Bab 2. Tekad Winda

4.6K 185 3
                                    

Awal mulanya Winda sama sekali tidak mengenal Keenan. Namun, saat pertama kali melihat sosok Keenan, dia langsung menyukainya. Tubuh kokoh dan atletis Keenan dan wajahnya yang begitu tampan, membuat Winda jatuh hati, dan berpikir pria ini bisa memberinya perlindungan dan rasa aman selamanya. Namun, ternyata Keenan tampaknya sudah bosan dengannya, dengan sikap acuh tak acuh dan dingin yang dia tunjukkan akhir-akhir ini, sering bertemu sahabatnya, Beno, seorang mantan tentara, di sebuah café atau klub malam, dan intensitas bertemu Dinar yang dia duga semakin sering.

Sampai saat ini Winda tidak mengerti akan sikap Keenan tersebut. Ingin dia sudahi pernikahan ini, tapi dia mencintai Keenan. Lagi pula, Keenan tidak pernah menalaknya atau menyinggung perceraian. Hanya saja sikapnya memang lebih dingin dan tidak sehangat biasanya. Terutama saat disinggung Dinar, si gadis manja kesayangan.

Winda menghela napas panjang, "Aku ... nggak ngerti," mengeluhkan sikap suaminya di depan Sandra.

"Kamu nggak ngerti karena kamu terlalu dalam mencintai Keenan," tanggap Sandra, lalu dengan hati-hati dia melanjutkan, "Apalagi posisi kamu lemah, Win. Kamu belum memberinya anak. Aku khawatir itu bisa jadi alasan Keenan yang bosan. Maaf menyinggung ini lagi."

Winda tidak tersinggung dengan ucapan Sandra, dia menilai pernikahannya baik-baik saja tanpa anak, dan Keenan tidak pernah pula menyinggungnya.

"Keenan nggak pernah singgung tentang anak, Sandra," ujar Winda pelan.

Sandra menghela napas panjang, "Suatu saat pasti dia menyinggungnya. Kamu kan tahu keluarga besar Keenan yang sok kuasa, memiliki kedekatan dengan Beno, yang hanya eks militer, ya ... walaupun katanya sekarang terlibat dalam intelijan negara, kalo aku sih nggak peduli."

"Yang penting bagiku Keenan tidak sampai berhubungan badan."

Sandra menggeleng menertawakan kenaifan Winda. "Winda. Jangan bodoh." Sandra tersenyum sinis, mengamati wajah cantik Winda, perempuan baik hati dan cerdas, juga memiliki kepribadian yang kuat. Dia sudah mengenal Winda sejak SMA, banyak sekali laki-laki yang menginginkan Winda, yang cantik, pintar, dan latar belakang keluarga yang sangat kaya. Sayang sekali Winda pasrah saat dijodohkan, hingga pada akhirnya dia jatuh cinta.

Sandra menggeleng, menyesalkan keadaan rumah tangga Winda yang kurang baik sekarang, dan Winda sedang dalam keadaan bimbang.

"Lambat laun, mereka berdua bisa lebih dekat," gumam Sandra, yang siap-siap merokok. "Apalagi kan Keenan sudah menikah, tidak mungkin dia betah didiamkan," lanjut Sandra sembari melirik ke arah sela paha Winda.

Baru saja Sandra terpikir akan kedekatan Keenan dan Dinar yang bisa jadi lebih jauh bak suami istri, ponsel Winda berbunyi.

Mata Winda terbelalak, dan dia berseru tertahan, "Ya Tuhaaan."

Winda memegang dadanya, berusaha kuat menahan kekecewaannya saat melihat foto-foto di layar ponselnya, suaminya yang sedang tidur di dalam sebuah kamar, yang dia tidak tahu di mana.

Sandra mengambil ponsel dari tangan Winda, ikut melihat foto-foto selfi Dinar, dan ada Keenan di belakangnya sedang tidur, tampak tubuhnya yang setengah telanjang berselimut tipis.

Winda syok, pandangannya seketika buram, pikirannya melayang entah ke mana. Tidak menyangka perbuatan suaminya. Sandra langsung berhenti menghisap rokok, meletakkannya di tepi asbak. Sandra merangkul bahu Winda erat dan menenangkannya.

"Tetap tenang, Winda. Hadapi ini dengan kuat."

"Di mana dia, Sandra. Dia mengaku sedang di Palangkaraya."

"Sudahlah. Jangan dipikirkan soal itu. Kamu tenangkan diri kamu. Atur siasat."

***

Winda tidak mengerti akan sikap suaminya yang makin menjadi-jadi, dia tidak berdaya saat mempersoalkan Dinar di depan Keenan selama ini, dan Keenan selalu membela Dinar. Dia tidak tahan lagi, dan bertekad untuk menggugat cerai. Terlebih, Keenan tidak membalas pesannya yang menanyakan keberadaannya. Winda tidak percaya Keenan tengah melakukan perjalanan bisnis ke Palangkaraya, dia pasti sedang asyik bercinta dengan Dinar, perempuan yang selalu menjadi persoalan di dalam rumah tangganya.

Benar apa yang Winda duga, Keenan ternyata sedang menginap di rumah Beno, dia mengetahuinya lewat informan yang dia sewa.

Lelah dengan masalah rumah tangganya yang itu-itu saja, dan dia tidak mampu membendung perasaan tidak sukanya dengan sikap lemah Keenan serta sikap Dinar yang besar kepala, Winda mengikuti saran Sandra untuk tetap tenang dan menunjukkan sikap yang elegan, tanpa harus memohon-mohon kepada Keenan. Sudah waktunya Winda berontak dan mengambil sikap tegas.

Keesokan paginya, Sandra mendatangi rumah Winda, membawa perlengkapan penyamaran, berupa wig dan kacamata hitam, juga make up.

"Aku yakin Keenan pasti tidak menyangka bahwa ini adalah istri yang dia abaikan," gumam Sandra sambil memperbaiki pakaian Winda, sebelum mendatangi rumah Beno.

"Dia tidak mengabaikan."

Bibir Sandra mencebik, "Sampai detik ini pun kamu tetap membelanya," cibirnya.

"Tapi pada akhirnya aku akan meminta cerai."

Sandra menatap wajah Winda dengan perasaan bangganya. Winda masih bisa berpikir dengan tenang dan tidak gegabah memikirkan masalah dalam rumah tangganya. Masih mengingat betapa rapuh Winda saat melapor kepadanya bahwa dia sudah meminta Keenan menceraikannya tahun lalu, dengan masalah yang sama. Akan tetapi, Keenan menolak keinginannya bercerai, dan Winda kembali goyah hingga tetap meneruskan pernikahan. Lagi pula, dia tidak memiliki cukup bukti-bukti untuk bercerai. Kini, dia sudah memilikinya, dan mantap bercerai.

Dalam perjalanan menuju alamat yang diberikan seorang informan, Winda malah mengingat momen pernikahan. Pagi itu, tepat pada saat Keenan membalas ucapan papanya di depan meja pernikahan, Winda sempat melirik ke arah seorang gadis cantik yang duduk di antara keluarga Keenan, mengusap pipinya yang basah. Satu bulan menikah, dia akhirnya mengetahui bahwa gadis itu adalah adik sahabat Keenan yang merupakan eks tentara.

Keenan mengakui kedekatannya dengan Dinar, mengatakan bahwa Dinar sudah kehilangan sosok ayah sejak lahir. Keenan menyayangi Dinar bak adik sendiri. Terlebih, sebelumnya Beno sering bertugas di luar daerah, membuat Dinar benar-benar

kesepian dan membutuhkan kasih sayang.

"Apa salah aku mempersoalkan Dinar, ha? Kamu selalu membelanya!"

"Winda, sudahlah. Kamu terlalu cemburuan!"

"Dia menyukai kamu, Keenan! Aku bisa lihat dari tatapan matanya."

Keenan menatap wajah Winda dengan geram, "Lihat dirimu! Betapa beruntungnya kamu, kamu punya segalanya, orang tua lengkap, harta benda yang tidak habis-habisnya! Kamu bandingkan dengan Dinar. Kamu terlalu berlebihan menilainya, dia tidak punya niat apa-apa. Aku menyayanginya dan dia membutuhkanku."

Pertengkaran tahun lalu itu kembali singgap di benak Winda. Di mata Keenan, Dinar adalah gadis baik, tapi di matanya, Dinar adalah gadis licik. Entah siapa yang benar, tapi pada akhirnya Winda merasa dirinya tidak salah dan dia yakin dia benar, setelah melihat foto-foto Dinar yang centil selfi di dekat tubuh Keenan yang setengah telanjang.

"Dia menginginkan perang. Baiklah."

Bersambung\

Pilihan SulitWhere stories live. Discover now