Bab 130. Resah Bening

923 137 2
                                    


Dinar dan Bik Ndari terbengong-bengong mendengar penjelasan Bening mengenai hubungan asmaranya yang tiba-tiba dengan Hikam, suami dari "majikannya", yang tidak lain adalah pemilik rumah di mana tempatnya bekerja. Terutama Dinar, dia tampak menahan napas selama Bening bercerita panjang lebar. Ada ketakutan luar biasa ketika membayangkan Bening yang bekerja di rumah Hikam, sementara Bening sendiri memiliki hubungan khusus dengan Hikam. Namun, dia merasa lega karena Bening mengatakan bahwa Hikam sudah bercerai dari Hilda, dan Hilda sendiri sudah mengetahui Hikam yang menyukai Bening.

"Jadi Bu Hilda juga akan menikah dengan pacarnya?" Dinar bertanya ingin memastikan bahwa Bening baik-baik saja.

"Iya."

"Duh, kalo banyak uang dan relasi, segala urusan bisa lancar begitu," gumam Bik Ndari. Dia menggeleng-geleng mendengar cerita Bening tentang rumah tangga Hikam yang sangat kacau. Jika Dinar menunjukkan kebahagiaan saat mengetahui Bening berhubungan dengan Hikam, yang berasal dari keluarga kaya raya, sebaliknya Bik Ndari justru masih menyembunyikan keresahan. Dia belum benar-benar ingin 'melepas' Bening. Apalagi Bening mengaku bahwa hubungan ini belum diketahui keluarga Hikam.

Lagi asyik-asyiknya berbincang dan bergosip, Dinar dipanggil mamanya ke kamar. Sejak Beno berpacaran dengan Sandra, Dinar kerap tidur dengan mamanya.

"Kamu yakin dengan Pak Hikam?" tanya Bik Ndari saat Dinar sudah tidak ada lagi di antara mereka.

"Iya, Bik. Aku ... aku sudah dekat dengan Pak Hikam," jawab Bening gugup.

"Dekat ... yang bagaimana? Berhubungan badan?"

"Bik, bukan itu. Aku sudah sangat dekat dengan Pak Hikam, aku jatuh cinta kepadanya."

Bik Ndari tampak pasrah dan menghela napas panjang mendengar pengakuan Bening yang agak berani. "Bibik hanya khawatir kamu nanti dipermainkan, dia belum bercerita serius kepada Bibik, ya ... mungkin karena kita semua sibuk dengan keluarga Mbak Sandra."

Bening jadi merasa bersalah melihat wajah khawatir Bik Ndari dan dia memahaminya. Dia memang tidak pernah membuat Bik Ndari khawatir karena selama ini dia selalu menuruti kata-kata Bik Ndari, termasuk masalah jodoh.

"Dia baru saja duda, Bening. Kamu yang harus banyak sabar," ujar Bik Ndari akhirnya. Bagi Bik Ndari, Bening terlalu cepat menerima Hikam tanpa berpikir panjang, apalagi sudah menyinggung pernikahan, sementara Hikam baru saja menyandang status duda. Bening lagi-lagi memahami apa yang dikhawatirkan Bik Ndari, dan dia juga menyadari bahwa dirinya begitu cepat jatuh cinta.

***

Mendengar cerita Beno yang sedang menghadapi masalah keluarga, Hikam tertarik membantu. Apalagi ini berhubungan dengan hal-hal yang tidak masuk akal, dan masih terkait dengan perbuatan mama Beno di masa lalu. Hikam tergerak ingin tahu lebih dalam, karena dia juga pada akhirnya akan berhubungan lama dengan Beno, yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Bening. Hikam sudah menyatakan kepada Beno bahwa dalam waktu dekat dia akan menikahi Bening, mungkin dia yang lebih dulu menikah daripada Beno dan Sandra.

"Halo, Ma. Aku nggak jadi ke rumah Mama malam ini, besok aku akan ke sana." Hikam langsung menghubungi mamanya karena malam ini dia akan menginap di rumah Beno, besok dia dan Beno akan pergi ke Puncak, menemui keluarga mendiang Wak Tatang dan menyelesaikan masalah Beno.

***

Winda tidak tahu apakah dia harus melapor kepada mamanya tentang apa yang Sandra laporkan kepadanya bahwa Hikam datang ke rumah Beno bersama Bening, atau tidak. Dia yakin mamanya pasti akan bertanya-tanya dan pikirannya yang terganggu. Membayangkan mamanya panik dan langsung bercerita ke papanya, membuat Winda agak trauma dengan yang dia alami sebelumnya.

"Keenan, boleh aku ganggu sebentar?" tanya Winda ke Keenan yang sedang duduk di depan layar komputer besarnya di ruang kerjanya. Sepertinya Winda akan melaporkan ke Keenan saja, dan meminta pendapat Keenan soal Hikam.

Keenan melepas kacamatanya dan menghentikan pekerjaannya, menghadap ke Winda yang menyender di meja kerja. "Ada apa?"

Winda sempat menahan diri, karena wajah Keenan menunjukkan keletihan. Dia mendekati belakang Keenan dan memberi pijatan lembut.

"Aaah," desah Keenan lega karena hampir dua jam dia menghabiskan waktu di depan layar komputer

"Keenan, kamu tahu, Hikam datang di acara silaturahmi keluarga Beno dan Sandra malam ini."

"Oh ya?" Keenan mendongakkan kepalanya dengan mata terpejam, menikmati pijatan Winda.

"Dia datang bersama Bening."

"Bening? Saudaranya Beno?"

"Iya, yang cantik itu."

Keenan terkekeh pelan. Winda selalu memuji gadis bening itu, dan Bening memang cantik.

"Bening kan bekerja di rumah Hikam."

"Ha? Masa?"

"Aku lupa memberi tahu kamu karena saking sibuknya. Beno yang cerita kepadaku tentang Bening yang sekarang bekerja di rumah Hikam menjadi asisten kedua Hilda."

Winda memelankan pijatannya.

"Lebih keras, Winda Sayang. Aku nggak sempat bercerita kepadamu karena kamu lihatlah ... aku sibuk, aku bahkan tidak punya waktu bercinta denganmu. Bagaimana besok malam, kita ke hotel, lalu menitipkan Olive ke Kak Cindy. Kangen bercinta brutal denganmu."

Winda berdecak, tapi dia kembali memijat punggung Keenan.

"Kenapa? Kamu curiga Hikam dan Bening ada main?"

"Ya, tentu saja. Sandra bilang Bang Hikam pegang-pegang pinggang Bening dan Bening berdandan sangat cantik malam ini. Mereka berpasangan."

"Jangan berprasangka buruk dulu."

"Aku sudah mencoba menghubungi Bang Hikam, tapi nggak dia angkat hapenya."

"Ya, mungkin dia punya urusan bisnis dengan Beno."

Winda menggeleng tidak percaya. Yakin Hikam memiliki hubungan khusus dengan Bening.

Keenan mendengar deru napas dari tubuh Winda yang berdiri di belakangnya. Deru napas yang menunjukkan kekecewaan dan kegeraman.

Keenan membalikkan badannya, dan memegang kedua tangan Winda. "Hei, Hikam tidak seperti yang kamu pikirkan. Kita nggak boleh berprasangka buruk dulu."

"Aku benci perselingkuhan, Keenan."

"Winda. Aku mengerti kamu membenci itu, tapi lebih baik kamu tunggu waktu yang tepat untuk bertanya ke Hikam."

"Sampai kapan aku menunggu? Dia sedang cuti minggu ini."

"Hei." Keenan mengerti Winda memikirkan abangnya, dan mengkhawatirkan rumah tangganya. Tidak Winda saja, tapi juga mama dan kakak perempuannya juga berpikiran yang tidak-tidak tentang Hikam yang terkesan tidak peduli dengan anak yang sedang dikandung istrinya, serta Hikam yang terlihat tidak semangat sejak menikah, juga desas desus Hikam yang lebih sering menginap di apartemen dari pada di rumahnya sendiri.

"Kita tunggu saja. Atau kalo kamu benar-benar khawatir, kamu hubungi mama dan kita pergi ke rumah mama besok, lalu kita bicarakan tentang Hikam baik-baik, bila perlu kita tanyakan langsung ke Hikam."

Bersambung

Pilihan SulitWhere stories live. Discover now