29

106 2 0
                                    

"di kamarmu banyak makanan?" tanya Dito berbasa-basi. jujur situasi mereka sangat akward. gadis itu enggan menonggak, menatap Dito.

darah dalam dirinya mengalir cepat. dada nya berdegup kencang membuat nafasnya tersendat. keringat di hidung mancung itu mulai bermunculan. hatinya berteriak di dalam, tapi mulutnya kaku. ia hanya menatap gadis itu dalam-dalam.

gadis yang ia tatap saat ini hanya menunduk dalam enggan menatap. membiarkan momen kaku ini berjalan selama beberapa menit.

suara detik jam dinding terdengar jelas. "s-saya.."

"bang dito gausah buntutin kita lagi" potongnya tiba-tiba membuat Dito kecewa. ia sudah susah payah ingin mengutarakan isi hatinya.

"saya lewat jalan itu, kebetulan lihat kalian"

"oh" jawab nya acuh.

Dito menarik nafas dalam-dalam. "cit.. saya-"

"mau ketemu ayah? ada kok" potong nya.

"engg-"

"ayah!! ini ada mas anin!" teriak nya ke arah belakang rumah. tapi Waryo yang ternyata sedari tadi sengaja diam di dapur menghela nafas kecewa. yah, memang tidak mudah berbicara dengan anaknya.

sengaja, Waryo tak menyahut.

"ayahh!!" panggilnya sekali lagi, tetap tak ada jawaban.

"shh udah! saya ingin nya bicara sama kamu" ujar Dito sedikit jengkel.

"ngomong apa? saya rasa gada yang penting lagi"

jleb! penuturan kata itu cukup menusuk baginya. ditambah nada suara itu asing di telinga.

"dengerin saya dulu" ujarnya lembut membuat Citra sedikit luluh. tapi tidak kali ini!

"saya gamau denger apa-apa lagi. kan saya udah bilang"

"kamu duduk saja disini" ujar Dito menepuk nepuk sofa di belakang nya. "tolong duduk saja, dengarkan saya sebentar" tutur nya lembut sambil memegang kedua tangan gadis itu.

"oke?" pinta nya menagih jawaban. menatap Citra lekat-lekat sedikit menunduk. ingin melihat ekspresi gadis itu. tapi wajahnya dingin mendatar. menatap dada dito kosong. melihat mata itu, hatinya kembali teriris. itu salahnya, membuat citra menjadi seperti ini.

"citra..hey" panggil Dito sekali lagi semakin mengeratkan pegangan tangan. mata nya mulai memerah panas, ia sudah tidak sanggup.

"lihat saya" pinta nya, menarik dagu gadis itu agar mendonggak. tapi segera ia tolak, menghindar.

Dito menarik nafas dalam dalam lagi. berusaha keras air mata dan sesak di dadanya agar segera menghilang. "iyaa ini salah saya, saya minta maaf sama kamu" ujarnya dengan suara sedikit bergetar.

seorang Anindito bukan termasuk manusia yang mudah mengutarakan isi hati dan pikiran nya.

gadis itu mendongak, menatap Dito tegas. "lantas? mau gimana lagi?" pertanyaan itu membuat Dito kebingungan beberapa saat.
Citra dapat melihat mata Dito yang kemerahan menahan tangis. mimik wajahnya yang tegas menjadi sayu, menatap dirinya teduh nan dalam.

"saya mohon, kita jangan seperti ini lagi"

"memang harusnya gimana?"

Dito menarik nafasnya yang sudah kembali sesak. ia menunduk menatap tangan berukuran lebih kecil darinya. mengusap-usap lembut dengan tulus. "kita berdamai lagi. itu kesalahan saya lalu tolong di maafkan" ujarnya dengan susah payah dan kembali menatap Citra menagih jawaban.

tapi yang ia lihat sama saja. tatapan itu tetap dingin dengan sorot mata yang tajam menusuk sampai dalam dada. "dan jangan tatap saya seperti itu.." pinta nya dengan suara rendah hampir berbisik. melihat nya saja membuat diri ini kembali ingin menangis.

MemilihmuWhere stories live. Discover now