14. Not His Fault

133 25 0
                                    

⚠️⚠️Warning!! Warning!!⚠️⚠️

Cerita ini banyak kekurangan, plot hole, typo bertebaran, belum lagi kesalahan grammar dan gaya penulisan yang berubah sesuai mood yang nulis__aku.

Take your chance and leave buat yang pengen cerita wow dan perfect, karena nggak mungkin didapetin disini.

Aku buat ini cuma buat seneng-seneng aja jadi mari kita sama-sama having fun.

••☆••♡♡♡••☆••


















Jeff bahkan baru menempelkan bokongnya di kursi ketika sang dokter menyampaikan hal yang sama sekali tak pernah diduganya,

"Nyonya Katherina yang meminta saya untuk memisahkan anda,"

"Beliau berpesan untuk tidak menyalahkan Tuan Jeremy, yang Saya yakin Anda lebih paham alasannya,"

Setelah itu Sang dokter menulis sesuatu pada lembar catatannya, "Nyonya Katherina sudah bisa pulang besok sore setelah beberapa prosedur. Lebih dari itu Saya pikir Anda perlu menjadwalkan beberapa sesi dengan terapisnya-- Ya, Nyonya Katherina sudah cerita sekilas tentang kondisinya,"

Tangan pucat itu menggeser kertas yang tadi ditulisnya pada Jeff yang mau tidak mau mengambil dan membacanya "Ini beberapa kenalan terapis yang bisa saya rekomendasikan kalau dokter pribadinya terlalu jauh untuk dijangkau,"

Oh, ternyata mereka sudah berbincang banyak di dalam ruangan. Jeff melirik wajah dokter muda di depannya, menimbang-nimbang. "Baik, terima kasih atas pengertian, saran juga rekomendasi yang dokter berikan. Apakah ada lagi yang perlu saya ingat dan perhatikan?,"

Jeff keluar dari ruangan dokter dengan muka kusut. Hal yang sama, pembahasan yang sama. Kekhawatiran yang sama.

GOD!!, dia mengusap wajahnya dengan frustasi. Kesehatan mental adiknya memang sempat terguncang sewaktu menyaksikan kematian Percy dengan mata kepalanya sendiri saat tengah mengandung. Kesehatan gadis itu sempat drop karena tak bisa tidur, makan dan terus menangis. Kath sempat diminta untuk menggugurkan kandungannya yang tentu saja ditolaknya habis-habisan. Setelah disadarkan kalau resiko kekeras kepalaan dan depresi yang dialaminya bisa mempengaruhi janin dalam kandungan, barulah Kath berangsur kembali 'hidup'.

Tapi bukan berarti dia lantas menerima dengan tenang kepergian Percy. Tidak. Bahkan sampai sekarang.

Kath masih sensitif bila ada yang membahas tentang kecelakaan itu, bahkan terkadang dia bisa bereaksi serius ketika hanya mendengar nama Percy disebut.

Dia bertanya-tanya, apakah topik obrolan adiknya dan Jeremy mengenai hal yang sama dan- hanya ada satu kejadian yang bisa mentrigger Kath sekuat itu dan melibatkan mereka bertiga.

Malam saat Kath mendatangi rumah persembunyiannya dan Percy lalu mengkonfrontasi mereka tentang foto yang didapatnya dan meminta penjelasan tentang apa yang terjadi pafa mereka berdua di Jepang.

Kath mungkin saja berpikir dia sedang kabur dan menenangkan diri dengan berjalan tak tentu arah. Tapi mana mungkin? Pegawai Ayahnya selalu mengawasi Kath untuk sekedar menjaga keselamatan anak gadis tersayangnya.

Jadi perihal dia dijemput Jeremy malam itu, sebenarnya bukanlah rahasia.

Jeff tidak bisa tahu apa yang terjadi diantara mereka atau apa yang mereka bicarakan malam itu tapi adiknya mengurung diri hampir 3 hari setelah pulang dari sana.

Waktu itu Jeff pikir Kath sedih karena kecewa pada Percy hanya saja beberapa bulan ini dia jadi berpikir lebih dalam tentang hubungan keduanya. Ada sesuatu yang lebih serius dari sekedar pertemanan iseng disana bagi Katherinenya.

