Roni Hilang

14 8 0
                                    

"Nggak ada orang, Ron. Elu yakin kan lihat ada orang yang ke sini dengan wajah yang sama dengan gue?" tanya Satria saat dia memeriksa kamar mandinya.

Namun, orang yang di maksud Roni itu tidak ada sama sekali. Hanya keran di wastafel yang dibiarkan menyala.

"Gue yakin banget kok. Lah terus kalau bukan si itu yang ngasih handuk ke gue, gimana caranya gue keluar dari kamar mandi? Masa bogel?" Roni yang tidak mau dianggap pembohong itu pun mengungkapkan apa yang dia alami.

Satria sekali lagi memeriksa kamar mandi, tapi tetap tidak menemukan jejak apa pun. Dia kemudian menutup pintu kamar mandi, hingga pandangannya tertuju pada jendela kamarnya yang belum ditutup.

"Elu kok lihat jendela masih terbuka gini kagak ditutup sih? Maghrib loh ini, kata kakek ku bilang kalau Maghrib semua pintu harus ditutup. Kalau nggak bakalan ada makhluk lain yang masuk ke rumah," omel Satria.

"Ya maaf, Sat. Gue lupa tadi. Oh iya, sebelum gue mandi, gue sempat liatin rumahnya Sekar. Dari kamar itu, gue lihat ada sosok perempuan yang menatap ke sini. Cuman tuh gue gak bisa lihat wajahnya, ketutupan rambut panjang dia. Apa dia Sekar?" ujar Roni sambil menunjuk ke arah jendela kamar rumah Sekar yang masih terbuka lebar.

"Hust! Jangan menunjuk gitu, bego lu! Sekar rambutnya cuman sebahu. Sedangkan yang elu lihat itu gue yakin bukan Sekar, tapi demit!" tegur Satria.

Sehubungan dengan Satria mengatakan hal demikian, sebuah suara benda jatuh terdengar begitu nyari dari lantai bawah.

"Ada apa, Sat?" tanya Roni yang mulai ketakutan.

"Mana gue tahu, kita periksa dulu ke bawah," jawab Satria.

Satria bergegas ke sumber suara. Karena tidak mau ditinggal Satria, Roni langsung menyusul.

"Jangan tinggalin gue, Sat," rengek Roni.

"Buruan!"

Suara derap langkah keduanya seakan menggema, Satria dan Roni merasa seperti tengah berlari di dalam gua.

"TV lu jatuh, Sat. Kok bisa?" tanya Roni, saat keduanya mengetahui benda apa yang jatuh tadi.

Satria mengangkat bahunya, tanda dia tidak tahu apa yang terjadi. Padahal TV tabung jadul itu cukup berat bahkan jika Satria mengangkatnya sendiri dan TV itu juga sudah tidak digunakan lama.

"Ini padahal nggak ada angin topan, kok bisa jatuh gini, Sat. Beneran deh rumah elu angker, Sat," bisik Roni.

Satria tidak menjawab apa yang dikatakan temannya, apa yang dia tahu rumah peninggalan kakeknya ini tidak pernah ada kejadian begini sebelumnya.

Semua terasa normal saja, bahkan sewaktu Satria masih kecil saja tidak ada kejadian menyeramkan. Satria tidak begitu ingat apakah saat itu, keluarga Sekar sudah menjadi tetangganya. Kalau rumah bergaya Belanda yang kini menjadi rumah Sekar itu memang sudah ada sejak lama.

"Ron, gue mau periksa ke luar. Elu mau tetap di sini atau ikut gue?" Setelah cukup lama terdiam, Satria memutuskan untuk mendatangi rumah Sekar.

Satria sangat yakin, semua teror yang dia alami ada sangkut pautnya dengan keluarga Sekar.

"Gue ikutlah, masa elu tega ninggalin gue di sini. Emang elu mau ke mana?"

"Gue mau ke rumah Sekar. Gue yakin mereka yang menyebabkan ini semua," ucap Satria.

"Gila lu, Sat. Masa elu mau ke sana. Kalau benar mereka yang meneror kita, apa yang akan elu lakukan?"

"Gue nggak tahu, yang penting gue mau ke sana. Gue cuman mau mastiin apakah benar mereka yang ganggu kita. Kalau mereka itu keluarga normal pastinya mereka nggak akan marah, bukan?"

Roni sedikit setuju dengan apa yang Satria katakan. Namun, dia tidak setuju dengan rencana Satria yang ingin melabrak keluarga Sekar.

"Buruan kalau mau ikut," ajak Satria.

