3. Memilih Dilupakan

133 91 118
                                    

Sebelum matahari terbit pria itu sudah membuka matanya, ia berniat untuk membuat gadis yang tertidur di sampingnya lupa ingatan

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

Sebelum matahari terbit pria itu sudah membuka matanya, ia berniat untuk membuat gadis yang tertidur di sampingnya lupa ingatan.

"Makasih udah percaya sama aku, tapi sekarang aku berubah pikiran. Ini bukan waktu yang pas untuk kita pertama kali mengenal, aku akan membuat temanmu terbiasa menerimaku. Selamat tinggal Mawar," ucapnya mengelus puncak kepala gadis yang masih terlelap.

Saat itu juga bibirnya mengucapkan mantra yang dapat membuat kepala yang di sentuh menjadi lupa tentang kejadian semalam, hanya bagian ia keluar rumah untuk membantunya.

Matahari telah terbit, cahayanya masuk di celah - celah kamarku. Aku hanya menatap ke sekeliling sambil mengucek mataku, entah kenapa aku merasa ada yang kurang tapi aku memilih abai dan menyambar andukku.

"Mawarrrr! astaga ini anak udah jam segini kamu belum keluar juga?!" terdengar suara omelan temanku yang sudah kemas dengan pakaian seragam.

"Astaga Risra kamu kenapa sih ribut - ribut? aku pusing dengarnya, mana baru bangun." resahku menguap.

"Kau ini, apa kau tidak liat jika setengah jam lagi kita mau masuk? dan lagi kita itu pergi sekolah kan jalan kaki bukan naik motor," geramnya.

"Ya ya ya, aku tau. Gak lama kok aku mandinya, udah sana makan aja duluan." usirku kembali menguap sambil menutup mulutku.

"Oke, awas aja kalau lama." ancamnya dan aku hanya mengangguk.

◍⁠• Didapur •⁠◍

Bibi yang sudah tak dapat lagi membendung rasa penasarannya mulai angkat bicara, awalnya bibi ragu tapi tidak ada salahnya bertanya dari pada terus kepikiran.

"Maaf non, apa semalam rumah ini kemalingan?" sontak pertanyaan bibi membuat jantung Risra terkejut, tepat saat ia baru saja meneguk susu hangatnya hingga tersedak.

Ukhukkk Ukhukkk Ukhukkk

"Astaga bi, kenapa bibi bisa bertanya seperti itu? semalam kami pulang agak larut. Tapi gak ada hal yang mencurigakan kok," gelengnya.

"Anu non, masalahnya tadi pagi pas bibi lagi nyapu kamar papanya Risra bibi liat baju tuan berantakan di mana - mana. Paling banyak numpuk di kasur, kan gak mungkin papa Risra kalau pulang mendadak kayak gitu." pikir bibi.

"Iya juga ya bi, kerjaan si Mawar kali bi. Dia kan orangnya emang rada aneh gitu, kadang - kadang sikapnya gak bisa di tebak."

"Bibi juga kurang tau non, tapi coba nanti bibi tanya juga sama non Mawar. Siapa tau emang iya itu perbuatan non Mawar yang lagi cari barang,"

"Benar banget bi," angguk Risra kembali mengunyah nasi gorengnya.

"Pagi bibi cantik!" aku dengan semangat 45 langsung duduk dan menatap berbinar ke arah nasi goreng bibi yang baunya begitu harum.

"Eh Teddy, kamu tadi malam ada ke kamar papamu gak?" tanya Risra.

"Apa sih... Kamu gak ingat? aku semalam cuma masak buat aku makan, terus aku tidur. Ada yang salah kah?" tanyaku menaikkan satu alisku membuat dua insan yang ada di hadapanku saling tatap.

"Risra kalau kamu takut kena omel enggak ya, aku sama bibi cuma kepo aja nih. Soalnya kamar papa kamu itu berantakan, kali aja malingnya kamu ya kan?"

"Sembarangan! aku itu semalam abis makan pokoknya langsung tidur, apa kamu liat emangnya aku masuk ke sana? mana tau kan kamar papa berhantu, jadi hantunya boring ya ngerogoh baju papa. Kali aja Nemu emas. Soalnya dulu aku juga suka sih berantakin baju papa, cuma buat meriksa kantong. Lumayan setiap kantong papa ninggalin uang 100 ribu, hehe kaya dadakan aku ya kan?" girangku polos membuat mata Risra menatap ke arah bibi.

"Kayaknya bukan ni anak deh bi," bisiknya dan bibi hanya mengangguk.

