𖤐06. Air Mata Awal (1)

106 8 0
                                    

Di antara semua orang yang ada di kelas ini, kenapa Shena harus satu kelompok dengan Jayden? Shena mengernyitkan kening tak mengerti. Dia bisa saja menerima siswa yang tak terlalu dekat dengannya untuk menjadi teman satu kelompoknya. Namun Jayden? Selain nakal, pemuda itu juga jarang masuk sekolah.

"Gimana caranya, gue ngajak dia diskusi buat ngerjain tugas? Kalo dia aja hobinya bolos sekolah?" tanya Shena bingung.

Waktu pengerjaan sebelum persentasi adalah satu minggu, sejak pemberian tugas. Shena sudah giat untuk mengerjakan tugas, walaupun ini hanya di dalam permainan saja. Niat Shena adalah melalui tantangan bab satu ini dengan baik. Namun, teman satu kelompoknya tak kunjung datang ke sekolah juga.

"Udah tiga hari dia gak masuk sekolah! Ke mana sebenarnya tuh bocah? Gue kirim pesan gak dibales, gue telepon juga gak diangkat-angkat! Berasa lagi nagih utang aja!" gerutu Shena kesal.

Shena tak tahu, harus menemukan Jayden di mana. Dia ingin coba datang ke rumahnya, tetapi Shena sendiri tak tahu alamat rumah Jayden di mana. Pada akhirnya, gadis itu hanya bisa mendengkus, sembari menjatuhkan pelan wajahnya pada meja kelas.

"Bab satu, harus gue lalui dengan sempurna. Ini tantangan pertama, tapi gue masih belum bisa nyelesainnya dengan baik! Mana waktunya tinggal empat hari lagi!" gerutu Shena.

Di antara semua orang yang tersenyum ceria, karena bel tanda istirahat sudah berbunyi, Shena masih asyik menyembunyikan wajahnya pada meja. Gadis itu baru berhenti merutuki nasibnya sendiri, saat perutnya berbunyi nyaring. Mau tak mau, Shena kembali mengangkat wajahnya dari meja. Dia menatap ke arah jam tangan miliknya, sembari bergumam, "Ini jam istirahat. Dibanding mikirin si Jayden yang entah di mana, lebih baik gue isi perut dulu."

"Game-nya aneh banget. Gue pikir, gue gak bakal laper, tapi kenyataannya? Ini persis kayak di dunia asli," lanjut Shena sembari merapikan bukunya yang ada di meja. Setelah itu, dia beranjak dari kursi dan mulai berjalan menuju pintu.

Langkah Shena tertuju pada kantin sekolahnya. Dia berjalan melewati lorong-lorong, dan belasan siswa yang bercanda ria. Suara tawa mereka hampir membentuk paduan suara, seolah mengejek kesendirian Shena di sekolah ini.

Sendiri, tanpa teman, dengan perut kosong yang berbunyi nyaring. Ditambah lagi dengan uang jajan yang harus dihemat, untuk kepentingan Bab selanjutnya. Shena berani bertaruh, jika hidup di dalam game ini tak lebih baik dari dunia aslinya.

"Ayo semangat Shena, lewati bab satu dengan bahagi---" Percuma mengatakan kalimat-kalimat positif, jika akhirnya pikiran Shena kembali di isi pikiran negatif. Padahal Shena berharap dia bisa menyelesaikan bab novel ini dengan mudah. Namun, ketika Shena melangkah menuju kantin, dadanya langsung merasa sesak.

Tepat di depan mata Shena sendiri, dia melihat Leon duduk berdua dengan Cindy. Tak hanya itu saja, Leon bahkan menyuapi Cindy dengan eskrim, lalu tertawa bersama-sama. Mereka bahagia, dan Shena merasakan jantungnya diremas-remas.

"Kak Leon, kenapa malah makin deket sama cewek itu?" tanya Shena bingung.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
CRISIS OF THE PICK-ME GIRLSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang