ch 11

12.5K 1K 61
                                    

"Taruhan?"

Suara Zio terdengar, membuat Brian yang tengah berbaring seraya memejamkan matanya menoleh. Orang yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba.

Keduanya berada di markas Vortex saat ini.

Tanpa mengatakan apapun Brian beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju ruang latihan bela diri.

Zio melepas jaket hitamnya. Cowo dengan mata setajam elang itu menyugar rambutnya kebelakang, memperlihatkan jidatnya yang indah.

Lalu cowo itu menggulung lengan kaus nya sedikit hingga memperlihatkan otot-otot lengannya. Mengikuti langkah Brian ke ruang latihan.

"Kalo lo menang, Shaka milik lo. Tapi kalo lo kalah, jangan nampakin wajah lo lagi di depan Arshaka." Ujar Brian.

"Kalo lo kalah?"

"Gue ... bakal jauhin Arshaka."

Zio mengangguk setuju, "Tangan kosong atau..." Zio menggantung ucapannya ketika melihat Brian sudah menatapnya dingin dengan katana di tangan kanannya.

Terkekeh kecil, "Udah nggak sabar ternyata." Lalu mengambil belati miliknya.

Keduanya bersiap dengan posisi masing-masing, lalu ...

Trang!

Suara besi yang berkilau tajam kini saling beradu mengawali pertarungan kedua cowo dingin tersebut.

Keduanya saling melemparkan tatapan tajam penuh permusuhan.

Bugh!

Zio melayangkan tendangannya ke arah pinggang Brian. Namun segera di tangkis oleh sang empu.

Kembali Zio melayangkan belatinya hingga katana milik Brian terlepas dari tangan cowo itu. Lengan kanan Brian kini terdapat luka gores memanjang.

Brian mengepalkan tinjunya, lalu melayangkan pukulan telak ke wajah Zio. Kini Zio merasakan perih di sudut bibirnya.

Brian tersenyum meremehkan, lalu dengan cepat meraih katana miliknya lagi. Tanpa membuang waktu, keduanya kembali beradu senjata tajam.

Menit demi menit berlalu. Seakan tidak ada yang ingin mengalah, keduanya hanya fokus untuk menyerang satu sama lain. Mencari titik lemah yang bisa menjatuhkan lawannya.

Sret!

Sedikit lagi, leher Zio nyaris terkena sabetan katana milik Brian. Beruntung cowo itu segera menahannya dengan belati miliknya.

Trang!

Belati di tangan Zio terjatuh, pipinya sedikit tergores akibat sabetan katana milik Brian.

Ketika Brian kembali akan melayangkan katana nya ke arah Zio, cowo itu dengan cepat membalikkan badan, lalu menendang tangan Brian hingga katana itu lagi-lagi terlempar jauh.

"Lo lengah." Komentar Zio. Atau bisa di bilang.. ejekan?

Karena saat ini, Brian mengeram tertahan, cowo itu berlari ke arah Zio dan memukul wajahnya, lalu melayangkan tendangan hingga membuat Zio mundur beberapa langkah.

Zio meludah kesamping saat lidahnya mencecap rasa besi. Cowo itu menatap Brian yang saat ini juga sedang menatapnya meremehkan.

Zio maju, membalas semua pukulan Brian tanpa memperdulikan lagi jika Brian Rizar Pratama adalah sahabat sekaligus ketuanya.

Nafas keduanya tersengal. Sudah beberapa menit mereka saling menendang, meninju hingga menyikut satu sama lain, berusaha membuat seseorang ambruk terlebih dahulu.

Hingga tendangan terakhir Zio layangkan pada wajah Brian, membuat cowo itu terjatuh.

Tidak ingin membuang kesempatan, cowo itu menduduki perut Brian. Menarik kerah kaus yang di kenakan olehnya. Lalu, memberikan pukulan-pukulan yang membuat Brian kehilangan kesadarannya.

Wajah Brian sudah di penuhi lebam ke unguan. Darah mengotori wajah dan kausnya.

Darah menetes ke lantai dari tangan Zio yang terkepal erat.

Brugh!

Cowo itu melepaskan cengkeramannya pada kaus Brian, membuat kepala cowo itu menghantam keras lantai marmer.

"Gue, menang!" Kata Zio, menatap datar Brian yang tidak sadarkan diri di bawahnya. Battle ini dia yang memenangkannya.

Zio berdiri dari posisi nya yang menduduki perut Brian. Cowo itu menatap dingin ke arah pintu masuk ruang latihan, di sana terdapat Alqa yang berdiri mematung melihat keduanya.

Menghela nafas, Zio membawa langkahnya keluar dari ruang latihan.

Alqa menahan bahu Zio saat cowo itu hendak melewatinya. "Kalian-"

"-bawa cowo lo ke rumah sakit. Dia mau mati."

Zio menurunkan tangan Alqa dari bahunya, lalu menatap datar wajah cowo pendek di sampingnya.

.
.
.
.
.

"Gala .. adek mau ayah."

Pergerakan Galaxy yang tengah memainkan rambut Arshaka berhenti, saat mendengar permintaan si kecil yang menginginkan ayahnya.

Galaxy semakin merapatkan tubuh si kecil di pangkuannya. Kepalanya jatuh pada bahu sempit si kecil.

"Kenapa? Kan ada Gala, kenapa malah minta ayah? Shaka nggak mau sama Gala lagi?" Tanya cowo itu sendu.

Si kecil menggeleng dengan panik. "Nggak, bukan gitu! Adek mau sama Gala. Tapi adek ... Adek kangen ayah. Gala, jangan tinggalin Shaka kayak ayah ninggalin adek! Adek takut.. Galaa," suara Arshaka bergetar.

Kedua tangan nya saling bertautan dan bergetar kecil. Tanpa sadar, Arshaka mengelupas kulit jarinya hingga berdarah. Nafas si kecil terdengar cepat.

"Breathe properly, sweetie. Jangan lakuin itu, hm. Gala nggak suka tangan cantik ini kotor."

Lengan kekar Galaxy mengelus lembut dada si kecil yang naik turun. Tangan yang satunya ia gunakan untuk menggenggam kedua tangan kecil Arshaka yang sangat pas dalam genggamannya.

Arshaka terisak, bahunya bergetar kecil.

Galaxy membalikkan tubuh si kecil menghadap dirinya. Lalu kedua tangan besarnya menangkup wajah si kecil agar menatap matanya.

"Arshaka ... Look at me."

Si kecil diam, tatapan mereka berserobok. Untuk seperkian detik Galaxy hanya diam menatap penuh puja makhluk indah ciptaan Tuhan dengan hati yang berdebar kencang. Hingga cowo itu berkata sesuatu yang membuat tubuh Arshaka mematung.

"Kalo Gala bilang, Gala yang udah bunuh ayah, gimana?"

ARSHAKA JOCASTA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang