduanya terjingkat kaget. Namun, saat membuka mata, mereka berdua seolah berada diruang hampa. Keduanya bertatapan dengan perasaan yang menjalar tak bisa digambarkan.

"K-Kau... Pierre asli?"

"Benar sekali. Lalu, Apakah kau Arya? pemilik tubuh yang saat ini aku tempati?" tanya Pierre dengan terkejut.

"Iya, aku Arya, pemilik tubuh yang sedang paman tempati," jawabnya antusias.

"Bagaimana kita bisa bertukar? Apa yang terjadi denganmu?" ujar Pierre terheran-heran.

"Saat aku sedang naik motor, tiba-tiba ada seorang nenek yang berjalan menyebrang hingga membuatku terpaksa membelokkan setir motor ku ke arah kanan, namun aku justru ditabrak dari arah lain. Dan saat terbangun aku sudah menepati tubuhmu. Hanya itu yang ku ingat," jelas Arya menghela napasnya.

"Mengapa itu bisa terjadi?" tanya Pierre.

"Aku sedang banyak pikiran saat itu. By the way, bagaimana dengan Paman? Apa yang terjadi denganmu hingga berada ditubuhku?"

"Aku sedang menjalankan misi saat itu. Namun, karena ada hal tak terduga membuat kelompokku ketahuan, dan sebagai pemimpin aku dikejar para PKI hingga aku melarikan diri dan memasuki sebuah goa. Namun, tiba-tiba cahaya putih menyinari mataku, dan saat terbangun aku sudah berada ditempat aneh dengan tubuh yang asing," jelas Pierre mengingat-ingat.

Mereka seolah tenggelam dalam pembicaraan, dan saat mereka tengah asik bercerita pengalaman masing-masing, sebuah asap tiba-tiba muncul mengitari tubuh mereka.

"Ku rasa ini sudah waktunya kita kembali ke tubuh masing-masing," ujar Arya tersenyum. Hal itu lantas membuat Pierre terkejut.

"Kita bisa kembali sekarang?"

"Tentu saja, karena aku sudah menyelesaikan misi agar bisa kembali. Apakah paman Pierre belum menyelesaikan misi?" tanya Arya bingung.

"Aku tidak mendapatkannya," jawab Pierre seadanya.

"Apa?! Jadi hanya aku saja yang bekerja keras agar kita bisa kembali lagi?!" celetuknya tak terima.

"Mungkin, Ya."

"Bangsat! Gak adil banget, mentang-mentang gue banyak dosa," gerutunya kesal.

Saat mereka hendak berbicara lagi, asap itu semakin tebal seolah akan menelan tubuh mereka. Keduanya terdiam dan saling berjabat tangan dengan perasaan haru.

"Terimakasih atas pengalaman berharganya, Arya. Berjanjilah untuk berubah menjadi lebih baik, setidaknya bukan untuk orang lain, tetapi untuk dirimu sendiri," nasihat Pierre dengan senyum yang merekah indah diwajah tampannya.

"Terimakasih juga, karena berada ditubuhmu aku menjadi belajar banyak hal. Aku menjadi sadar bahwa di atas langit masih ada langit, dan tidak seharusnya aku membanggakan kedudukanku. Sebab, disaat aku berada di tempat yang berbeda, nyatanya kedudukan itu tak ada artinya lagi," ucap Arya terkekeh.

"Aku senang kamu sadar, sampai jumpa, Arya. Senang bisa mengenalmu," ujar Pierre menatap pemuda di hadapannya dengan tatapan tulus.

"Senang juga bisa mengenalmu, Paman Pierre."

Tepat setelah ucapan perpisahan itu, tubuh mereka tertelan oleh asap, kesadaran itu hilang bersamaan dengan lepasnya jabatan tangan mereka.

***

Arya PierreWhere stories live. Discover now