Prolog

52K 3.2K 270
                                    

"Finally! My soul left my body!" sebuah kalimat  di ujarkan dalam hati oleh seorang gadis yang baru saja bunuh diri karena tak tahan pada tekanan bully yang di dapatnya dari sekolah di tahun akhir menjelang kelulusannya yang tersisa dua bulan saja padahal.

"Berarti sekarang aku sudah menjadi arwah penasaran dan siap menghantui orang-orang yang telah membully-ku seumur hidup!" Timpalnya masih dalam hati sampai kemudian ia menyadari ada nafas yang terhela dari bibirnya dan refleks memegang bagian itu serta memeriksa hidungnya berkali-kali.

"Lho!?" ia mulai panik karena bisa menyentuh dirinya sendiri bahkan memukul kepalanya. "Bukannya aku sudah logout?" kepanikannya tak berakhir disana, malahan itu baru awal dari kepanikan sebenarnya sebab ketika menatap lurus ke depan dapat dilihatnya seorang pemuda tengah menusuk sesuatu dalam kegelapan di sebuah gang.

Seketika ia teringat pada prolog dari sebuah novel yang ditulis oleh orang sinting yang tergila-gila pada pria redflag sehingga hampir keseluruhan karyanya berisi pria-pria gila yang mengejar satu wanita sampai mati.

Prince Brutality, novel yang sempat dibacanya beberapa hari lalu. Prolog yang digambarkan sangat mirip dengan keadaannya sekarang.

Seorang gadis berdiri di lorong gang sepi dan gelap tanpa sengaja memergoki seorang pemuda yang tengah melakukan pembunuhan ekstrim terhadap seorang wanita dibawah tiang lampu redup yang berkelap-kelip seperti scene dalam film horor.

Kalau sudah begini tanpa pikir panjang dan tanpa sempat memikirkan bagaimana ia bisa berada disini? ini transmigrasikah? fotosintesiskah? atau inikah yang dinamakan azab bunuh diri?

Gadis itu memundurkan langkahnya perlahan, pelan sekali, tanpa membuat suara sedikitpun karena tak mau pemuda yang ada di depan sana menyadari kehadirannya.

Ava Eulalie, identitasnya sekarang.

"Sedikit lagi, sedikit..." Ava meneguk ludah merasakan sesuatu seperti ingin keluar dari tenggorokannya. "Oh, tidak. JANGAN SEKARANG!"

Hikd—!

Satu cegukan lolos dari bibirnya dan sudah pasti pemuda itu mengetahuinya, terlihat dari tangannya yang berhenti menikam perut wanita yang menjadi korbannya dan beralih mengangkat kepala.

"Bagaimana ini!?" panik Ava dalam hati, bahkan ia bukan Ava yang sebenarnya tetapi ia dipaksa menghadapi situasi menakutkan macam ini.

Hikd—!

Cegukan lainnya terdengar dan sukses membuat pemuda itu menyadari kehadiran orang lain di sekitarnya sehingga tanpa pikir panjang dia menoleh dan menemukan seorang gadis berdiri di ujung gang.

"Hmm, dapat dua?" gumamnya menyeringai bak setan.

Ava meneguk ludah, di bawah penerangan lampu rusak dan sinar rembulan dapat dilihatnya rambut putih keabuan milik si pemuda berkilau. Posisi pemuda itu sebelum jongkok namun sekarang berdiri, berjalan mendekat ke arah Ava sambil memamerkan pedang berdarahnya seolah sedang membanggakan diri sekaligus memberi ancaman.

Ava akan teriak. "AA--apa kabar, bro?" namun meralat niatnya itu dan memilih berlagak sok akrab.

Kaki pemuda itu berhenti melangkah, satu alisnya terangkat mendengar penuturan yang seharusnya tak keluar dari mulut seseorang yang sebentar lagi akan menemui ajal.

Dilihatnya Ava pemuda itu berdiri diantara kegelapan dengan sepasang mata terus memperhatikan gerak-geriknya yang kini memilih untuk melangkah mendekat lebih dulu dan mengajaknya bicara.

"Selamat malam, Sir. Bagaimana harimu? Kau tidak takut berada di kegelapan sendirian?"

Seringai di bibir pemuda itu semakin jelas sekarang, Ava bisa melihatnya. Saat pemuda itu lalu berkata, menjawab pertanyaan darinya.

How To Survive From Sebastian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang