Prolog

54.3K 3.3K 161
                                    


"Jeno ayo buruan, Dek."

"Abang, kaki adek nyangkut."

Sang Abang mendengar keluhan adiknya langsung melepaskan ransel dengan asal dan meletakkannya dibawah. Melihat adiknya yang sedang menarik kaki kiri yang tersangkut di sela-sela besi pagar membuat Mark mau tidak mau menarik sedikit paksa, waktu mereka tidak banyak.

"Adek berhenti menangis! Abang tidak fokus kalau kamu masih menangis, dek!" Tegas Mark ketika melihat mata Jeno yang mengeluarkan air mata.

Tangan mungil Jeno mengelap air matanya dengan cepat. Lalu membantu sang abang menarik kakinya yang masih saja tersangkut, Mark yang pertama kali berhasil lolos dari sela-sela pagar yang sempit dengan mudah. Namun, Jeno sang adik yang sedikit memiliki badan berisi membuatnya kesusahan.

"Abang susah, apa badan adek terlalu besar ya abang? Bagaimana ini abang?" Tanya Jeno membuat konsentrasi Mark yang masih berusaha menarik kaki adiknya dengan susah payah terpecah belah.

"Tenang saja." Kata Mark menenangkan.

Walaupun ini sangat susah, keyakinan Mark sangat meningkat. Ia tidak ingin mengambil resiko ketahuan kabur dan berakhir di adopsi dengan orang-lain. Ia tidak ingin pisah dengan adik gembrot dan super cerewatnya ini.

"Tapi kaki adek gembrot abang, itu susah dan sakit." Keluhnya kembali membuat Mark akhirnya berhenti membantu mengeluarkan kaki sang adik.

"Jeno." Desis Mark yang mulai kesal, ia menatap adiknya tajam.

Jeno yang ditatap seperti itu langsung cepat-cepat menarik kakinya kembali, "Lepaskan dulu sepatu Adek, nanti Adek tarik abang yang dorong dari dalem pager ya." Katanya cepat.

Mark hanya mendengus. Kenapa tidak dari tadi memberi ide sih.

"Nah berhasil!" Kata Jeno kesenangan.

Lalu Jeno menatap Abangnya yang masih berjongkok dibawah sambil menatap kedepan, dimana rumah yang sudah mereka tinggalin selama 7 tahun lamanya. Pilihan yang awalnya tidak akan mungkin dilakukan oleh anak berumur 8 tahun, namun melihat adiknya yang selalu berteriak ketika ingin di adopsi orang-lain membuat Mark sang kakak mengambil pilihan tersebut.

"Adek, gak menyesalkan? Abang gak tau gimana nantinya diluar sana." Kata Mark dengan lirih.

Jeno menatap Abangnya dengan cepat, mengambil tangan Sang Abang dan menggenggamnya dengan erat. Tangan bocah mungil itu saling menggenggam satu sama lain.

"Selagi Adek selalu sama Abang, Adek gak akan pernah menyesal." Kata Jeno. Mark menatap adiknya dengan haru, adiknya terlalu kecil untuk menghadapi semuanya ini.

"Adek padahal bisa tinggal dan hidup layak dirumah orangtua baru kamu, ketimbang ikut Abang." Kata Mark membuat Jeno menatapnya sinis.

"Terus kita pisah? Abang, Adek maunya sama Abang. Gak mau sama yang lain. Nanti yang mandiin adek siapa? Kalau bukan Abang." Ujar Jeno dengan polosnya.

Mark terkekeh, benar sekali. Adiknya ini tidak bisa apa-apan tanpa dirinya. Membawa Jeno ikut kabur bersamanya merupakan pilihan terbaik untuk saat ini.

"Oke, Abang ngerti. Sekarang kita pergi ya."

Jeno mengangguk. Mark dengan sigap memasang ransel untuk dirinya sendiri dan tak lupa memasangkan juga ke adiknya. Lalu menggantungkan botol minum bergambar Doraemon keleher sang adik.

Mereka berdua kembali mengaitkan jemari satu sama lain. Menatap lurus ke arah rumah bergaya minimalis yang di halangin pagar tinggi, beberapa menit hingga kedua bocah itu melangkah pergi meninggalkan rumah panti yang telah membesarkannya hingga kini.

 Menatap lurus ke arah rumah bergaya minimalis yang di halangin pagar tinggi, beberapa menit hingga kedua bocah itu melangkah pergi meninggalkan rumah panti yang telah membesarkannya hingga kini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



• About Mark
Mark, hanya itu yang ia tau namanya. Kata Ibu Panti dulu Mark ditinggalkan didepan pagar Panti saat berusia satu tahun, dengan kotak kardus berisi bayi mungil yang baru saja lahir. Orang yang tega membuangnya hanya memberikan surat berisi nama yang mereka tuliskan "Mark, 1 Tahun" karena itulah Mark tidak ada Marga. Mark sudah didewasakan dengan keadaan, diumur yang cukup tergolong sangat belia ia sudah mampu mengasuh adiknya dengan baik. Ia tidak pernah merengek menanyakan kemana kedua orangtuanya hingga kini juga dia tidak pernah ingat seperti apa ibu dan ayahnya. Mark tidak pernah menangis, bahkan saat adiknya pernah ingin diadopsi ia hanya diam lalu bersembunyi dikamarnya. Mark sangat menyayangi Jeno melebihi apapun, hanya adiknya yang ia punya satu-satunya di dunia ini.

• About Jeno
Yang Jeno tau saat ini, hanya memiliki Abang Mark di hidupnya. Abang Mark yang membesarkannya hingga kini. Abangnya itu yang memberikan kasih sayang padanya. Jeno tidak bisa apa-apa tanpa Abang Mark. Itulah yang selalu ia ucapkan pada orang penghuni panti. Jeno tumbuh menjadi bocah gembul karena abangnya yang selalu menyuapinya, tapi mengapa hanya ada Abang Mark dihidupnya? Itulah yang selalu membuat Jeno menangis di tiap malam, abangnya hanya menenangkan dengan memeluknya tiap malam. Jeno tumbuh dengan baik, bahkan bocah kecil itu lebih sering membuat kenakalan menganggu anak panti lainnya ketimbang Mark yang jauh lebih kalem. Jeno lebih lincah badannya gesit kesana kemari untuk mengusili apa yang baru saja ia lihat dengan mulut yang terus saja mengunyah.

Choose Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang