[7] ; Bbangsaz

2.7K 124 27
                                    

G!P

***

"Ck! Anjing. Malah hujan,"

"Hush! Gak boleh ngomong gitu, entar disamber petir baru tau rasa kamu,"

"Ya abisnya,"

Hanni tidak menanggapi ucapan Minji yang terakhir, karena apa? Karena dia tahu, berdebat dengan bocah SMA kelas 3 itu adalah hal yang sia-sia dan juga hal yang Hanni hindari. Jadi, Hanni lebih memilih untuk mengeringkan rambutnya yang basah akibat air hujan.

Seharusnya, Hanni ingat mengingatkan Minji untuk membawa jas hujan saat hendak menjemputnya di musim hujan seperti sekarang, tapi sayangnya dia lupa, dan berakhir dengan mereka berdua terjebak di halte bis ini karena hujan cukup lebat membasahi bumi.

Terlalu beresiko juga jika terus menerobos guyuran hujan.

Cukup lama mereka terus berdiam diri menatap tetesan hujan yang ramai menyentuh aspal jalan di depan mereka tanpa ada percakapan apa-apa.

Makin lama, bukannya mereda, hujan malah kian deras terlihat, bahkan sesekali disertai dengan gemuruh di atas langit sana.

Suhu di sekitar mereka semakin rendah, Hanni bahkan mulai menggigil. Tidak ada yang bisa membuatnya merasa lebih hangat selain jaket yang memeluknya sekarang.

Duar!!

"AAA!!" Hanni secara spontan memeluk Minji yang berada di dekatnya. Minji yang dipeluk itu hanya diam saja, bahkan balik memeluk Hanni. Dia tahu kekasihnya itu takut dengan petir meski tidak terlalu berlebihan.

Mereka terus berpelukan di tengah hujan yang masih deras. Entah kapan hujan akan berhenti, tapi yang pasti, ini tidak akan berlangsung cepat. Hari makin lama makin gelap, suasana di sekitar juga menjadi sangat sepi. Tidak ada kendaraan yang lewat satupun, bahkan bis yang menghampiri halte ini saja tidak ada.

"Ji, dingin," keluh Hanni akhirnya. Dia sudah tidak kuat dengan suhu rendah yang hujan berikan. Telapak tangannya sudah serasa membeku sekarang ini, dan pelukan Minji masih belum cukup.

"Ya terus aku harus apa? Aku juga kedinginan ini," kata-kata Minji membuat Hanni kian mengeratkan pelukannya. Minji memang tidak pernah bisa memberikan solusi yang tepat.

Mereka diam lagi.

Tidak lama dari itu, sebuah sepeda motor mendekati mereka―atau lebih tepatnya, mendekati halte ini. Si pemilik sepeda motor bergegas turun dari kuda besinya dan berlari meneduh ke halte.

Keadaannya sama seperti yang Minji dan Hanni alami saat pertama kali meneduh di sini; basah kuyup. Tapi orang itu lebih parah lagi keadaannya.

Orang itu, yang seorang lelaki, melempar senyum pada Minji yang secara tidak sengaja terus menatapnya lumayan lama, "Numpang neduh, Mbak,"

"Iya silahkan,"

Hanni agak terkekeh saat anak SMA seperti Minji dipanggil 'Mbak' oleh orang yang Hanni rasa lebih tua dari umur Minji bahkan lebih tua dari umurnya. Tapi, dia tidak memperdulikan interaksi kekasihnya dengan si lelaki itu lebih jauh, karena, dia masih mencari-cari kehangatan lebih dari pelukannya itu sambil terpejam.

Di sisi Minji, jika dihat-lihat, lelaki itu terlihat sesekali melirik ke arahnya. Awalnya Minji tidak perduli, tapi lama kelamaan, Minji risih juga. Ingin menegur, tapi dia tidak enak dan tidak berani.

Tapi, setelah ditelaah lagi, Minji merasa, lirikan lelaki itu bukan ditujukan padanya, tapi untuk Hanni. Apa yang dilihatnya dari Hanni? Apa punggungnya? Oh, pantatnya, pahanya juga. Sial! Minji lupa jika Hanni hanya memakai rok span hitam di atas lutut. Arh! Dia jadi memberikan kesempatan lelaki itu untuk melihat-lihat tubuh Hanni secara cuma-cuma selama beberapa saat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 22 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cum With MeWhere stories live. Discover now