ch 1

31.4K 2K 53
                                    

Di teriknya sinar matahari, dua remaja berjenis kelamin laki-laki. Di hukum untuk hormat pada tiang bendera. Alasan mereka di hukum karena membuat kegaduhan di dalam kelas pada saat guru sedang menerangkan.

"Panas banget. Bisa-bisa dehidrasi gw." Keluh si kecil. Keringat bercucuran di dahinya.

"Kabur aja yu, Shak. Pak Dadang juga nggak akan tau. Dia nggak merhatiin ke sini."

Ajakan sesat dari cowo di sebelahnya. Membuat Arshaka menatap cowo itu sinis. "Ini semua gara-gara lo ya, Den!" seloroh si kecil, menyalahkan cowo di sebelahnya

"Dih, bocil. Pake segala nyalahin gw."

Arshaka sedikit menjauhkan tubuhnya, "Jangan ngajak gw ngomong, kemusuhan kita."

Cowo di sebelahnya terkekeh geli, "Ada gitu, orang marah-marah bilang dulu?"

"Ada! Gw nih orangnya! Kenapa? Nggak suka lo!" Balas si kecil sewot.

"KALIAN! BERHENTI BERTENGKAR! Lanjutkan hukuman kalian hingga bel istirahat berbunyi." Seruan seorang guru —Pak Dadang. Mengehentikan perdebatan keduanya.

***

Arshaka, berjalan dengan langkah sempoyongan ke arah kantin. Di susul oleh seorang cowo di belakang nya. Tenggorokan nya kering, badannya juga terasa panas.

Saat tiba di kantin, Shaka melihat para sahabatnya tengah asik mengobrol. Si kecil menghampiri meja mereka. Tanpa permisi, tangan kecilnya mengambil sebuah minuman yang entah milik siapa, lalu menenggak habis minuman itu tanpa menyisakan satu tetes pun.

"Minuman gw itu Shak! Gw baru minum seteguk."

"Minta dikit, Dra. Pelit banget sama sahabat sendiri."

"Ini yang lo bilang dikit?" Candra Rionaldi. Membalikkan gelas minuman nya yang sudah kosong. "Lo habisin semuanya ege."

Arshaka cemberut, "Tinggal beli lagi—" Shaka melirik pada cowo di belakangnya. Denio Hedrawan. Cowo yang di hukum bersamanya tadi. "—Denio yang bayar."

Denio menatap si kecil tidak terima. "Bocil, bayar sendiri."

"Berhenti panggil gw, bocil! So annoying!"

"Yaudah, hamba mohon ampun baginda ratu." Denio membungkukkan badan dan kepala tiga puluh derajat. Membuat orang-orang tertawa melihat perdebatan kedua Atma itu. Mereka memang tidak pernah akur.

Arshaka jengkel, ingin membalas perkataan cowo itu. Namun tidak jadi, karena tubuh si kecil sudah lebih dulu di dudukan pada pangkuan seseorang. Brian Rizar Pratama. —Sang Big Leader dari geng Vortex— Menghadap samping.

"Udah. Diem! Mau di tambahin hukumannya?"

Arshaka ciut, melirik takut-takut pada sang dominan, "Maaf Ian." Cicit si kecil nyaris tidak terdengar.

"Udah makan." Seseorang di sebelah sang ketua memberikan sepiring nasi goreng pada Arshaka. Zio Earth Sandres. Sang Walt Vortex Attack Strategy.

"Makan sendiri, atau di suapin?"

"Sendiri."

Arshaka membalikkan tubuhnya, dan mencari posisi yang nyaman di pangkuan sang dominan.

"Sshh ... diem, Shak!" Brian menahan pinggang Arshaka yang tidak bisa diam.

Arshaka tiba-tiba menoleh kebelakang, membuat hidung si dominan menyentuh pipi si kecil. "Makanya turun! Nggak nyaman banget gw setiap duduk di pangkuan lo. Berasa ada yang ganjel." Ucapnya jujur.

Semua yang berada di meja itu terbatuk, mendengar ucapan polos nyerempet bego dari Arshaka.

Zio memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulut Arshaka, "Makan!"

Si kecil cemberut, mengunyah makanan di dalam mulutnya dengan pipi menggembung. Membuat orang-orang yang melihatnya gemas. Ini yang katanya Second Leader Vortex? Mana ada Second Leader se menggemaskan ini.

Brian menenggelamkan wajahnya pada perpotongan leher Arshaka, cowo itu menghirup dalam-dalam aroma yang selalu menjadi candu baginya. Minyak telon, seperti bayi.

Tangan Arshaka naik, mengelus lembut rambut sang dominan. Dan Zio, kembali menyuapi si kecil.

Anggota lain yang melihat hal itu kepanasan. Mereka juga mau!

Dua orang gadis mendekati meja mereka. Seorang gadis berambut sebahu, dengan malu-malu menyodorkan sebuah coklat ke hadapan Arshaka. Kepala gadis itu menunduk, tidak berani melihat wajah Arshaka.

"Mm ... kak, ini buat kakak. Tolong di terima ya!"

Arshaka menelan makanannya. Melihat coklat dan gadis itu bergantian.

"Buat gw? Woahh makasih, ya." Sebuah kurva terbentuk dengan sempurna di wajah manis Arshaka, hingga matanya membentuk bulan sabit.

Saat Arshaka akan mengambil coklat itu, kedua tangannya di tahan oleh Brian. Tubuhnya di dekap dengan erat.

"Ian! Kenapa sih! Lepasin, gw mau ambil coklatnya dulu!" Tubuh Arshaka meronta-ronta, meminta di lepaskan.

Candra mengambil coklat dari tangan gadis itu dengan kasar, lalu menyuruhnya untuk pergi. Awalnya gadis itu enggan, tetapi temannya dengan buru-buru menyeret gadis itu menjauhi meja geng Vortex.

"Jangan nerima hadiah dari orang sembarangan! Gimana kalo di sini ada racunnya!?" Candra berkata dengan marah, cowo itu menatap datar si kecil.

"Kalian ini kenapa sih? Terlalu Overprotektif tau nggak!? Itu cuman coklat biasa. Balikin coklatnya!"

Candra membuang coklat itu ke lantai, dan menginjaknya hingga hancur tak berbentuk.

"Yah udah jatoh ... kotor. Nanti gw beliin lo yang baru." ucap Candra santai tanpa rasa bersalah.

Wajah si kecil mengetat, giginya saling bergemeletuk. Arshaka menyikut perut Brian hingga membuat cowo itu melepaskan dekapannya.

Arshaka menatap Candra nyalang. Si kecil menendang kursi kosong di sebelah hingga terlempar jauh dari tempatnya.

"Anjing lo."

Arshaka meninggalkan kantin, dengan emosi yang meluap-luap. Kali ini, mereka benar-benar keterlaluan.

Seluruh anggota di meja itu saling melemparkan tatapan penuh arti. Tidak lama, mereka ikut meninggalkan kantin.

***

Si kecil sedang berada di rooftop saat ini, matanya terpejam dengan deru nafas beraturan. Di kedua lubang telinga si kecil tersumpal sebuah Earphone. Lagu Lullaby terdengar samar-samar.

Pintu rooftop terbuka, dan beberapa orang masuk. Mengerubungi tubuh si kecil yang tertidur pulas di sofa panjang. Tanpa ada pertahanan.

ARSHAKA JOCASTA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang