Chapter two.

33 18 7
                                    

Seminggu setelah kejadian di balai pertemuan, keadaan Ayah mulai membaik. Luka-luka di wajahnya sudah mengering dan mulai sembuh.
Saat ini , aku sedang duduk bersama Ayah dan Ibu beranda rumah.

Ibu membuatkan bubur kacang hijau. Kemarin salah satu tetangga kami ada yang memberikan satu mangkung kecil kacang hijau yang dia tanam di belakang rumah nya. Rasanya sudah lama sekali aku tidak makan makanan selain roti panggang dengan selai apel dan itu membuat bubur kacang hijau yang saat ini  kumakan terasa begitu enak.

Dari kejauan terlihat Kakek Ahmed dan Arion berjalan menuju ke arah rumah kami. Namun, mereka tidak sendirian. Ada dua orang yang turut berjalan di belakang mereka.

"Halo,Ben." Sapa Kakek Ahmed ketika sudah sampai di beranda rumahku.

"Aku senang melihatmu sudah pulih." Lanjutnya.

Ayah tersenyum.

"Terimakasih karena sudah membelaku,Pak." Ujar Ayah.

"Ah, iya. Sudah seharusnya seperti itu kan? Mereka sudah keterlaluan." Ujar
Kakek Ahmed.

"Kita harus menghentikan mereka." Ujar Ibu. Dia masih sangat tidak terima atas apa yang Ayah alami.

"Kau benar." Ujar seorang pria berkulit hitam dengan kepala plontos yang datang bersama Kakek Ahmed dan Arion.

Aku,Ayah dan Ibu menatap kearah pria itu.

"Oh iya. Mereka datang dari sebuah desa yang jauh di bagian timur. Dia, Tim. Dan dia Runa." Ujar Arion menjelaskan kepada kami.

"Sepertinya kita harus membicarakan sesuatu di dalam. Ayo masuk!" Ajak Ibu.

Kami semua masuk ke dalam rumah. Ibu seolah mengerti sesuatu perihal kedatangan dua orang bernama Tim dan Runa ini. Apakah mereka sepasang suami istri yang sedang melakukan perjalanan? Tapi, bagaimana bisa mereka melewati perbatasan yang di jaga ketat oleh para tentara itu?

"Akan ku buatkan teh. Silahkan duduk." Ujar Ibu lalu beranjak menuju dapur.

Sementara itu aku duduk di samping Ayah sambil mencoba memahami apa yang sedang mereka bicarakan.
Ternyata mereka bukanlah sepasang suami dan istri. Mereka adalah silver blood, keturunan campuran dari ras white blood.
Mereka bisa melewati perbatasan karena memunyai kemampuan seperti bunglon, bisa berkamuflase dengan lingkungan sehingga membuatnya tidak terlihat untuk sementara waktu. Namun, mereka harus menahan nafas agar bisa melakukan hal tersebut, dan itu membuat kamuflase mereka tidak bertahan lama tapi cukup untuk bisa lolos  melewati perbatasan.

"Kemampuan setiap silver blood berbeda-beda. Ada yang seperti bunglon, ada yang bisa berteleportasi, mengendalikan air, dan berlari cepat seperti angin." Tambah Ibu yang sambil menyuguhkan teh.

"Aku menyukai interior rumah ini." Ujar Runa tiba-tiba sambil menatap sekeliling ruang tamu rumah ku.

Rumah ku adalah tipe rumah semi permanen, dimana setengah nya di bangun oleh batu , dan setengah nya lagi oleh kayu. Ibu bilang saat menikah dengan Ayah, ia ingin tinggal di rumah yang persis seperti rumahnya saat masih kecil, dan Ayah membuatkam rumah ini untuk nya. Ibu tidak pernah bercerita di daerah mana dulu dia tinggal, namun yang jelas dia bukan dari Waerebo, dia di sini karena menikah dengan Ayah.

"Bagaimana Ibu bisa tahu kekuatan para silver blood?" Tanyaku.

"Ah, itu. Ibu dulu sering bepergian. Kau ingat kan cerita Ibu? Ibu sering bertemu dengan mereka dan punya beberapa teman silver blood."

Dan untuk pertama kalinya, aku bari tahu bahwa di dunia ini ada ras silver blood.

"Lene, di dunia ini banyak berbagai hal unik dan menarik. Suatu saat kau akan tahu.Bahkan seharusnya setiap daerah memunyai satu pemimpin, yang bisa melindungi penduduk nya. Namun sejak Cleon menjadi Raja,para pemimpin itu di bunuh." Ujar Ibu.

MUTINEERS Where stories live. Discover now