07. Our Game Has Just Begun

1.6K 122 13
                                    

Jaehyun duduk di ruang tamu sambil menikmati secangkir teh hangat. Bibirnya sibuk melontarkan kalimat kutukan pada suami tampannya itu yang kemarin telah memperkosanya dengan sangat brutal, tidak bisa dikatakan sebagai pemerkosaan juga karena Jaehyun sendiri yang menyerahkan dirinya untuk melayani suaminya.

Yah entahlah, intinya Jaehyun masih kesal karena tindakan Johnny itu membuat Jaehyun tidak bisa keluar berbelanja untuk menguras habis kartu hitam Johnny. Meskipun nantinya dia akan diperkosa lagi jika hal itu sampai terjadi.

Jaehyun ingin menangisi jalan hidupnya yang dinikahkan dengan pria yang kaya namun berotak selangkangan. Ya meski Johnny itu tampan dan ekhem! pelayanan ranjangnya sangat memuaskan. Jaehyun tak bisa munafik untuk menolak sentuhan tangan Johnny yang begitu menggairahkan.

Tapi tetap saja Jaehyun merasa kesal pada pria itu, belum lagi tadi pagi Johnny meninggalkannya begitu saja dirumah sudah seperti jalang sewaan. Ingin rasanya Jaehyun mencekik leher Johnny hingga kehabisan nafas, seperti yang pria itu lakukan padanya tadi malam.

Sepertinya Jaehyun harus mulai menyiapkan acara pemakaman untuk suaminya itu. Namun tidak lucu juga jika Jaehyun menjadi janda —huk! duda disaat umur pernikahan belum sampai satu bulan. Pasti akan menjadi bahan gosip panas di area perumahan ini.

Huh haruskah Jaehyun menangisi nasibnya saat ini? Tapi tidakkah itu terdengar sedikit lemah? Jaehyun itu tetaplah seorang pemuda —ekhm pria, meski posisinya adalah pihak penerima.

Mari berhenti memanggil Jaehyun seorang pemuda, dia sudah melepaskan keperjakaannya okay.

Jaehyun meraih cangkir tehnya, menghirup asap panas yang mengepul dari cairan coklat pekat itu. Memejamkan matanya sambil meminum tehnya serta membayangkan hal-hal menyenangkan di kepalanya. Namun bayangan Wendy tengah meminum teh terlintas di kepalanya.

Jaehyun membuka matanya dan meletakkan kembali cangkir tehnya. Kepalanya memutarkan memori dimana wanita itu berkunjung ke kediamannya kemarin sore.

Wendy, kesan pertama Jaehyun ketika melihatnya sangat bagus. Wanita itu terlihat anggun dan memiliki aura yang menenangkan, aromanya lembut serta senyumannya yang manis. Namun ketika Wendy berhadapan dengan Johnny, aura wanita itu berubah. Tatapan matanya seolah ingin meraih Johnny dan menyimpannya. Intonasi suaranya pun terasa berubah, ketika berbicara bersamanya Wendy menggunakan nada lembut serta penuh keramahan. Berbeda ketika berbicara dengan Johnny, intonasi Wendy terdengar menuntut serta mendominasi.

"Dari sekian wanita yang pernah kutemui, dia cukup menarik. Pergerakannya terlihat perhatian namun yang sebenarnya dirasakan oleh Wendy adalah kecurigaan. Ia khawatir pada Johnny, bukan pada kondisi pria itu namun pada kesetiaannya."

Jaehyun bangkit dari kursinya dan melangkah menuju bingkai foto yang terletak diatas meja tamu. Tangannya meraih bingkai tersebut, tersenyum tipis pada sepasang kekasih yang saling berpelukan didalam foto.

"Ketidakpercayaan membuat suatu hubungan menjadi goyah. Ketika satu pihak ragu pada pihak lainnya—"

Jaehyun mengambil bolpoin dari saku celananya, dan....

"—maka semakin mudah bagi pihak ketiga untuk menghancurkannya." Jaehyun menggambar garis silang pada wajah wanita yang tercetak pada foto tersebut.

"So Wendy, aku harap kau menyiapkan air matamu untuk menangisi akhir dari hubunganmu bersama suamiku."

————

Johnny membereskan meja kerjanya ketika alarm pada ponselnya berbunyi, sudah waktunya makan siang. Ia memakai kembali jas yang sebelumnya Johnny sangkutkan di kursi kerjanya dan melangkah keluar dari ruangannya.

