Bab 12 : Semicolon

5 2 5
                                    

"Bertahanlah untuk hal-hal kecil yang membuatmu bahagia." -Yudha Pratama-

🏮

Setelah konsultasi yang ke dua kali, Sabiru pergi jalan-jalan ke sebuah taman yang letaknya tidak jauh dari tempat ia mengambil obat dari psikiater. Pemuda itu duduk di bangku taman seraya meminum sebotol air mineral.

Kata-kata Dokter Yudha terus berputar di kepalanya. Ucapan sederhana yang mampu mengubah sudut pandang Sabiru tentang kehidupan.

"Biru masih ingat kenangan yang menyenangkan? Tidak dengan keluarga juga tidak apa-apa, setidaknya Biru masih punya kenangan indah bersama seseorang."

Seseorang. Wajah dan nama Nabila yang pertama kali muncul setelah Dokter Yudha mengatakan itu. Sabiru tahu perasaan yang ia alami saat ini. Rasa nyaman saat berada di dekat Nabila bukan sekadar perasaan nyaman sebagai teman, tapi lebih dari teman.

Namun, mengingat kondisinya yang seperti ini, mungkinkah Sabiru bisa mendapatkan happy ending yang ia inginkan? Dia memiliki kenangan indah bersama Nabila, hingga tanpa sadar sosok Nabila menjadi alasan mengapa Sabiru memilih bertahan.

"Ah, pusing. Gue suka sama Bila, tapi gimana, ya. Pacaran nanti ribet banyak drama, gak pacaran takut ditikung orang," gumam Sabiru frustrasi.

Pemuda itu mengabaikan sekitar, larut dalam dunia sendiri. Hingga Sabiru tidak menyadari ada seseorang yang menyapa dan ikut duduk di sebelahnya.

"Biru."

Sontak Sabiru menoleh ke samping, sedikit terkejut dengan kehadiran Regita yang tiba-tiba ada di dekatnya.

"L-loh? Sejak kapan?"

"Gue udah panggil-panggil lo dari tadi, ya. Gak usah nyalahin gue. Lagian gue cuman ikut duduk bentar habis jalan kaki," ketus Regita segera memalingkan mukanya.

Sabiru terdiam sejenak, lantas mengangguk. Keduanya bertahan dalam keheningan beberapa saat, sebelum akhirnya Sabiru memilih untuk bertanya.

"Lo gak kerja?" tanya Sabiru memulai percakapan.

"Gue bolos," jawab Regita singkat. Gadis itu menoleh ke arah Sabiru. "Lagian gue bukan karyawan tetap di sana, gue cuman PKL."

Sabiru sempat terkejut dengan jawaban Regita. Namun, gadis itu kembali menyela sebelum Sabiru bisa bersuara.

"Gue udah izin sakit, jadi aman. Lagian di sekitar sini gak ada yang kenal sama gue, kecuali lo," sambungnya.

"Eh tapi kok bolos, sih? Nanti sakit beneran gimana, hayo?"

Regita memutarkan kedua bola matanya sebagai jawaban. "Kan emang sakit, cuman gak keliatan doang."

Pemuda itu berusaha mencerna apa yang baru saja Regita ucapkan. Ia memiliki firasat bahwa topik pembicaraan Regita mengarah ke masalah batin.

"Lo kenapa?"

Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Sabiru. Mendengar pertanyaan tersebut, Regita sempat terdiam beberapa saat menatap manik mata Sabiru yang menenangkan, sebelum akhirnya tersenyum tipis seraya menggeleng.

"Gak apa-apa, gue baik-baik aja. Yang tadi cuman alasan belaka doang, gak usah dibawa serius," elak Regita kembali menatap orang-orang yang berlalu-lalang.

Apakah tadi Sabiru tidak salah lihat? Regita tersenyum tipis, meski sekarang gadis itu kembali memasang raut wajah yang kurang ramah.

"Lo habis dari mana?" Kali ini, Regita mulai bicara lebih dulu, meski gadis itu masih terus menatap lurus ke depan.

Sabiru terdiam sejenak. Bagaimana cara ia menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Regita? Sabiru tidak mau dianggap 'gila' oleh siapa saja yang dekat dengannya.

Sabiru dan Harapannya Where stories live. Discover now