12. Jus Mangga dan Petaka

6.1K 667 8
                                    

.

.

.

Udah tiga hari Langit jadi pendiam.

Bahkan Nada sangat peka jika seakan Langit masih punya masalah.

Hari buat mereka lomba itu dua hari lagi. Sekarang Nada dan personil yang ikut lomba juga pada free.

Langit masih sembunyiin kepalanya di lipetan tangan. Dia masih ga mood untuk melanjutkan alur cerita.

Nada yang cemberut tidak punya teman ngobrol pun langsung mengelus rambut Langit pelan.

"Kalo mau jajan, duluan aja Da. Gue capek" Nada syok berat.

Cowok pecinta jajan ini capek jajan? Bahkan bisa jadi jajan tuh hobinya Langit.

"Lang? Lo kenapa?" Hanya gelengan kepala yang ia terima.

Nada merotasikan matanya malas "Lo ga habis di tolak doi lo kan?" Langit mendongak.

Iya juga, kemarin dia nonton streaming dan komen 'mau ga jadi pacar gue' dan tolakan mentah-mentah yang ia terima.

"Iya" Nada makin kaget.

Memijat pelipisnya pelan, Nada menarik tangan Langit dan pergi ke suatu tempat.

Langit yang ogah-ogahan hanya menyamai langkah atlet karate itu.

Berakhir di lapangan basket Indoor  yang masih dibuat latihan. "Tuh liat" Nada menunjuk kakak kembarannya yang sedang fokus dalam latihannya.

Langit melihat Leon yang berbeda dari biasanya.

Nada ngajak Langit duduk di salah satu bangku penonton "Leon belakangan ini latihannya serius dan bahkan sampe memaksakan diri."

"Ya... berakhir sakit empat hari dan itu buat Leon vakum dari basket" Nada menyenderkan punggungnya.

"Dan itu semua karena lo" Langit menatapnya.

Dia menyerngit "Gue ga suruh, lagipula konteks pernyataannya lo tuh muji gue atau ngehina?" Nada ketawa pelan.

"Gue muji lo Lang" Dia menatap Leon yang membidik bola ke keranjang.

"Ga biasanya Leon tuh serius gini" Dia menatap Langit penuh arti.

"Leon tuh minder sama lo" Langit ngga paham. Dia bahkan ga bisa main basket.

Terus perhatiannya terfokus pada Melvin dan Leon yang sama-sama unjuk gigi.

"Dia minder, orang disekitar lo tuh jago basket" Nada mulai berfikir siapa saja.

"Melvin, Galaxy, Yuko, sama... --" Nada menggeleng pelan.

"Sama Leon" Lanjut Langit.

Nada tersenyum, itu kalimat yang ia tunggu. "Dia tuh main basket karena terpaksa"

"Karena dia bingung mau ekskul mana, dan hari terakhir buat keputusan dia udah terlambat" Nad menggaruk tengkuknya.

"Dan cuma basket yang masih open member hari itu. Ya udah terpaksa Leon masuk kesitu"

Nada malah ketawa "Dan malah keterusan sampe dia jadi inti"

"So? Tujuan lo nyeret gue kesini karena itu?" Nada menggeleng.

"Engga, yakaki gue ngajak cuma ngasih tau sejarah" Nada mengangkat bahunya acuh dan dia mengeluarkan sebuah tiket.

"Ini buat lo, lo harus liat gue nendang muka lonte" Langit dikasih tiket kereta untuk menonton Nada di POPDA besok lusa.

Langit menerima dengan baik. Jarang-jarang dia naik kereta. Ini tuh first time buat dia.

"Thanks" Langit menyimpannya dengan baik.

"Dan bayarannya, lo lirik dikit perjuangan Leon dong. Greget gue soalnya"

-

Langit udah sampe tujuan.

Balai kota menjadi pusat untuk lomba. Langit menengok kesana-kemari ingin mencari stand jajan. Dan ternyata benar aja. Banyak makanan yang manjain perut dia.

Dari ujung ke ujung Langit cobain satu-satu. Mumpung dikasih uang lebih bundanya, oh iya sama Rafa juga.

"Aneh, enak gini ga ada yang beli" Langit menggigit tusukan yang berisi buntelan anget.

Jika membeli makan, maka wajib beli minum kan? Nah Langit yang capek juga milih duduk di salah satu stand.

"Mba, jus mangganya satu" Langit taruh semua jajanan di meja. Dia berniat nyantai dulu disini.

Lagipula ini masih upacara pembukaan.

"Engga ikut lomba dek?" Mbak-mbak penjual duduk di depan Langit.

Mungkin karena masih upacara pembukaan, semua peserta tidak boleh keluar.

Langit menggeleng "Engga, cuma liat temen" Dia menyeruput jusnya.

"Mba, mau?" Langit nawarin jajanan dia. Di mba geleng pelan.

"Ga usah, nanti dicariin temen kamu kalo makanannya ilang satu" Langit garuk tengkuknya.

"Ini semua punya gue mba" Terdiam. Mba-mba nya terlalu kaget.

Dia bandingin jajanan Langit sama tubuh Langit yang ga berisi sama sekali. Jadinya dia bingung.

"Oh... --" Si penjual kembali ke posnya karena ada pelanggan yang datang tiba-tiba.

"Jus wortel nya satu" Si mba mba sigap ngejusin pelanggan nya.

Langit yang udahan dan pengen eksplor lagi, dia buang sampahnya di tong dekatnya.

"Jadinya berapa mba" Itu, itu bukan Langit.

Mereka-- maksud gue Langit sama pelanggan tadi omongnya barengan.

"Eh!! Halo cantik" Cowok tinggi di depannya merapihkan bagian rambutnya.

Langit yang mengira kalau pujian itu untuk mba-mba nya memilih untuk acuh.

"Kok cuek gitu sih" Cowok itu merendahkan dirinya agar muka mereka bertemu.

Dan benar saja, Langit yang noleh hampir aja cium pipinya.

"Anjing!" Langit mengelus dadanya.

"Mulutnya kasar ya" Cowok itu mencubit pipi Langit pelan.

"Gila lo!!" Langit mengusap pipinya kasar lalu mengambil kembaliannya dengan terburu-buru.

Dia langsung ngacir buat menghindari makhluk pedofil itu.

"Cantik ya mba" Badannya bersender dimeja tempat jus jus di tata.

Cowok itu masih menatap Langit yang pergi dengan mengusap bekas cubitannya tadi.

"Mba nya juga cantik kok" Lanjutnya.

Si mba-mba cuma senyum canggung. Dia sedari tadi ga berani bicara.

"Sama pesen jus mangganya satu ya mba, buat si cantik" Dirinya terlalu narsis untuk itu.

Langit merinding karena sesuatu. Gila, tau gini ga akan iyain permintaan Nada!!

.

.

.

Bersumbang.

Next Hint: Nada.

Favorite Tritagonis [End]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant