Bayangan Hitam

6 4 0
                                    

Aroma anyir menyeruak di sepenjuru arah. Karena sudah terbiasa dengan kegelapan, mata Roni kini dapat melihat sekitarnya dengan sedikit lebih jelas. Dari apa yang dia lihat tempat itu tidak jauh beda dengan ruangan pada umumnya, hanya saja yang membedakannya bau anyir dan kemenyan makin kuat.

"Temanmu ada di sebelah sana." Mbah Joko berjalan ke salah satu ruangan dengan pintu yang memiliki ukiran patung iblis.

"Mbah, ini hanya perasaan saya saja atau memang mata patung itu melirik ke arah kita?" bisik Roni.

Pemuda itu makin memepetkan dirinya pada Mbah Joko, sungguh mengerikan kalau tiba-tiba dia dilahap oleh makhluk tak kasat mata yang bersembunyi di balik patung tersebut.

"Kamu tidak salah lihat, memang benda itu hidup. Abaikan saja, itu tidak akan bisa keluar dari tempatnya. Ya setidaknya selagi aku ada di sini."

Mendengar hal itu Roni berpindah ke sisi lain Mbah Joko. Menjauhi ukiran patung yang masih terus memelototinya.

"Jangan bilang saya ini calon mangsanya, Mbah?" bisik Roni.

"Hahaha... Iya benar. Mereka kan suka dengan manusia penakut seperti kamu. Makin kamu takut, mereka makin senang dan semangat untuk mengganggumu," usik Mbah Joko.

"Duh, Mbah. Jangan nakutin dong. Bukannya nenangin biar saya nggak takut gini."

"Loh, ngapain? Kan aku bicara hal yang sebenarnya. Ingat anak muda, kita itu manusia yang jauh lebih sempurna dari pada makhluk tersebut. Tidak seharusnya kita tunduk pada makhluk terkutuk itu. Makin kamu takut, kekuatan mereka makin besar," ujar Mbah Joko.

Brak!

Brak!

Di saat keduanya masih berbincang, terdengar suara keributan dan raungan dari arah yang berlawanan. Suara yang Roni kenal, walau dengan tekanan berbeda.

"Mbah, itu suara Satria. Dia ada di sini! Cepat Mbah, kita harus menyelamatkan Satria...!"

"Iya." Langkah Mbah Joko lebih cepat dari sebelumnya. Raut wajah teduh lelaki itu kini berubah menjadi serius. Roni juga mendengar Mbah Joko menggumamkan sesuatu.

Ketika keduanya telah sampai di tempat asal suara itu, pemandangan yang ada di depan mereka membuat bulu kuduk meremang.

Roni tidak bergeming ketika dia melihat Satria yang tengah bertingkah laku tidak lazim, sahabatnya itu merangkak dan merayap seperti Peter Parker. Hanya yang membedakan jika Peter Parker terlihat keren dalam aksinya, berbeda dengan Satria. Satria begitu menyeramkan di mata Roni. Dengan sorot mata tajam dan iris mata Satria yang sebelumnya kecoklatan berubah menjadi merah menyala.

Grrr...!

Grrr...!

Suara yang keluar dari mulut Satria terdengar seperti binatang buas yang tengah kelaparan. Beberapa kali Satria menabrakkan dirinya di pintu ruangan yang seperti penjara. Tubuh Satria penuh luka cakaran, entah karena dirinya sendiri atau ada makhluk lain yang melakukannya.

"Jangan-jangan Satria nanti ngomong aing maung.." celetuk Roni.

Entah dari mana datangnya pikiran tersebut, yang jelas Roni pernah menyaksikan video serupa di yutup. Suasana yang sebelumnya mencekam dengan celetukannya yang spontan itu sedikit mengurangi rasa takutnya.

"Mbah, temen saya kenapa bisa gitu loh. Dia salah makan apa?" tanya Roni.

"Dia sekarang bukan temanmu lagi.  Tubuh temanmu sudah diambil alih oleh iblis itu."

"Lalu, apa yang harus kita lakukan, Mbah. Masa temen saya jadi maung jadi-jadian begitu," protes Roni.

Kalau saja dia membawa ponselnya, dia pasti merekam kelakuan Satria saat ini. Memang Roni ini teman tidak punya akhlak! Namun biar pun begitu, Roni termasuk teman yang setia kawan. Buktinya dia tidak melarikan diri saat ada hal buruk yang terjadi.

