16. Cookies

15.8K 1.7K 369
                                    

Annelise sedang membersihkan jejak sepatu Sebastian saat membantu pemuda itu masuk ke dalam kamar dan membaringkannya di kasur sekitar sejam yang lalu. Melihat isi kamar sang tunangan yang berantakan, Annelise berinsiatif merapihkan dan membersihkannya sendiri tanpa meminta bantuan pelayan sebab Annelise itu... sangat mencintai Sebastian.

Jadi, tak heran ketika mendadak Sebastian sadar dari mabuknya dan meraih bahunya mampu membuat Annelise tersipu merona sampai ke telinga.

"Kau butuh sesuatu, Yang Mulia?" tanyanya penuh cinta.

Sebastian mengangguk, "aku punya satu permintaan dan kuharap kau bisa memenuhinya." Tangannya bergerak dari bahu Annelise menuju dagu gadis itu lalu mencengkramnya lembut tak lupa memberi tatapan berbinar disana.

"Yang Mulia ingin minta apa?" Annelise makin tersipu, dia mendadak lupa akan segala jenis kekasaran yang Sebastian lakukan padanya.

"Setiap hari..." Sebastian menjeda, wajahnya mendekat pada wajah Annelise hingga berjarak beberapa centi saja lalu menyambung. "Aku ingin kau mengantarkan kue keringnya lebih dulu padaku ketimbang ayah. Karena, aku ingin melihatmu duluan dan tidak suka jika ada orang yang mendahuluiku."

Ucapan itu semakin membuat Annelise terbang setinggi lagi, wajahnya merah terutama pipi, telinga, serta lehernya. Kulit gadis itu sangat putih makanya terlihat sekali ketika sedang tersipu malu.

"B-bisa!" angguk Annelise dengan senang hati, "setiap hari, mulai besok... aku akan antarkan lebih dulu padamu ketimbang pada ayah mertua."

"Bagus," Sebastian tersenyum dan beralih mengusap-usap lembut puncak kepala Annelise lalu memintanya keluar. "Aku akan membenahi diriku, kau bisa pergi."

Annelise tambah senyum. "Aku merasa senang sekali bisa melayanimu, Yang Mulia."

"Ya, membayangkanmu datang ke sini pagi-pagi sekali sudah membuatku merasa senang." Sahut Sebastian sambil menatap kepergian Annelise hingga pintu kamarnya ditutup dari luar oleh gadis itu.

Sebastian lalu bangkit dari sisi kasur dimana sebelumnya ia duduk di sana. Langkah pemuda itu masih sedikit gontai dan tak seimbang meski kini dapat dikatakan Sebastian 100% bisa mengendalikan pikirannya lagi.

Pemuda itu lalu mendekati salah satu laci yang ada di sisi kasur, berlawanan dari tempatnya semula. Menarik gagang bulat laci itu kemudian mengeluarkan sebuah botol bening dengan bubuk berwarna cokelat di dalamnya, mengisi hampir 3/4 botol seukuran jari manis pemuda itu.

"Aku butuh seseorang melakukan ini supaya tanganku tetap bersih," Sebastian menyeringai setan disana. "Terimakasih Annelise, kau mempermudah segalanya."

Sejak Sebastian meminta dibawakan kue lebih dulu dibanding ayahnya, Annelise selalu datang pagi-pagi sekali untuk mengetuk. Perempuan itu punya kebiasaan hanya membawa dua piring kue diatas mangkuk agar enak dipandang oleh matanya sendiri dan orang pertama yang menjadi destinasinya pagi ini adalah Sebastian, sang tunangan.

Annelise baru akan mengetuk saat Sebastian sudah lebih dulu membuka pintu dan menariknya masuk. Pemuda itu mengambil satu piring untuknya dan meletakkannya diatas meja lalu memeluk Annelise erat hingga gadis itu salah tingkah.

"Y-Yang Mulia... aku masih harus mengantarkan kue ini pada ayah mertua," ucap gadis itu diselingin kekehan geli saat Sebastian menggelitik pinggangnya dengan satu tangan sedangkan tangannya yang lain nampak mengeluarkan botol bening kaca itu dari balik sakunya.

Membuka tubuh botol itu dengan satu kali jentikan ibu jari lalu menuang sebagian serbuknya ke atas kue kering yang tersisa tanpa sepengetahuan Annelise lalu menyimpan botol itu kembali ke saku dan menarik diri.

How To Survive From Sebastian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang