ch 2

26.5K 1.8K 50
                                    

JANGAN LUPA VOTE.



Arshaka terbangun dengan mendapati dirinya hanya mengenakan kemeja tipis, tanpa mengenakan bawahan apapun. Si kecil terlihat ling lung, kenapa dia bisa berada di markas geng Vortex? Seingatnya dia sedang berada di rooftop saat itu.

Apa sindrom nya tiba-tiba muncul kembali? Dan sahabatnya yang membawanya ke sini? Lalu bagaimana dengan ayahnya, apa mereka sudah memberitahu ayahnya?

Isi kepala Arshaka di penuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang hanya bisa di jawab oleh sahabatnya sendiri.

Guwrll

Si kecil menunduk, memegangi perutnya. Dia lapar.

Arshaka berusaha bangkit, walau kakinya tidak bisa berdiri dengan tegak. Selalu, setiap terbangun dari tidur panjangnya ... Pahanya, terasa sakit.

Arshaka mendengar suara bising dari luar, saat melihat kesana. Ternyata para sahabatnya sedang berkumpul.

Zio yang menyadari kehadiran si kecil, segera menghampirinya. Membuat teman-temannya yang lain, memusatkan perhatiannya pada kedua Atma.

"Kapan bangun?" Tanya Zio.

Cowo itu menggendong si kecil koala, membawanya untuk duduk di sofa panjang dekat dengan teman-temannya.

"Baru aja." Jawab Arshaka.

Zio mengganti gendongan nya menjadi menyamping, mengelus paha si kecil yang tidak tertutupi oleh apapun. "Laper?"

Arshaka mengangguk, menyenderkan kepalanya pada dada bidang sang dominan. "Pengen makan pasta, tapi ian yang buatin."

Brian yang tengah memainkan ponsel, mengalihkan atensi nya pada si kecil. "Boleh, tunggu bentar ya."

Cowo itu memasukan ponselnya kedalam saku, dan beranjak ke arah dapur untuk membuatkan pesanan si kecil. Sebelum itu, dia sempat mengusuk rambut si kecil. Membuat si kecil mendelik tajam. Tetapi sang Big Leader Vortex itu malah tertawa, hingga punggungnya menghilang di balik dinding.

"Yo, ayah udah di kasih tau. Kalo gw ada di sini?" Arshaka mendongak, menatap rahang tegas Zio.

Cowo itu terdiam sejenak, sebelum mengangguk kan kepalanya.

Kembali si kecil menyenderkan kepalanya pada dada bidang sang dominan. Jari kecil gemuknya, membuat pola abstrak pada dada bidang sang dominan.

Terjadi keheningan selama beberapa menit. Sebelum Brian datang, dengan membawa sepiring pasta dan segelas susu hangat. Cowo itu meletakkan piring dan gelas nya di meja. Lalu mengambil alih si kecil dari gendongan temannya.

"Makan."

Kedua mata coklat si kecil berbinar-binar, mengecup singkat pipi Brian sebagai tanda terimakasih-Kebiasaan yang selalu di ajarkan oleh para sahabatnya.

Cowo itu mengendus-endus leher si kecil, sesekali mengecupnya lembut. Membuat Zio berdecak melihatnya. Sedangkan si kecil sendiri tidak memperdulikan hal itu, dan sibuk memakan pasta miliknya.

Candra dan Denio mendekat ke arah mereka bertiga. Candra duduk di sebelah sang Big Leader Vortex. Sedangkan Denio, duduk di bawah antara kedua kaki si kecil.

"Makan apa nih? Mau doang." Tanya Candra pada si kecil. Tangannya iseng ingin mencomot pasta di piring. Tetapi tidak jadi karena tangannya lebih dulu di tepis oleh si kecil.

Si kecil menyembunyikan pasta miliknya, di belakang tubuh. "Jangan! Ini punya gw. Kalo lo mau, buat sendiri."

"Pelit banget ... Eh, cil! Liat tuh pastanya di makan si Denio." Candra menunjuk ke arah Denio, yang ternyata benar. Sedang mencomot sedikit pasta miliknya.

"DENIO!" Si kecil berteriak marah. Pasta miliknya ..

Arshaka dengan kesal memukul kepala Denio, lalu memberikan pasta miliknya kepada Zio. Si kecil berdiri dari pangkuan sang Big Leader Vortex, dengan berkacak pinggang.

Namun para dominan itu malah salah fokus dengan paha mulus si kecil, yang terekspos dengan jelas. Apalagi wajah sang Big Leader Vortex yang berhadapan langsung dengan pantat sintal si kecil. Meneguk ludahnya kasar. Sial, miliknya menegang.

"Muntahin, Den! balikin pasta gw!"

Denio tersadar dari lamunannya, mendongakkan kepalanya ke atas, untuk melihat wajah si kecil.

"A-Ahahha .. ma-na bisa di muntahin lagi. Lagian gw makan cuman dikit." Cowo itu tertawa garing.

Hidung si kecil sudah kembang kempis. Arshaka kembali mendudukkan dirinya pada pangkuan Brian, si kecil bergerak tidak nyaman saat merasakan sesuatu yang mengganjal di belahan pantatnya.

Sedangkan sang Big Leader, melenguh kecil dan sedikit mendongakkan kepalanya saat merasakan gesekan pantat si kecil pada miliknya yang masih tertutup celana.

Si kecil menoleh kebelakang, menatap Brian. "Kenapa Ian?" Tanya si kecil kebingungan.

Brian kembali duduk dengan tegak, "Ah? Mnng gapapa. Lanjutin lagi makannya. Gw mau ke kamar mandi dulu bentar."

Brian memindahkan tubuh si kecil pada pangkuan Chandra, lalu berdiri meninggalkan si kecil bersama teman-temannya.

***

Arshaka sudah di antarkan pulang dengan selamat oleh Brian. Tadinya si kecil meminta untuk pulang sendiri. Tetapi para sahabatnya menolak, dan menawarkan diri untuk mengantarkan si kecil. Mereka khawatir, karena biasanya setelah terbangun dari tidur panjangnya. Si kecil akan seperti orang ling lung dan sangat ceroboh.

"Makasih Ian. Hati-hati di jalan ya! Jangan ngebut!" Seru si kecil menasehati, sang dominan hanya mengacungkan jempolnya dan motor Kawasaki ninja itu melaju, hingga hilang dari pandangan si kecil.

Arshaka kembali menutup gerbang, lalu langkahnya dia bawa hingga ke depan pintu. Membuka pintu itu dengan perlahan.

"AYAH ADEK PULANG!"

Hening. Tidak ada jawaban.

Arshaka melangkah keruang tamu. Kosong.

Si kecil merasa heran, tidak biasanya rumah terasa sepi.

Kembali langkahnya dia bawa menaiki tangga menuju lantai dua, dimana kamar ayahnya dan dirinya berada. Tubuh si kecil berdiri di depan pintu coklat, dengan perlahan tangannya memegang kenop pintu dan membukanya sedikit.

"Ayah ada di dalam? Adek masuk ya,"

Setelah terbuka sepenuhnya, si kecil masuk kedalam, namun lagi-lagi hanya kekosongan yang dia temukan.

"Adek lupa. Ayah, kan .. udah ninggalin adek." Suaranya bergetar. Kedua netra coklat itu bersaput halimun.

Tubuh si kecil meluruh, jatuh terduduk dan memegangi kedua lututnya.

"Kenapa Arshaka harus sakit? Kenapa Arshaka punya sindrom ini? Shaka aneh .. Sakha berbeda dari yang lain."

Arshaka menyembunyikan wajahnya pada lutut. "Ayah, adek kangen." Di kamar yang dingin dan sunyi itu, hanya terdengar suara tangisan memilukan dari si kecil.

ARSHAKA JOCASTA  Where stories live. Discover now