BAB 8

195 36 2
                                    

"Kenapa kamu ngeliatin saya terus?"

"Hah? Siapa yang ngeliatin siapa?"

"Kamu ngeliatin saya."

"Terlalu percaya diri banget, siapa juga yang liatin bapak? Apa bagus nya juga ngeliatin bapak."

"Tidak sopan cara bicara mu itu ke saya."

"Ini bukan lingkungan kampus jadi bapak bukan lagi jadi dosen saya."

"Iya tapi saya calon suami kamu."

Jalfie terdiam.

Saat ini Yanuar dan Jalfie sedang berduaan, membicarakan negosiasi tentang perjodohan ini katanya yang paling muda. Sebagai orang yang dewasa Yanuar tentu saja mengikuti nya. Keduanya kini berada di atap restoran dengan cahaya lampu kota yang masih menyala di mana-mana.

Angin sejuk menerpa wajah keduanya, langit diatas sana nampak sangat indah bulan dan bintang ada dimana-mana. Yanuar menatap Jalfie dalam diam, wajah anak itu benar-benar sangat cerah meskipun hanya dapat dilihat dari cahaya lampu atap restoran yang temaram.

"Cantik."

"Makasih."

"Bulan dan bintang nya, apa-apaan kamu bilang makasih kaya begitu. Kamu pikir saya lagi muji kamu?"

"Ya mana saya tau kalau bapak lagi muji bulan sama bintang nya, harusnya bapak pakai bahasa yang jelas bukan cuma bilang 'cantik' ya saya merasa lah, orang disini cuma ada saya dan bapak. Ga mungkin juga kan bapak muji diri sendiri 'cantik'."

Yanuar cukup takjub dengan Jalfie sebetulnya. Ketika berada di kelas nya, pria mungil itu memang tidak pernah terlihat serius ketika dirinya sedang menerangkan materi kuliah nya, tetapi Jalfie selalu mendapatkan nilai yang lebih dari cukup bagus. Kadang Yanuar berpikir apakah Jalfie ini memliki kepribadian ganda?

"Engga." Ucap Jalfie.

'Dia dengar apa yang saya ucap di dalam hati kah?'

"Engga, saya ga mau nikah sama bapak." Ucap nya kembali.

Yanuar terlihat membuang napas nya.

"Kenapa buang buang napas gitu?"

"Tidak."

"Yeu yaudah. Pokoknya saya ga mau nikah sama bapak."

"Kenapa tidak mau?"

"Simple aja si, bapak udah tua dan saya masih muda."

"Saya tidak setua yang ada di dalam pikiran kamu ya Jalfie."

"Ya tetap aja tua."

"Terserah kamu saja."

Setelahnya hanya ada keheningan yang menghampiri keduanya. Memikirkan hal yang secara tiba-tiba saja kedua orang tuanya menginginkan mereka menikah.

"Saya ga mau nikah sama bapak karna saya belum siap melepas masa muda saya, meskipun ayah dan bunda yang meminta. Saya masih mau jadi anak yang baru kemarin beranjak dewasa, menikmati masa muda dengan bermain-main. Lagipula saya juga belum lulus, saya takut kalau saya menikah muda dan pernikahannya gagal, saya ga mau jadi duda muda."

Yanuar sangat mengerti dengan apa yang di khawatirkan oleh Jalfie.

"Kecuali bapak mau kasih nilai saya A+ di semua tugas yang bapak kasih."

Yanuar mengerutkan dahi nya, menarik kata-kata yang sebelumnya ia ucapkan di dalam hati nya.

"Saya ga pernah mencampuri urusan pribadi dengan urusan pekerjaan, enak saja kamu seperti itu."

"Loh salah kah mengambil keuntungan yang dipunya dari calon suami dosen ini?"

"Kamu..."

"Pak, tolong beritahu mereka kalau kita ga setuju sama perjodohan ini. Saya ga berani menentang kemauan kedua orang tua saya, mungkin kalau bapak yang bilang bisa langsung di setujui sama mereka. Saya tau saya agak bandel, tapi untuk kali ini aja saya memohon sama bapak. Ya pak ya????!??" Jalfie memohon agar Yanuar bisa mengatakan ketidak setujuan keduanya menikah kepada kedua orangtua mereka.

Yanuar tampak sedang berpikir dan sesekali melirik Jalfie yang masih dengan muka memohonnya itu.

Kemudian Yanuar mengangguk-anggukkan kepala nya.

"Saya akan coba bicara pada mereka."

Jalfie tersenyum saking senang nya, ia tidak sadar bahwa dirinya kini memeluk Yanuar begitu erat.

Harum, Jalfie sangat harum hingga menenangkan pikiran Yanuar saat lelaki itu mencium wangi dari tubuh Jalfie yang saat ini masih memeluknya erat. []

Lecturer Husband Where stories live. Discover now