"Haaaaah," Jeff menghembuskan napas dan mengerang frustasi "Perc, bantu aku...,"







••☆••♡♡♡••☆••






Wina dan Neeza sedang memeluk Katherine yang berkali-kali menepuk lengan para gadis untuk melepaskannya karena sejujurnya dia lebih memerlukan istirahat sekarang daripada pelukan.

" I'm alright ladies," katanya lagi, berusaha meyakinkan kedua sahabatnya "Axel bareng Gigi?,"

"Eum," Wina mengangguk

"Makanya dia nggak bisa kesini, harus jagain dua bocil," Neeza ikut menyahut

"Kalian sama Abang nggak ngapa-ngapain Jeremy kan?," dengan pertanyaan itu keduanya melepaskan pelukan mereka untuk menatap Kath

"What?,"

"Why not?,"

Kath menghela napas dan menyamankan posisi menjadi menyandar ke kasur dengan tumpukan bantal yang secara refleks diatur para sahabat ketika melihat ekspresinya "Bukan salah dia," katanya

"Selama ini emang gue yang lari dari masalah, denial dan malah nyudutin dia seenaknya,"

Neeza menggeleng, "No," gadis itu meraih tangan Kath yang bebas lalu menepuk-nepuknya ringan, "cowok itu mungkin nggak sepenuhnya salah, tapi emang itu poinnya. Dia juga ada andil dalam kekacauan itu"

Yang diangguki Wina dalam diam.

Jeremy. Tidak ada satupun dari mereka bertiga yang berani mengungkit nama itu bahkan saat Kath masih berbahagia bersama Percy. Kata dan nama keramat itu bisa menghapus senyum paling brilian Kath dan membuatnya overthinking.

Yang sampai sekarang masih menjadi misteri bagi mereka. Kekecewaan karena merasa dibohongi dan dibodohi oleh perlakuan pria itu dulu tidak mungkin menghasilkan efek sedahsyat itu. Pasti ada lebih banyak rahasia yang Kath simpan dan belum sanggup untuk dia ceritakan.

Tidak apa. Mereka hanya khawatir akan kesehatan sahabat mereka.

"Tadi Wina dateng bareng Jian loh," Neeza mengalihkan pembicaraan dengan hal yang kebetulan mengusik jiwa penasarannya sedari tadi

Sebal, Wina mendelik ke arah sahabatnya yang malah jadi cekikikan, "Gue abis minum alkohol tadi dan naik taksi malem-malem itu sama kayak cari mati," semburnya

"Yang ada gue digoreng bokap besok paginya. Yaudah gue telpon si Jian aja suruh jemput, toh pasti ada Jere sama Hans di sini," gadis itu membela diri

"Oke, boleh lah alesannya. Lumayan bisa diterima,"

"Dih??,"

Kath menepuk lengan keduanya, pusing dengan bacotan kedua orang itu.

"Eh, kenapa? Pusing ya?," Neeza panik "elu sih Win,"

"Lah, kok gue?," Wina tak terima dan mereka berdua lanjut saling menyalahkan sampai pintu akhirnya terbuka dan Jeff masuk. Memelototi bocah tantrum tadi lalu menggeret keduanya keluar kamar.

"Kenapa kelakuan kalian selalu sama kalau lagi kumpul?," Jeff memijit kening. Menahan emosi dan geli dengan situasi barusan.

"It's okay, mereka ga maksud jelek kok," Kath menepuk sisi kasur, meminta Jeff mendekat.

"Maafin aku ya?," katanya saat Jeff sudah duduk di kursi yang sebelumnya diduduki Neeza. "Maaf lagi-lagi bikin semua orang repot,"

Jeff menggeleng,  " Jere udah aku suruh pulang- and ya, nggak gue apa-apain anaknya," cepat-cepat mengonfirmasi keadaan saat melihat Kath hendak protes

Tangan Jeff meraih kepala adik kesayangannya itu lalu mengelusnya perlahan,."Jangan terlalu banyak pikiran dulu, all is well, all is well. It just a bad day, not a bad life," Jeff mengatakan mantra favorit mereka berulang kali sampai Kath merasa tenang dan terlelap lalu mengecup kening adiknya itu dengan sayang.

"Maafin Abang ya, dek...".


••☆••♡♡♡••☆••




Tbc










With Love,
111223

Through the year(n)sWhere stories live. Discover now