Tanpa Kabar

49 7 5
                                    

Langit memeluk tubuh Karin yang terus berteriak histeris di atas makam sang Kakak - Kenzo Aliansyah.

Kemarin pagi, saat Langit tertidur kembali. Ia kembali terbangun karena pekikan suara mesin EKG. Langit langsung memanggil dokter dan Karin pun ikut membuka mata, gadis itu terkejut saat terbangun mendapati sang Kakak yang sudah tidak bernyawa.

Masih Karin ingat, kata-kata terakhir yang di ucapkan sang dokter pada Langit.

'Kenzo Aliansyah telah wafat pukul 09.10 Menit pada tanggal 22 Januari 20XX'

'Maaf Mas, kami tidak bisa menyelamatkan pasien,'

Sejak saat itu, dunia Karin terasa runtuh. Keluarga satu-satunya yang ia miliki telah pergi meninggalkan nya. Karin benar-benar sendiri sekarang.

"Karin... Sudah, ayo kita pulang. Awan sudah gelap, Rin," ucap Langit seraya mengelus punggung Karin yang masih enggan untuk bangkit dari pusara sang Kakak.

"A-aku pulang kemana sekarang Lang, rumah ku sekarang benar-benar sepi. Bang Kenzo, pergi Lang..." Langit menepuk-nepuk punggung Karin pelan, mencoba menenangkan gadis itu.

"Ada aku Rin, kamu masih punya aku. Kenzo juga akan selalu ada disisi kamu Rin. Kenzo tidak sepenuhnya meninggalkan kamu, Rin," ucap Langit lembut.

"Bang Kenzo... A-aku mau Bang Kenzo, Lang," Langit menganggukkan kepalanya. Disaat seperti ini, ia hanya bisa mengiyakan saja kan?

"Pulang yuk, nanti keburu hujan. Kenzo juga pasti bakalan marah sama kamu, kalau kamu nggak mau pulang, dan memilih hujan-hujanan yang berakhir sakit,"

"Kamu jangan pernah berfikir bahwa kamu sendirian. Kamu punya aku, punya Genta, punya teman-teman yang lain," ucap Langit lagi.

"Genta... Genta tidak menyukai ku, Lang," lirih Karin seraya mendongakkan kepalanya, menatap kedua manik hitam milik Langit.

"Genta bukan tidak menyukai mu, tapi memang seperti itu Genta pada perempuan selain keluarga nya,"

"Sudah yuk kita pulang," Karin menganggukkan kepalanya lirih, sebelum ia bangkit, ia mengusap pelan batu nisan sang Kakak. Disana, nama Kenzo Aliansyah tertulis.

"Bang... Aku pulang ya, aku bakalan kangen sama Bang Kenzo. A-aku sayang Abang, tolong selalu datang ke mimpi ku... Tolong..."

Karin pun mengecup batu nisan itu dengan diikuti tetesan air mata nya yang menetes di batu nisan sang Kakak. Karin pun bangkit, dan berdiri yang diikuti oleh Langit, setelah menaburkan bunga di pusara Kenzo.

'Gue balik Zo, gue bakalan jaga Karin kaya lo jagain gue dulu. Lo yang tenang disana, thanks untuk segala pengorbanan lo untuk gue," batin Langit seraya menatap awan yang mulai menggelap.

Langit pun mengajak Karin untuk meninggalkan pemakaman, kedua nya masuk ke dalam mobil dengan Langit yang menggenggam tangan Karin. Mobil hitam milik Langit melesat meninggalkan pemakaman.

"Anter langsung aku ke rumah ku saja Lang," ucap Karin.

"Nggak mau ke rumah ku? Disana ada Mama dan Papa, ada Mbak Aruni juga. Kamu nggak akan sendirian," ucap Langit seraya melirik kearah Karin yang sedang memejamkan mata nya.

"Nggak perlu Lang, aku di rumah aja," ucap Karin lirih. Langit tak bisa memaksa, jika itu kemauan Karin, ia bisa apa?

"Oh ya, aku belum kasih tahu Genta sama yang lain, berita duka ini. Ponsel ku baterai nya habis," ucap Langit.

"Nggak apa-apa, Lang. Aku bukan Islam yang harus tahlilan kaya di agama kalian,"

Langit menganggukkan kepalanya, ia jadi tersadar kalau mereka beda keyakinan. Ah... Padahal tadi saat prosesi pemakaman kan ia yang menemani Karin mengkremasi Jenazah Kenzo.

Dia LangitWhere stories live. Discover now