BAB 6

236 32 2
                                    

Satu Minggu Kemudian...

"Saya minta kalian bentuk kelompok yang terdiri dari 3/4 anggota untuk mempresentasikan rangkuman materi yang sudah kita pelajari di semester ini. Saya mau lihat keseriusan kalian di dalam mata kuliah saya, jadi saya minta di kerjakan dengan sungguh-sungguh dalam bentuk powerpoint dan presentasikan di pertemuan selanjutnya. Kalian paham?"

"Paham pak."

"Bagus, sampai sini ada yang mau dipertanyakan?"

Senyap. Tak ada yang mau untuk mengangkat tangan dan bertanya kepada dosen pengampu seni musik itu. Satu kelas itu sangat kompak terdiam ketika Yanuar memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertanya.

"Kalian itu harus rajin bertanya, bukan cuma di mata kuliah saya saja, tapi di mata kuliah yang lain. Kalian sebentar lagi akan memasuki fase Kuliah Kerja Nyata, lalu akan Seminar Proposal setelahnya akan Skripsi. Kalian harus punya bekal untuk itu semua. Yasudah, kalau memang sudah tidak ada yang di pertanyakan lagi, kelas hari saya akhiri saja. Jangan lupakan apa yang sudah saya tugaskan untuk kalian barusan. Selamat siang."

"Siang pak, terimakasih pak."

Setelah nya, Yanuar melangkahkan kaki nya keluar dari kelas itu. Suara mahasiswa/i pun mulai gaduh seperti pada umumnya. Beberapa juga ada yang bergosip tentang dosen yang selalu membuat mereka segan terhadapnya.

"Dia sadar gak si kalo bentar lagi tuh kita ada UTS? Kok bisa si dia malah nyuruh kita buat tugas powerpoint, yang pastinya kalo isi slide nya sedikit itu pasti bakalan kena komplen abis-abisan."

"Yaelah Fie, lo mau ngedumel kaya apa juga gak bikin ngaruh apa-apa buat pak Yanuar. Lagian nih ya, lo dosen lo punya kuasa sob."

"Halah, tetep aja gue sebel sama itu orang."

"Awas jatuh cinta sama beliau Fie, agak ngeri si gue."

"Theo babi, jaga ya omongan lo itu. Udah gue bilang, walaupun di dunia ini cuma ada gue sama itu orang aja, gue gak akan pernah mau sama dia. Mendingan gue jomblo seumur hidup gue, daripada harus punya pasangan kaya itu orang. Ihhh merinding banget, amit-amit."

"Udah-udah bahas pak Yanuar mulu, nanti panas kupingnya. Ini kita satu kelompok kan?" Shreya.

"Iyalah Re, kalo mau berempat cari aja yang lain. Bertiga aja juga gapapa si."

"Siap tuan muda Jalfie."

Ketiga nya kini ikut keluar karna jam kelas sudah habis. Saat nya berkumpul dengan ketiga teman yang lain, kantin adalah tempat yang paling di tuju oleh mereka, apalagi jika bukan untuk mengisi tenaga dengan makan.

Drttt drtttt

Ponsel Jalfie bergetar untuk beberapa saat. Pun Jalfie langsung merogoh kantong celana nya untuk mengambil ponsel pintar nya. Terlihat nama Bunda tertera di layar, tanpa membuang waktu Jalfie langsung mengangkat panggilan dari sang Bunda.

"Ya Bunda? Fie lagi jalan mau ke kantin nih, ada apa bun?"

"Fie, pulang dari kampus ada mau kemana dulu nak?"

"Ga ada si bun, kenapa emang nya? Bunda mau nitip sesuatu? Biar nanti Fie coba sekalian belikan."

"Enggak sayang, bunda gak mau nitip apa-apa. Cuma mau bilang, Fie bisa kan ya berarti langsung pulang kerumah pas balik dari kampus nanti?"

"Bisa bunda."

"Yasudah, hati-hati ya nak. Langsung pulang ya sayang, jangan kemana-mana dulu."

"Tapi Jalfie mam bakso dulu ya bun di kantin, bareng sama yang lain nih."

"Iya sayang, habis itu langsung pulang ya."

"Oke bunda."

Sambungan panggilan antara anak dan bunda itu pun terputus.

"Kenapa bunda lo Fie?" Theo bertanya.

"Gak tau tuh, nyuruh gue balik cepet aja si."

"Anak bunda mah kan begitu emang harus pulang cepet sebelum sore." Timpa Yantra.

"Awas Tra, nanti lo gak bakal dapet traktiran lagi dari si Jalfie. Muka nya udah jutek begitu ke lo tuh." Mahendra menimpalinya.

"Waduh waduh, ampun bos. Becanda aja kok suer." Jawab Yantra, sambil memperlihatkan jari telunjuk dan tengah serta cengiran yang langsung membuat Jalfie tampak muak melihatnya.

Jalfie jadi berpikir ada apa dengan Bundanya itu. Jarang sekali sang Bunda meminta dirinya untuk pulang lebih cepat, karna orangtuanya itu adalah tipikal yang tidak pernah mengatur sang anak.

Jalfie seperti terlihat kebingungan sekarang, memikirkan kenapa bundanya itu ingin sekali dirinya pulang lebih cepat. Seharusnya ia bertanya lebih dulu tadi di telpon, tetapi ia lupa.

Dengan begitu, Jalfie dengan cepat memakan bakso yang ia pesan itu. Semakin cepat ia menghabiskan nya, semakin cepat pula ia bisa langsung pulang terlebih dahulu. Jiwa penasarannya itu tak bisa di sembunyikan nya lagi. Membuat teman-temannya terheran dengan cara makannya Jalfie yang sangat begitu cepat kali ini. []



Happy reading 💖
Don't forget to give me some support, thank you.

Lecturer Husband Where stories live. Discover now