Pintu besar itu terbuka, Johnny menatap sekretarisnya yang masih sibuk mengerjakan pekerjaannya.

"Hentikan pekerjaanmu, Nona Park. Ini sudah jam makan siang." Suara Johnny membuat wanita itu mengalihkan perhatiannya dari komputernya.

Sooyoung tersenyum manis —penuh keterpaksaan. "Maaf, Boss. Berkas proyek ini harus selesai sebelum hari yang cerah ini berakhir."

"Bukannya berkas itu seharusnya sudah selesai kemarin?"

"Harusnya seperti itu jika Boss ku tidak pulang kerumahnya tanpa menyelesaikan pekerjaannya." Sooyoung melayangkan senyuman penuh kekesalan pada Johnny, tatapan matanya seolah ingin melemparkan komputer di hadapannya itu ke kepala atasannya.

Johnny menghela nafas panjang, "Kau bisa menyelesaikannya nanti, aku akan memberitahu para—"

"Baiklah Boss, mari kita makan siang." Bagai kilat di cuaca hujan, Sooyoung melesat cepat ke arah Johnny —meninggalkan tumpukan berkas pekerjaannya.

Johnny hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sekretarisnya ini, sepertinya Sooyoung tidak seperti ini tingkahnya ketika ia wawancarai dulu. Hah orang-orang berubah dengan cepat.

Mereka berjalan beriringan menuju lift, sesekali Johnny menanyakan jadwalnya hari ini pada Sooyoung.

"Bagiamana dengan kartu kredit anda, Boss? Apakah ada sesuatu yang terjadi kemarin?" Sooyoung bertanya ketika mereka berdua berada didalam lift.

Johnny menatap Sooyoung yang berdiri disebelah nya, senyumnya merekah ketika mengingat bayangan kejadian kemarin.

"Yaa seseorang mengambilnya."

"Oh astaga! Jadi apakah anda sudah menghukum pencurinya Boss?"

Johnny menatap pintu lift didepannya, ia mengendurkan simpul dasinya yang terasa mencekik lehernya. Entah kenapa udara didalam lift itu terasa sedikit panas, mungkin karena ada yang bermasalah dengan pendinginnya atau yang bermasalah disini adalah pikiran Johnny yang mengingat desahan erotis Jaehyun kemarin malam.

"Ya, aku menghukumnya sampai dia menangis meminta ampunan."

Sooyoung membuka mulutnya saking kagumnya dengan cerita Johnny, padahal dirinya salah mengartikan hal yang disampaikan oleh Johnny.

"Kau hebat sekali Boss."

Ting!

Pintu lift terbuka. Johnny nyaris melangkah keluar jika seseorang tak berdiri memandangi nya didepan pintu lift.

Sooyoung yang berpikir bahwa Johnny sudah mulai melangkah, malah menabrak punggung Johnny yang masih mematung didalam lift.

"Boss, ada apa?" Sooyoung mengintip dari balik punggung Johnny dan terkejut melihat sosok didepan lift.

"D-dia?!"

————

Jaehyun berjalan menuju pintu depan ketika mendengar bel rumahnya berbunyi, langkah kakinya dipercepat saat suara bel kembali berbunyi.

"Kenapa orang ini tak sabaran?" Jaehyun menggerutu disepanjang langkahnya. Tangannya meraih gagang pintu, namun sebelum membukanya Jaehyun sempatkan untuk menetralkan detak jantungnya yang entah kenapa berdegup kencang.

"Ayolah Jae, ini bukan seperti malaikat maut menjemputmu ke pemakaman."

Jaehyun membuka pintu, dengan senyuman lembutnya. "Ha—"

Senyum Jaehyun luntur, matanya memicing tajam. "—Halo."

Yang bertamu tersenyum pada Jaehyun. "Selamat sore Jae, senang bertemu denganmu lagi."

Jaehyun berdecih, ingin rasanya dia melemparkan pot bunga milik Johnny itu ke kepala wanita yang berkunjung ke rumahnya ini.

"Nice to meet you again, Mrs. Son."









TBC

hiii

Maaf baru keliatan, gw lagi dimabok series thai jdi lupa kalo punya kerjaan di wp wkwk

Mr(s). SUH [JOHNJAE?]Where stories live. Discover now