Bab 1 : Gadis bermata hazel

102 21 104
                                    

“Aku menemukannya saat langit mulai memancarkan cahaya jingga. Gadis bermata hazel yang membuatku ingin terus melindunginya.”  -Sabiru Bramasta Daneswara-

🏮

Sabiru kini sedang menatap langit berwarna jingga kemerahan dengan wajahnya yang babak belur. Lagi-lagi dia kalah melawan kakak kelas yang ingin memalak uangnya. Jika Sabiru pulang sekarang, maka sudah dipastikan bahwa dia akan diusir dari rumah paman dan bibinya.

"Ini peringatan terakhir, Sabiru. Kalau kau berani berkelahi lagi, angkat kaki dari rumah kami. Terserah kau mau pergi ke mana, kami tidak peduli. Mengerti?"

Sabiru kembali menghela napas saat ancaman pamannya menggema di kepala. Tapi dia berkelahi juga tak semata-mata untuk melindungi dirinya dari orang-orang jahat.

"Yaelah, duit gue sisa 5000 lagi. Sisanya dipalak mereka, njir. Gimana gue mau pulang? Gojek aja dari sini 8.000-an," gumam Sabiru menatap uang yang tersisa.

Ia merogoh saku celananya dan membuka ponsel, melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 17.20 sore. Sudah hampir Magrib, dan Sabiru masih belum bisa pulang karena kendala uang.

"Hhh." Pemuda itu menatap langit yang memancarkan sinar jingga dengan tatapan kalut. "Langit, bisakah kau turunkan uang? Aku ingin pulang tanpa diusir, ingin rebahan tanpa harus kerja tambahan."

Tiba-tiba saja, Sabiru mendengar suara perempuan meminta tolong. Raut wajah Sabiru mendadak panik. Dengan gerakan spontan, pemuda itu berlari menuju arah suara.

"Woi!!!" Sabiru memekik marah. "Berani kok sama cewek! Main keroyokan pula!"

Seorang pemuda menoleh, begitu juga dengan seorang gadis yang sedang menangis ketakutan. Sabiru lebih memperhatikan tubuh gadis itu yang gemetar dan terdapat luka lebam di sudut bibirnya.

"Wah, siapa lo? Pacarnya?" Pemuda itu menyunggingkan senyum miring, menatap Sabiru remeh.

"Gua abangnya. Mau apa?" Tatapan Sabiru tajam. Ia menghampiri gadis malang yang masih ketakutan dan menyembunyikannya di belakang punggung. "Siapa lo berani nyakitin adek kesayangan gua, hah? Gak sayang nyawa lo?"

Nada bicara Sabiru yang rendah dan begitu menusuk, membuatnya terdiam sejenak. Ia memikirkan kata-kata yang tepat untuk berdebat.

"Halah, gak percaya gua kalau lo kakaknya. Gak ada mirip-miripnya lo berdua!" sanggah pemuda itu. Ia melirik gadis yang masih gemetar ketakutan sembari memegang ujung seragam milik Sabiru.

"Hei, manis. Serahkan tubuh indahmu padaku," ujarnya merayu. Ia mendorong kasar bahu Sabiru dari depan gadis itu, hingga pegangan gadis tersebut pada ujung seragam Sabiru terlepas.

Gadis malang itu semakin ketakutan saat pemuda itu mendekatinya. Namun, Sabiru dengan sigap menahan tangan pemuda tersebut dan melancarkan tinju ke arah wajah pemuda itu dari samping.

"Tuh tangan kegatelan banget. Mau gua apain biar tangan lo gak seenak jidat nyosor ke adek gue gitu?" tanya Sabiru kembali menyembunyikan gadis itu di belakang punggungnya.

Pemuda yang diberi pukulan di pipi kanannya merasa tidak terima. Ia mulai terpancing emosi dan mengajak Sabiru bertengkar.

"Cih, dia ngelewatin daerah kekuasaan gua. Jadi, dia harus gua cicip." Ia menyeringai. "Tapi karena lo udah ngelukain gue, lawan gue! Anggap aja ini sebagai hukuman karena kalian berani melewati daerah kekuasaan gue tanpa mau menerima bayarannya!"

Sabiru tersenyum. Pemuda yang mengajaknya bertengkar membuat adrenalin Sabiru meningkat. Langsung saja Sabiru menerima tantangan dari lelaki bejat yang hampir merusak harga diri perempuan sembari melakukan pemanasan singkat. 

Sabiru dan Harapannya Where stories live. Discover now