JIL02

120 47 41
                                    

Hallo Sobat!

"Bukannya suka sama seseorang itu nggak butuh alasan, ya? Sama halnya kayak gue suka sama Narendra. Nggak butuh alasan."
— Ayana Cecilia

★★ HAPPY READING ★★

Sesuai perintah Helga kemarin, mau tidak mau Ayana harus merelakan jam istirahatnya. Tidak masalah jika perintahnya adalah bagian dari tugasnya. Toh tiap hari Rabu-Kamis ia tidak istirahat karena mengisi siaran. Namun, mencari narasumber dan wawancara itu bukan bagian dari tugas Ayana. Apalagi ini udah ke empat kalinya.

Sebenarnya Ayana sudah menolak keras, tapi semalam Helga memberondong banyak pesan dan telefon. Apalagi sempat mengancam akan loncat dari balkon kamarnya ke balkon kamar Ayana. Itu sebab kamar mereka berhadapan, hanya berjarak satu meter setengah saja.

Di temani oleh Selvi, Ayana mencari keberadaan Narendra di sekolah. Tujuan pertamanya adalah ruang OSIS yang terletak di lantai pertama, bagian pojok dari sisi lapangan. Bisa dibilang ruangan OSIS memiliki luas yang lebih besar dari organisasi lain. Ditambah dengan fasilitas tiga AC dan dua kasur berukuran sedang.

Ingin rasanya menyuruh Selvi untuk meminta fasilitas ruangan ASIK agar sama dengan ruangan OSIS. Namun, pasti akan ditolak langsung oleh Selvi. Pasalnya hawa ruangan organisasinya sangat panas. Padahal sudah dipasang dua kipas angin.

"Maaf, ya, gara-gara gue minta temani lo cari Naren, lo harus ikut merelakan jam istirahat." Ayana meminta maaf pada Selvi sepanjang jalan hingga membuat gadis berambut gelombang itu mendengus.

"Lo udah minta maaf ke gue sebanyak empat kali karena hal ini doang. Bilang sekali lagi, gue tampol lo." Ayana terkekeh pelan mendengarnya. "Lagian kok lo nggak nolak aja sih? Ini kan bukan tugas lo," lanjut Selvi menceramahi Ayana.

“Kata siapa gue nggak nolak? Kan kemarin udah nolak. Eh kok malamnya spam chat sama telefon, mana ancam mau loncat ke balkon gue lagi,”

“Mantan lo udah gila,” lanjutnya menceritakan kejadian semalam. Padahal semalam Ayana lagi mengerjakan PR sejarah, tapi malah diganggu oleh tuyul.

Entah mengapa, mendengar penjelasan dari Ayana membuat hatinya berdenyut sakit. Selvi tertawa sedikit untuk mengalihkan pikiran negatif dan rasa sakitnya. “Gitu juga dia sahabat kecil lo.”

“Nah itu, mentang-mentang gue sahabat kecilnya jadi seenak jidatnya lempar tugas.” Ayana mendengus kesal. Sifat Helga yang satu itu kadang sering membuat darah Ayana mendidih.

Beruntung kemarin Helga melemparkan tugas itu lewat telefon. Kalau bicara langsung, mungkin akan mendapat serangan maut dari Ayana.

"Tapi, nggak apa-apa deh, sekalian modus dekatin Naren." Ayana tersenyum manis. Setelah penantian lama, akhirnya ia bisa melakukan aksi modusnya ke sang pujaan hati. Semalam ia sudah menyiapkan hatinya agar tidak gugup.

"Dasar cegil,"

"Ini tinggal masuk doang, kan?" Tanya Ayana saat keduanya sudah sampai di depan pintu ruangan OSIS.

"Ketuk dulu lah. Kalau main masuk yang ada lo nanti di nyinyirin mereka," bisik Selvi takut kalau didengar seseorang.

"Iya juga. Heran banget dari banyaknya organisasi di sekolah kita, kenapa cuman OSIS doang yang kelihatannya songong, ya? Padahal cuman babunya sekolahan," balas Ayana berbisik.

Journal In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang