Chapter 108 ♗

150 27 3
                                    

Vartuz melongo hingga wajahnya nyaris tidak bisa dideskripsikan lagi. Valias merasa skenario seperti ini pernah terjadi juga ketika dia bicara dengan Frey waktu itu. "Apa?"

Valias tidak melanjutkan kata-katanya. Vartuz mendesak lagi. "Apa yang kau maksud dengan itu?"

Valias membuat omong kosongnya. "Saya terbangun dengan dikelilingi pohon-pohon. Tidak memiliki ingatan apapun di kepala, tapi satu hal yang saya tau adalah saya bukan seseorang dari sini. Tidak Karsia maupun kerajaan-kerajaan lain yang mungkin." Valias kembali menoleh pada Vartuz. "Kesimpulan apa yang bisa ditarik dari sana?"

Vartuz mengernyit. "Itu belum cukup untuk membuatku mencapai pemikiran itu. Kau berhalusinasi ya? Percaya diri sekali kau. Pasti kau benar-benar memiliki sesuatu yang salah di kepalamu."

Di dalam sana Norra memegang kepalanya dengan dua tangan tidak tahan. Dia tidak tau skenario apa sebenarnya sosok yang dia panggil paman itu mau buat. Tapi dia juga dibuat kehilangan kata-kata dengan betapa mudahnya Valias membuat cerita karangan. Dia bahkan tidak terlihat dia perlu berusaha. Norra jadi penasaran akan menjadi seperti apa pertukaran dialog itu bergulir. "Saya menyadari satu hal." Valias melihat ke arah rambut yang ada di kepala orang di sebelahnya. "Anda memiliki rambut yang sangat mencolok. Saya kira itu bukan sesuatu yang biasa."

"Apa yang menyebabkannya?"

Vartuz menaikkan sebelah alisnya. Kening berkerut terhadap kepenasaranan orang yang sepertinya sangat tidak bertele-tele dan sangat berterus terang itu. Seperti menjadi lancang. Tapi, anehnya Vartuz tidak merasa tidak senang tentang itu. "Ini?" Vartuz meraih rambutnya. "Ada sebuah peristiwa yang menyebabkan ini."

"Tapi aku tidak perlu memberitahumu." Vartuz tersenyum.

Di mata Vartuz, sosok yang dia anggap sebagai Ian itu tidak memiliki perubahan ekspresi. Antara dia sudah berekspektasi pertanyaannya tidak akan dijawab dengan sebegitu mudahnya atau dia memang tidak betul-betul ingin tau. Pertanyaan yang kemudian remaja itu ucapkan lagi juga mengejutkannya. "Beliau tadi, memiliki dua mahkota." Valias berkata. "Kenapa?"

"Oh itu?"

Tangan Vartuz terulur menggapai bagian bawah wajah Valias. Memegang dagunya lagi, membuatnya melihat kepadanya lagi. "Kenapa kau ingin tau?"

Valias tidak bereaksi. "Itu keingintahuan lumrah, Tuan," dia berkata. "Mengingat yang di tangannya tidak tampak sebagai mahkota biasa."

"Bagaimana jika itu benda yang berbahaya?" ujar Valias.

Vartuz bertanya. "Kau merasa kau mengetahui sesuatu tentang mahkota itu?"

"Tidak." Valias menjawab. "Hanya sebuah firasat."

Vartuz sepertinya melihat dirinya lucu. Dia tertawa seraya dia melepaskan tangannya dari wajahnya. "Tidak mungkin aku begitu saja mengembalikanmu lepas dari pengawasan."

"Kau tinggal di istana ini. Aku akan mengawasimu. Aku akan diberitahu jika ada yang mencarimu. Tapi aku tidak akan melepaskanmu dari pengawasan."

Valias tidak menolak. Jadi, sore menjelang malam itu, dia dikurung dalam sebuah ruang beristirahat untuk tamu di istana. Ruang tidur yang sama besar dan berinterior sama mewahnya dengan ruangan yang diperuntukkan padanya oleh Frey di istana Hayden. Dia rasa Vartuz memandangnya sebagai seseorang yang harus diawasi tapi bukan tahanan. Tapi yang membuatnya tidak mengerti juga kenapa dia ditempatkan di ruangan sebesar ini. Dia harusnya bisa ditempatkan di ruangan yang lebih kecil saja.

Satu jam dia berada di ruangan itu, hanya melihat ke luar jendela,

Dia merasakan sesuatu meraih kain lengan pakaiannya.

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Where stories live. Discover now