Bab 131. Maaf Ratri

1K 135 3
                                    


Winda terdiam menunduk, menenangkan perasaannya. Pada akhirnya dia menyadari bahwa dia tidak seharusnya berprasangka buruk terhadap Hikam atau Bening. Dia belum bertemu Hikam dan mendapat kejelasan langsung dari Hikam. Dia pun menuruti saran Keenan untuk menghubungi mamanya.

"Halo, Ma."

"Winda. Ada apa nelfon malam-malam begini? Olivia sudah tidur?"

Winda senang mendengar suara lembut mamanya. Mamanya tidak pernah bosan menanyakan putri cantiknya. "Mama ada rencana pergi besok?" tanyanya.

"Nggak, Winda. Besok abangmu datang ke rumah. Sebenarnya tadi dia berencana datang ke rumah, tapi dia batalkan."

Ah, kebetulan sekali, Winda membatin. "Oke, Ma. Aku datang besok ke rumah Mama."

"Sama Olivia, 'kan?"

"Iya."

Keenan tersenyum senang melihat wajah Winda setelah menghubungi mamanya. Dia yakin bahwa tidak ada masalah yang serius dengan rumah tangga Hikam.

"Jadi?"

"Besok kita ke rumah mama."

"Bukan itu, maksudku jadi kita—" Keenan memainkan jari-jarinya ke arah dirinya dan Winda.

"Keenan. Bukannya kamu masih bekerja?"

"Besok saja aku lanjutkan. Ayolah."

Winda tertawa kecil, dia mendekati Keenan yang masih duduk di atas kursi kerjanya. Keenan langsung mendekapnya erat, meremas bok*ngnya sambil lalu menaikkan rok, dan menepis kuat pant*t Winda.

Dengan kasar, Keenan membalikkan tubuh Winda, dan menurunkan celana dalam Winda, lalu dengan cepat dia menurunkan celananya.

"Akh," erang Winda ketika tubuhnya ditarik paksa Keenan untuk duduk di atas pangkuan Keenan. Anggota tubuh bawah Keenan langsung melesat masuk ke dalam tubuh Winda dari bawah.

"Keenaaan."

"Iya, Sayang."

Keenan memutar posisi kursinya menghadap ke meja kerja, agar Winda bisa memegang sisi meja untuk menopang tubuhnya yang didesak Keenan.

"Oooh, Keenaaan." Winda merasa agak pegal karena posisi ini kurang nyaman baginya.

"Sebentar lagi, Sayang. Aaakh."

Winda menghela lega saat Keenan mengalami pelepasan. Dia membalikkan tubuhnya dan memburu bibir Keenan, mencium dan melumatnya.

Keenan lalu memangku tubuh Winda, sambil memeluknya. "Kamu kurang relaks."

"Iya."

"Bagaimana tawaranku?"

"Tawaran apa?"

"Menginap di hotel."

Winda tertawa menggeleng.

"Besok kita titip Olive di rumah mama, bilang semalam saja. Lalu kita jemput anak lucu itu besoknya." Keenan menepuk-nepuk perut Winda. "Ya?"

"Tergantung—"

"Tergantung apa?"

"Kabar dari Bang Hikam, kalo kurang bagus, aku nggak mau."

"Baiklah."

Keenan tidak mau memaksa, dia pahami kekhawatiran Winda tentang Hikam. Keduanya sangat dekat, dan Winda tidak ingin ada masalah pelik dalam rumah tangga Hikam.

Keenan memperbaiki celananya, dan juga celana Winda. Kemudian keduanya ke luar dari ruang kerja, menuju kamar.

Malam itu, setelah mandi dan membersihkan diri, Keenan tidak langsung tidur, sedangkan Winda yang sudah wangi dan bersih sudah rebah di atas kasur empuk.

Pilihan SulitWhere stories live. Discover now