"Akan aku coba untuk membawa kembali temanmu," ucap Mbah Joko.

Roni mendengar Mbah Joko melafalkan ayat Al-Qur'an, yang dia tidak tahu apa artinya.

"A'udzu biwajhillahil Kariimi wa bikalimaatillahit Tammaat Allatii Laa yujaawizu Hunna barru wa Laa Faajirun min syarri Ma yanzilu minassamaai wa min syarri ma ya'ruju fiiha wa minsyarri ma dzaro fil ardhi wa min syarri ma yakhruju minha wa min fitanil laili wannahari wa min thowaariqil laili wannahaari illa thoriqon yathruqu bikhoirin Ya Rohman."

"Berhenti!"

"Berhenti!

Brak!

Brak!

Brak!

Saat lantunan ayat-ayat Al-Qur'an mengalun di dalam bangunan tersebut, Satria mengamuk sejadinya. Wajah Satria yang berkulit putih itu kini memerah, keringatnya bercucuran. Kedua bola mata Satria hampir lepas dari tempatnya. Sepertinya sesuatu yang mengontrol Satria tidak berdaya dengan ayat suci Al-Quran yang dilantunkan oleh Mbah Joko.

"Mbah, kasian Satria. Dia kesakitan begitu. Tolong berhenti Mbah...." gumam Roni yang tidak tega akan keadaan temannya.

"Diam! Jangan bodoh kamu! Saat seperti ini harusnya kamu bantu aku, baca ayat kursi yang mudah. Jika kamu ingin temanmu kembali padamu!" hardik Mbah Joko.

Mbah Joko kembali melakukan apa yang dia lakukan sebelumnya, lelaki tua itu pun menyiprati Satria dengan air yang dia bawa. Tentu saja air itu sudah dibacakan do'a terlebih dahulu.

"Panas!"

"Panas!"

Dari tubuh Satria mulai keluar asap hitam yang sedikit demi sedikit menyeruak dan membentuk bayangan hitam yang teramat besar dan tinggi.

Bruk!

Setelah bayangan hitam itu sepenuhnya keluar dari tubuh Satri , pemuda itu pun terjatuh dan tidak sadarkan diri.

"Satria!" Seru Roni.

Roni menghampiri pintu tersebut, berusaha membukanya tapi nihil. Tidak ada gembok, dia tidak tahu bagaimana mengeluarkan Satria dari dalam sana.

"Jangan khawatir, temanmu baik-baik saja. Dia hanya pingsan. Biar aku buka pintu ini," ucap Mbah Joko.

Lelaki itu kemudian berjalan ke arah ujung kanan pintu, menempelkan tangannya dan membacakan sesuatu. Secara ajaib pintu yang semula menjadi penyekat itu hilang tak berbekas.

"Nah, pergilah. Temui temanmu."

Tanpa diberi perintah kedua kali, Roni langsung berlari dan meraih tubuh Satria. Ketika kulit tangannya menyentuh tubuh temannya itu, rasa panas terbakar dirasakannya.

"Sat, bangun Sat. Satria..." Roni mengguncangkan tubuh Satria sekuat yang dia bisa. Namun sayangnya dia tidak ada hasil.

Satria masih terbujur kaku, dengan suhu tubuh seperti ayam yang habis dipanggang.

"Mbah, Satria panas banget. Dia juga nggak mau membuka matanya. Apa ada yang salah dengan Satria Mbah?" tanya Roni dengan khawatir.

Mbah Joko turut duduk di dekat Satria, decakan kesal terdengar, " Apa temanmu ini sudah bertemu dengan Sekar?"

"Sudah, Mbah. Beberapa kali," jawab Roni seketika."

"Sialan..."

Mbah Joko kemudian meletakkan tangannya pada kepala Satria, dibacakannya ayat-ayat Al-Qur'an. Cukup lama Mbah Joko melakukan hal tersebut, terkadang tubuh Satria kejang dan mencoba menghalau tangan Mbah Joko.

Roni menelan ludah beberapa kali, dia tidak tahu apa lagi yang terjadi dengan temannya. Apakah Sekar yang membuat Satria seperti sekarang ataukah iblis yang diceritakan Mbah Joko dalang dibalik semua kejadian tersebut?

Sekar ( Penghuni Rumah Nomor 13 )Where stories live. Discover now