Mau tidak mau, Roni pun mengikuti langkah Satria. Ya lebih baik dia pergi berdua dengan Satria dari pada dia terkurung di rumah yang diteror makhluk gaib.

Gemerisik suara daun di pepohonan, entah kenapa jauh lebih menyeramkan dari pada biasanya. Hawa dingin yang mulai menyerang pun menambah kesunyian malam itu. Tidak ada seorang pun yang lewat, biasanya ada bapak-bapak yang melewati rumah Satria jika ingin ke Masjid.

Roni berjalan begitu mepet dengan Satria, tak lupa matanya juga mengamati sekeliling.

"Elu yakin akan baik-baik saja, Sat? Gue kagak mau mati muda dan konyol, Sat."

"Ssst.... Diem, Ron. Jangan ngomong kayak gitu."

Setelah berjalan selama beberapa menit, keduanya kini sudah berada di depan rumah Sekar. Dari luar rumah Satria mencium aroma bunga melati yang begitu menyengat.

Saat itu juga Satria memperhatikan sekeliling, tapi tidak ada siapapun. Hanya rengekan Roni yang ketakutan.

Tok... Tok... Tok...

Satria mengetuk pintu beberapa kali, tapi tidak ada yang menyahut dan membukakan pintu untuk mereka.

Tok... Tok.... Tok...

Satria kembali mengetuk pintu, firasatnya makin tidak enak. Aroma melati yang dia cium beberapa saat lalu, kini berganti menjadi aroma busuk yang teramat menyengat.

"Elu nyium bau bangkai nggak, Ron?" tanya Satria. Satria berusaha menenangkan diri, dengan berfikir kalau apa yang dia cium itu hanya imajinasinya saja.

"Gue enggak nyium bau apa-apa, Sat. Emang kenapa, Sat?" tanya Roni.

Satria menggeleng, saat dilihatnya wajah Roni yang sudah mulai memucat. Ketegangan itu kian mencekam saat pintu rumah Sekar terbuka sendiri.

"Sat, pintunya kebuka," bisik Roni.

Satria mengangguk, dia menimbang-nimbang terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.

"Elu yakin kita boleh masuk?" tanya Roni.

"Kalau dibukakan itu artinya dia meminta kita masuk bukan?" Satria bertanya balik pada Roni.

Keduanya kemudian masuk ke dalam, kali ini Satria dapat merasakan energi negatif yang begitu kuat. Padahal mereka baru menginjakkan kaki ke dalam rumah.

Brak!

Pintu depan yang tadinya terbuka itu tiba-tiba tertutup rapat, bahkan terkunci.

"Sat! Gawat kita nggak bakalan bisa keluar dari sini," gumam Roni.

"Tenang, Ron. Kita belum memeriksa rumah ini kan? Mungkin saja pintu ketutup karena angin," balas Satria.

Roni menatap Satria dengan tatapan tidak percaya, gimana bisa angin menutup pintu dan menguncinya? Padahal di luar juga tidak sedang hujan angin.

Satria sebenarnya juga tidak yakin dengan apa yang dia katakan, tapi jika Roni sudah ketakutan begitu dia juga tidak bisa menunjukkan kalau dirinya juga ketakutan.

"Ayo kita periksa lebih lanjut, sepertinya tidak ada orang di dalam," bisik Satria.

Roni kembali terpaksa mengikut langkah Satria.

"Kita berpencar atau barengan gini, Ron?"

"Nggak! Gue nggak mau mencar. Kalau gue kenapa-kenapa gimana?"

Satria pun tidak bisa memaksa untuk mengikuti sarannya. Jadilah keduanya mulai bergerilya mengamati lantai bawah rumah tersebut.

"Gue nggak bisa lihat apa-apa, Sat. Cuman bulu kuduk gue merinding semua. Rumah ini jauh lebih menyeramkan dari pada rumah elu, Sat," gumam Roni.

"Gue juga ngerasa hal yang sama. Apa lagi dari tadi gue ngecium bangkai busuk dan bau melati," jawab Satria.

Satria lupa dulu saat kakeknya bercerita, jenis makhluk gaib apa yang ada di sekitarnya jika dia mencium kedua bau tersebut. 

"Ron, kita naik ke lantai atas ya," usul Satria. Namun setelah Satria menengok kebelakang, dia tidak menemukan Roni.

"Ron? Roni, elu di mana?" panggil Satria.

Pantas saja dari tadi dia tidak mendengar suara Roni, ternyata temannya itu tidak ada bersamanya.

Sekar ( Penghuni Rumah Nomor 13 )Where stories live. Discover now