"Ahhhh emang masakan bibi itu juara banget, sama rasanya kayak masakan mama. Enaknya poll poll polll gak ada lawan!" seruku.

"Sttttt diem! kamu ini bukannya baca doa abis makan malah berisik," tegur Risra meletakkan satu tangannya di bibirnya.

"Idih, aku yang senang situ yang sewot. Harusnya situ suka liat aku bahagia, udah ah dari semalam kamu kayak Mak lampir. Kerjaannya marah - marah... Mulu, kayak kereta api tau gak? panjang... Gak berujung, mending ulat bulu, panjang tapi gak panjang banget." racauku membuat Risra menepuk dahinya.

"Idih apa sih kamu maksud, udah ah ayo." Risra yang tak ambil pusing bangkit menarik tanganku setelah berpamitan pada bibi.

◍⁠• Disekolah •⁠◍

"Astoge ini gerbang sekolah kita bukan sih? kok rame banget kayak lagi ada acara pembagian sembako," batin Mawar sambil mengernyitkan dahinya.

"Misi semuanya! Mawar Cantik mau lewat! ckkkk, pada gak tau tempat."

Semua siswi yang mendengar suara bak petir yang aku miliki jadi membuka jalan, aku dan Risra akhirnya bisa berjalan masuk ke kawasan sekolah.

"Udah tutup mulutmu, kayak gak tau aja aku ini punya daya tarik yang kuat tau." sombong Mawar membuat temannya jadi memasang tampang datar.

"Bukan gitu maksudku Teddy, apa kamu gak liat? itu di ujung kayaknya ada siswa baru. Gila gak salah sih mereka pada ngumpul di sini, ada cogan rupanya." ucapnya membuatku ikut melihat ke arah tatapan Risra.

"Apaan sih biasa aja, lagian kamu kok tumben ngakuin cowok tampan? biasanya enggak tertarik," ledekku yang langsung mendapatkan satu jitakan darinya.

"Waaaaa... Aaaaa... Astaga dia itu siapa? ganteng banget gila,"

"Bener banget, pengen gue tembak rasanya."

"Oppa aja kalah,"

"Oh! bukan main,"

Siswi sibuk berteriak - teriak untuk mencuri perhatian cowok tersebut, sedangkan para siswa merasa cemburu karena murid baru tadi mendapatkan perhatian yang sangat besar.

Entah kenapa aku merasa pria itu malah melihat ke arahku, bibirnya memancarkan senyuman. Membuat para wanita yang di ujung menatap sinis ke arahku, hal itu membuatku kurang senang.

"Genit banget sih jadi cowok, apa dia sekarang mau jadikan aku tumbalnya biar para cewek jadi musuhin aku?" sinisku yang memilih acuh lalu menarik tangan Risra menuju kelas.

Lagian upacara bendera sebentar lagi juga akan di mulai, jadi mana sempat untuk sekedar menaruh tas lagi jika terus berlama - lama di luar.

"Tunggu," terdengar suara berat mencegah langkah kakiku.

Mataku sampai membelalak sempurna saat melihat sosok yang tadi seperti nya ada di samping gedung malah sudah berada di hadapanku dan Risra.

Risra seperti terhipnotis dan melambai tersipu ke arahnya.

"Lo anak kelas XII A atau B?" tanyanya.

"Emangnya kenapa?" tanyaku sinis.

"Kenapa sikapnya jadi sedingin ini? ku pikir dia gadis yang selalu ramah pada orang yang baru ia kenal, apa aku harus terlihat menyedihkan lebih dulu untuk mendapatkan perhatiannya?" batin pria yang semalam sempat di tolong oleh Mawar.

"Emm, gak apa - apa. Gue kan murid baru di sini, siapa tau lo bersedia nganterin gue ke salah satu kelas yang gue tanya tadi. Atau mungkin saja kita sekelas," jawabnya.

"Kami dari kelas XIIA, lo?" akhirnya pertanyaannya di jawab oleh Risra.

"Sama, kata guru gue di suruh masuk ke sana." angguknya cepat.

"Yaudah kalau gitu kita sekalian aja, iya kan Mawar." senyum Risra.

"Terserah," jawabku ketus lalu berjalan lebih dulu meninggalkan Risra dan dan pria yang masih tampak kecewa di sana.

~ Bersambung ~

Vote ⭐

Komen 💬

Share to your friends 🕊️

Reinkarnasi Putri Mawar Merah Onde as histórias ganham vida. Descobre agora