ch 4

24.4K 1.5K 101
                                    

Si kecil dengan wajah cemberut, menatap penuh permusuhan pada Zio yang saat ini tengah duduk di sofa single. Kedua lubang hidung cowo itu, tersumpal oleh sebuah tisu yang di gulung menjadi kecil.

Zio hanya bisa pasrah saat si kecil memusuhi dirinya, salah dia sendiri yang tidak bisa menahan nafsu.

"Ngh, Ian geli! Keluarin nggak!?"

Si kecil mendelik tajam, menatap marah pada Brian yang dengan sengaja menelusup kan tangannya kedalam baju dan memilin nipple nya.

"Harus terbiasa, kita kayak gini tandanya sayang sebagai keluarga."

Kedua alis si kecil saling bertaut, tanda jika si kecil tengah kebingungan.

Brian membalikkan tubuh si kecil di pangkuannya agar menghadap dirinya. Lalu tanpa peringatan, mendaratkan bibirnya pada bibir plum si kecil. Hanya sebuah kecupan.

Brian menjauhkan wajahnya, kedua mata si kecil berkedip-kedip. Hal itu berkali-kali lipat membuatnya menjadi semakin menggemaskan.

Tangan kekar sang dominan, mengelus lembut pipi si kecil. Kedua mata tajamnya, fokus menatap belahan bibir plum si kecil tanpa berkedip.

"Ciuman itu, tanda kalo kita sayang Arshaka. Kita keluarga kan?"

Arshaka mengangguk tanpa ragu.

"Nah, lain kali. Jangan marah kalo kita cium cium kayak tadi, hal itu wajar karena kita sayang Shaka dan itu cara kita menyampaikan rasa sayang dan cinta kita sebagai keluarga. Ngerti sayang?"

Setelah selesai mengucapkan kalimat nya, Brian kembali mencium bibir Arshaka, kali ini bukan hanya sekedar kecupan, tetapi lumatan. Si kecil yang tidak mengerti apapun, hanya bisa terdiam membisu.

Arshaka memukul pelan dada Brian, tanda jika dia kehabisan nafas.

Slutth

Cup

Saat Brian mengakhiri ciumannya, kepala si kecil tertoleh ke samping. Dan Denio, ikut memangut bibir si kecil.

"Buka .. Buka muluth lo Shak."

Arshaka awalnya ragu, tetapi akhirnya tetap menuruti perintah Denio. Denio dengan tidak sabaran, melumat dan menghisap, sesekali menggigit bibir si kecil penuh nafsu. Namun kenikmatan itu harus berakhir dengan cepat saat Chandra, mendorong tubuhnya dengan kuat dan ikut-ikutan melumat bibir si kecil.

"Mngh!"

Si kecil melenguh kecil saat merasakan tangan seseorang, menggerayangi tubuhnya. Mulai dari memilin kedua nipple nya, mengelus punggung, paha, hingga pinggang ramping nya. Lehernya pun tidak luput dari kecupan kecupan butterfly.

"Ung—uda ngh! Dra!"

Chandra terpaksa menyudahi ciumannya, padahal dia masih ingin.

Benang salivana menjuntai saat Chandra melepaskan ciumannya, nafas si kecil memburu. Jari sang dominan mengusap sudut bibir Arshaka yang terdapat air liur. Entah air liur milik siapa. Bibir si kecil menjadi lebih bervolume, dan sangat mengkilap.

"Pinternyaa~" Brian mengelus rambut si kecil, memberi pujian atas sikapnya yang penurut.

Arshaka tidak menjawab, pikirannya kosong. Entahlah, rasanya dia ingin menangis. Ini salah .., Ini salah.

***

Setelah kejadian tadi pagi. Arshaka duduk termenung di balkon kamarnya. Hari ini si kecil memutuskan untuk tidak ke sekolah, kejadian tadi pagi. Masih terngiang-ngiang di kepalanya.

Memangnya wajar jika 'keluarga' saling berciuman? Laki-laki dengan laki-laki pula. Ayahnya —Jeffery— memang pernah mengatakan jika semua orang punya cara tersendiri untuk mengungkapkan rasa cinta dan sayangnya. Namun Arshaka tidak pernah terpikirkan sebelumnya jika sesama laki-laki pun bisa berciuman? Bukannya hal itu aneh?

Walaupun Arshaka sudah menganggap mereka seperti keluarganya, tetap saja hal seperti itu sangat tabu baginya. Dengan ayahnya saja, dia hanya berani mencium pipi. Sedangkan mereka .. ? Ah sudahlah, memikirkan itu semua membuat kepala Arshaka seperti akan pecah rasanya.

"Mending mandi dulu deh. Terus keluar beli makan."

Arshaka beranjak dari duduknya, menutup pintu balkon dan berjalan menuju kamar mandi.

Namun langkah si kecil terhenti saat mendengar pintu bel nya berbunyi. Arshaka putar balik menuju lantai bawah.

"Sebentar!"

Dengan tergesa-gesa si kecil membuka pintu.

"Pesanan atas nama, Arshaka?"

Arshaka menatap bingung kurir di hadapannya, "Tapi saya nggak pesan makanan, mas?"

Si kurir memperlihatkan layar handphone miliknya, di sana tertera jika pesanan ini atas nama Arshaka. Dan itu sudah di bayar.

"Sebentar mas."

Kurir itu hanya mengangguk.

Arshaka membuka handphonenya yang bergetar, tanda ada pesan masuk.

Ian 🦁
online.

Ian🦁
gue psenin mkanan ksukaan lo, di mkan ya
udh gue byr

Me🐰
iyaa, makasih Yan

Ian🦁
bntr lg gue sm anak" yg lain ksna
jgn keluar rmh, tgg kt plg

Me🐰
sekalian bawain boba sama Tteokbokki
lgi pengen maem itu

Ian🦁
ad hdiahny? kl ad gue bawain

Si kecil hanya membaca pesan dari Brian, tidak berniat untuk membalas.

Arshaka menatap kurir yang tidak bergeming, kurir itu menatap dirinya intens membuat si kecil tidak nyaman. Arshaka tersenyum canggung dan menerima pesanannya.

"Makasih mas."

Kurir itu ikut tersenyum "Iya, sama-sama kak." Jawabannya ramah.

Arshaka menutup pintunya, dan berjalan ke arah dapur. Meletakkan bungkusan plastik itu di atas meja. Dan mulai menyantapnya. Kedua pipi si kecil menggembung seperti tupai, jika ada seseorang yang melihatnya, pasti tidak tahan untuk memakan pipi si kecil—Err .. nope, itu terlalu berlebihan.

Arshaka telah menghabiskan makanannya, tangan kecilnya menepuk-nepuk perutnya yang kekenyangan. Bersendawa kecil.

"Ugh .. kenyang banget. Pengen mandi tapi susah gerak! Tungguin mereka dateng aja kali ya. Emggh tapi ngantuk."

Arshaka membaringkan kepalanya di meja, berharap agar para sahabatnya segera sampai dengan cepat.

***

Poor Zio ; yang gak kebagian nyicipin bibirnya ayang. Hahhajsj

ARSHAKA JOCASTA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang