Bab 7 : Amukan Halilintar

42 5 35
                                    

Yang baca doang tapi nggak vote, pantatnya kelap-kelip 😔🙏🏻

----

Sepulang sekolah, tepat di ruang keluarga, Sabiru mendapatkan hadiah tamparan dari kakak sulungnya. Suasana di ruangan itu tampak dingin. Bahkan sakitnya pukulan dari seorang ayah di ruang BK, tak seberapa dibandingkan pukulan Halilintar.

Bukan hanya pipinya yang sakit. Hatinya pun terasa jauh lebih sakit. 

"Udah berani membantah omongan orang tua?!" gertak Halilintar. Pemuda itu kembali menampar pipi Sabiru. Kini lengkap sudah kedua pipi Sabiru diberi tamparan. 

"Gue gak pernah ngajarin lo buat durhaka ke orang yang lebih tua! Lo gak diajarin sopan santun atau gimana, sih?! Ngerasa jagoan lo, hah?!" 

Sabiru hanya diam menunduk. Tak ada yang bisa Sabiru bantah dari perkataan Halilintar. Memang benar, selama tinggal bersama Radhika dan Karin, Sabiru hanya diajarkan mengemis, bahkan mencuri. Berbaur bersama anak jalanan yang memiliki nasib yang sama seperti dirinya. 

"Jawab! Lo gak bisu, Sabiru!!" 

"Iya, Bang. Emang salah Biru karena udah kasih kata-kata yang gak sepantasnya Biru omongin ke orang yang lebih tua. Tapi Abang gak mau dengerin alasan Biru yang sebenernya, Bang. Tolong dengerin penjelasan dari sudut pandang Biru," mohon Sabiru.

Halilintar hanya memberikan tatapan marah. Dadanya kembang kempis, mencoba menahan emosi yang meninggi. "Cepet ngomong." 

"Bukan Biru duluan yang mukul dia sampai babak belur, tapi dia duluan yang ngerampas uang Biru! Ya refleks Biru ngasih perlawanan, Bang. Tapi dia milih buat berantem sama Biru sampe uang yang Biru sisain buat naik ojek habis."

"Makanya waktu pertama pulang ke rumah ini, Biru yang paling telat nyampe. Lagian Biru mana tahu kejadian seterusnya setelah orang itu pulang bawa uang Biru. Mungkin ada kejadian lain sampai dia bener-bener harus dilarikan ke rumah sakit." 

Entah mengapa, penjelasan Sabiru terdengar sangat tidak masuk akal di telinganya. Dengan gerakan spontan, Halilintar memukul meja dengan kuat sebagai pengalihan diri agar ia tidak memukul fisik Sabiru.

"Tapi tetep aja yang lo omongin itu nggak bener! Lo bayangin, Ru! Gue capek sekolah, mendadak dapet telepon dari Mama sama Ayah tentang kelakuan lo! Bukan lo doang yang dimarahin, Biru! Gue yang paling disalahin atas masalah ini!"

"Mama sama Ayah naruh harapan besar di pundak gue. Anak pertama! Minimal lo bisa kayak Galih, gak banyak ngerepotin gue. Bisa nggak gue tanya?!"

Sabiru memandang Halilintar dengan kecewa. Iya, memang ini kesalahan Sabiru. Tapi apa perlu Halilintar menyudutkannya secara sepihak? Toh, ini bukan murni kesalahan Sabiru.

"Gak usah manja! Di rumah ini dilarang ada yang manja! Bodo amat lo mau anggap gue jahat, Ru. Kalau lo cengeng atau sakit hati gara-gara omongan gue, berarti lo punya mental yang lemah!" sarkas Halilintar berjalan cepat menuju kamarnya dan membanting pintu, meninggalkan Sabiru seorang diri di ruang keluarga.

Suasana di ruangan itu tampak senyap. Namun, tamparan keras dan kata-kata menyakitkan dari Halilintar menggema di kepala. Ia tersenyum miris, mencoba sebaik mungkin untuk menepis segala bentuk emosi negatif yang mencoba menguasainya.

Iya, Abang bener.

🏮

17.50

Galih baru saja tiba di rumah. Pemuda itu pulang telat dikarenakan ada rapat OSIS. Terlihat sekali dari matanya bahwa Galih merasa lelah, membutuhkan banyak waktu untuk istirahat.

Sabiru dan Harapannya Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon