Chapter Three.

29 17 3
                                    

Aku dan Arion bersahabat sejak kecil. Namun usia Arion lebih tua dua tahun dariku. Dulu aku sering ikut Arion memanen jagung bersama Kakek Ahmed. Arion hanya tinggal berdua dengan Kakek nya. Aku tidak tahu pasti tentang orangtua Arion karena dia tidak pernah menceritakan nya kepadaku. Bahkan ketika aku mencoba bertanya kepadanya, dia akan terlihat sangat marah. Sementara Istri dari Kakek Ahmed, Nanek Arion, meninggal saat Arion belum lahir karena serangan jantung.

Yang aku tahu, Arion adalah manusia, tidak ada campuran dari ras lain. Dia memiliki tinggi sekitar 180cm dan rambut bewarna coklat tua yang selalu dia cukur saat sudah mulai panjang sampai ke telinga. Sejak kecil dia sangat cerdas dan kuat. Dia bisa mengangkat dua karung jagung seberat tujuh puluh kilogram di punggung nya sekaligus saat berusia sembilan tahun.Itu adalah bakat alami nya sebagai manusia.
Sebagai anak ras campuran, aku tidak merasakan hal aneh apapun sejak kecil. Aku tumbuh layak nya manusia biasa. Begitu juga dengan Ayah, aku tidak pernah melihat nya mengeluarkan kekuatan apapun. Aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan Ayah dan Ibu, selama ini kami benar-benar hidup sebagai manusia biasa, tanpa kekuatan apapun.

Waktu menunjukan pukul delapan malam. Setelah makan malam, kami bersiap-siap untuk melakukan perjalanan. Rasanya sedih ketika menyadari bahwa aku akan meninggalkan Ayah dan Ibu dalam waktu yang cukup lama. Namun jika ini tidak aku lakukan, kekuasaan Master de Cleon tidak akan bisa di gulingkan. Aku sudah muak hidup seperti di dalam perjara,muak setiap hari memakan roti panggang dengan selai apel, serta muak melihat penduduk desa ini di peras habis-habisan oleh kerajaan.

"Semua kebutuhan mu ada di dalam tas. Semoga kau berhasil,sayangku. Ibu menyayangimu."

Aku memeluk Ibu dan Ayah dengan sangat erat, seolah ini adalah pertemuan terakhir kami.

"Kalung ini akan berguna suatu hari nanti. Jagalah dengan baik."

Ayah memakaikan kepadaku sebuah kalung  liontin berbentuk kunci dan di hiasi batu permata berbentuk mawar berwarna biru.

"Aku sayang kalian

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku sayang kalian. Aku harap bisa kembali secepatnya." Kataku sambil kembali berpelukan dengan mereka.

"Jangan terlalu buru-buru dalam melakukan sesuatu. Dan ingat, hanya dengan hati kau bisa melihat warna asli dari sesuatu yang membuatmu ragu." Bisik Ibu. Aku mengangguk pelan.

Ayah dan Ibu melepaskan kepergianku dengan penuh senyuman.

Setelah beberapa kilo meter berjalan menjauh dari rumah, kini kami mulai memasuki hutan. Udara terasa sangat dingin. Aku memasukan tanganku ke dalam saku jaket.
Cahaya bulan yang menerobos masuk melalui celah pepohonan yang menjulang tinggi cukup menjadi petunjuk jalan kami untuk menyusuri hutan ini.

Tidak ada percakapan yang berarti yang terjadi di antara kami berempat. Tim dan Runa bahkan tidak berbicara sama sekali. Hanya aku dan Arion yang sesekali saling bertanya apakah salah satu dari kami merasa tidak baik-baik saja. Sepanjang perjalanan aku selalu memperhatikan Tim dan Runa yang berjalan di depan, mereka nampak memiliki usia yang sama, dan juga mereka sangat dekat layak nya saudara. Namun sepertinya mereka hanya seorang teman sejak kecil, karena warna kulit mereka sangat berbeda, sehingga tidak mungkin memiliki hubungan keluarga.
Runa memiliki kulit berwarna kuning langsat, dengan rambut hitam lurus dan panjang sebahu dan warna mata hazel sama seperti warna mataku dan Arion. Sementara Tim memiliki kulit berwarna hitam pekat, dengan warna mata hijau muda seperti pucuk daun. Tinggi Tim dan Runa tidak berbeda jauh, Tim sekitar 178cm sementara Runa sekitar 175cm. Dan aku merasa sangat kerdil saat ini, tinggiku hanya 165cm. Sangat berbeda jauh dengan Tim,Runa dan Arion.

MUTINEERS Where stories live. Discover now