Apakah Benar Mimpi?

10 7 0
                                    

"Sat... Satria! Bangun woy sudah siang!"

Capek juga Roni membangunkan Satria, dia baru tahu ternyata Satria tipe orang yang susah dibangunkan.

"Gue siram nih kalau kagak bangun juga!"

Meski diancam sedemikian rupa pun, Satria masih enggan membuka kelopak matanya.

"Bener-bener ya nih anak!"

Karena kesal dengan kelakuan Satria, Roni mencubit keras lengan kekar Satria dan ternyata usahanya kali ini membuahkan hasil.

"Aduh! Sakit! Siapa sih yang nyubit!" Satria melompat dari ranjangnya saat dia merasa sensasi menyengat di kulitnya.

"Nah, bangun juga akhirnya! Dasar kebluk! Matahari sudah tinggi kamu masih tidur saja!" Omelan Randy membawa kembali kesadaran Satria.

Pemuda itu memeluk sahabatnya itu, dengan begitu dia dapat memastikan bahwa orang yang ada di hadapannya itu benar Roni.

"Woy, gila ya! Ngapain peluk-peluk gini? Gue masih lurus ya, nggak bengkok! Lepasin gue, Sat!"

Roni yang risih dengan perubahan sikap Satria mencoba memberontak, tapi sayangnya tubuh Satria tidak bergeming sama sekali. Bodohnya Roni, tentu saja dia akan kewalahan menghadapi tenaga mantan atlit taekwondo.

"Sat! Elu kenapa sih? Gue risih tahu!" seru Roni. Dijewernya telinga Satria, barulah Satria mau melepaskan tubuhnya.

"Sorry, Ron. Gue cuman bersyukur kamu akhirnya sudah balik lagi. Gue khawatir banget, elu semalam di mana? Kok ngilang gitu aja? Tahu nggak apa yang gue alami setelah elu ngilang," tutur Satria.

Roni mengerutkan dahinya, dia tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Satria. Atau lebih tepatnya ingatan Roni tentang kejadian semalam sudah dihapus. Siapa yang menghapus ingatan Roni?

"Elu ngelindur ya? Ngomong apaan? Semalam kita bukannya main PS 5 sampai ketiduran? Gue bangun pas banget Adzan Subuh. Gue coba bangunin elu tapi elu kagak bangun-bangun," balas Roni.

"Hah? Main PS? Kita?" Satria terlihat seperti orang linglung yang mempertanyakan kembali apa yang Roni katakan.

"Iya lah, kita. Elu dan gue, emang di rumah ini ada siapa lagi selain kita berdua?" tanya Roni heran.

Roni menyangka Satria yang baru bangun tidur punya kebiasaan aneh seperti itu, bisa jadi bahan informasi yang akurat ini bagi para pemuja Satria.

"Elu beneran nggak ingat, Ron? Semalam kita itu nggak main PS, tapi pergi ke rumah Sekar. Saat baru masuk dan kita memeriksa ruang tamu rumah Sekar, elu tiba-tiba ngilang gitu aja."

"Trus elu tahu nggak apa yang terjadi sama gue? Gue hampir mati di tangan Noni Belanda, hantu atau penunggu di rumah tersebut," imbuh Satria.

"Ah elu! Kalau ngomong yang bener dong. Orang kita nggak kemana-mana, aku nggak mungkin 'kan ngarang cerita? Elu palingan kebawa mimpi, tuh game PS juga masih belum diberesin. Elu tahu sendiri gue nggak bisa nge-game sendiri, pasti gue bakalan nyari lawan main," tutur Roni.

Mulut Satria melongo saat mendengar penjelasan sahabatnya, jika apa yang dikatakan Roni kalau begitu kejadian semalam itu gimana cara menjelaskannya?

Apa Noni Belanda itu yang menghapus ingatan Roni tentang kejadian semalam?

"Sudah jangan kebanyakan ngelamun. Kesambet nanti. Buruan mandi kek apa kek, gue laper. Kita cari makan di luar sana," titah Roni.

Roni meninggalkan kamar Satria, dia ingin memanaskan motornya. Jadi saat Satria sudah selesai dengan aktivitasnya, keduanya bisa langsung pergi mengisi perut.

Seperginya Roni, Satria turun dari ranjang dan berjalan ke arah jendela kamarnya. Dia melihat kamar di rumah Sekar. Kamar yang menjadi tempat pergulatan dirinya dengan makhluk itu.

"Kenapa hanya Roni yang ingatan semalam dihapus? Kenapa mereka membiarkan aku mengingat semuanya dengan begitu jelas? Sebenarnya apa yang mereka rencanakan?"

Semilir angin pergantian musim kemarau ke musim penghujan, udaranya sungguh tidak enak di badan. Kalau kata salah satu temannya dulu, situasi itu disebut prangpang.

Lima menit lamanya Satria mengamati rumah Sekar, tapi tidak ada tanda penghuni rumah itu membuka jendela kamar. Padahal jendela itu selalu terbuka tanpa mengenal jam.

"Kenapa Sekar menolongku? Lalu sebenarnya dia kenapa? Kenapa Noni Belanda itu seolah menguasai Sekar? Ada rahasia apa di keluarga itu?"

Lagi-lagi pertanyaan Satria menguap di udara. Tidak ada yang menjawab. Iya tentunya seperti itu, memang selain Roni siap yang akan menjawab rentetan pertanyaan Satria.

Ditutupnya kembali jendela kamarnya, dia pun beralih menuju kamar mandi.

Dibukanya satu persatu baju yang membalut tubuhnya, pandangan Satria dibuat kaget lagi saat dia melihat banyaknya memar dan bekas cengkeram di lehernya.

"Apa-apaan ini? Kalau ada luka begini, itu artinya apa yang aku alami semalam itu benar adanya. Aku tidak ngelindur. Berarti emang benar juga ingatan Roni semalam dihapus," ucap Satria.

Satria berdiri diatas westafel yang terdapat kaca cukup besar, pemuda itu mematut dirinya cukup lama di depan cermin.

Ingatan gimana dia dilempar dan makhluk itu mencengkram dirinya, terasa begitu nyata. Dia juga ingat dengan Sekar yang mencoba menolongnya. Lalu, ingatan terakhir yang dia ingat adalah ketika Pak Baskoro datang ke ruangan tersebut.

"Ada yang nggak beres emang dengan keluarga itu. Namun, gimana caraku untuk membuktikan apa yang aku alami? Lalu, gimana caranya aku kembali ke rumah? Bukannya semalam aku pingsan di kamar itu? Apa yang terjadi dengan Sekar setelah itu?"

Acara mandi yang biasanya cepat, kali ini begitu lama. Satria membiarkan tubuhnya di bawah guyuran air keran yang dingin. Kepalanya serasa ingin meledak jika mengingat kembali kejadian semalam.

"Woy! Sat! Sampai kapan elu mandi! Buruan, gue laper!" Suara teriakan Roni dari luar kamar mandi, baru mengembalikan Satria dari pikiran kusutnya.

"Iya benar kata Roni, mending sekarang makan dulu. Lalu lanjut mikir lagi," gumam Satria.

Dia mematikan keran air, mengenakan handuk dan memakai pakaian. Rambut basahnya dibiarkan saja begitu, setidaknya kepalanya masih terasa dingin dan tidak mengebul karena kebanyakan mikir berat.

Cklek!

Keluarnya Satria dari kamar mandi disambut dengan serangkaian keluhan Roni.

"Gila ya, elu mandi apa sedang ikut ujian? Lama amat! Gue dari pagi nunggu elu, lapar banget tahu nggak. Gimana sih."

"Iya, iya, maaf. Jangan bawel. Sudah kita turun ke bawah, gue traktir deh."

Mendengar kata traktir yang keluar dari mulut Satria, langsung saja mood Roni yang uring-uringan langsung sumringah.

"Beneran ya elu yang traktir? Gue mau beli makanan yang banyak!"

Roni berjalan mendahului Satria, hatinya bahagia bukan main. Jarang-jarang dia ditraktir Satria, aji mumpung yang tidak akan Roni tolak.

Langkah keduanya terhenti ketika seseorang mengetuk pintu depan, keduanya pun berpandangan seolah saling mentransfer pertanyaan melalui mata mereka.

"Siapa yang bertamu?" 

Satria mengangkat bahu tanda dia tidak tahu, tubuh Satria membeku saat dia membuka pintu dan melihat orang yang datang ke rumahnya.

Sekar ( Penghuni Rumah Nomor 13 )Donde viven las historias. Descúbrelo ahora