Bab 14

4K 401 39
                                    

Pagi itu Ais datang ke kantor dengan sedikit lesu. Rasa-rasanya hanya ia yang tampak lesu karena begitu memasuki ruangan, para staf sedang sibuk membicarakan event running nanti sore.

Kemarin malam Dona sudah mengirim pemberitahuan di grup kantor bahwa sore nanti jam setengah lima, akan diadakan event running yang juga akan dihadiri oleh Nirvan Nadipati. Bagi yang ingin berpartisipasi, sudah harus siap di lobi pada pukul empat dan mereka akan mulai lari jam setengah lima. Dalam rangka memeriahkan festival budaya Bank Nasional, selama satu bulan ke depan akan diadakan beberapa event club budaya yang selama ini sudah terbentuk.

Seperti biasa, Ais tidak bersemangat mengikuti acara-acara kantor. Apalagi hari ini suasana hatinya sedang tidak begitu baik. Semalam, diam-diam ia meneteskan air mata saat menemani anak-anaknya pergi tidur. Kedua matanya menjelang perih ketika menatap wajah pulas Kenan dan Shakila. Pengakuan Yuni yang sedang hamil, membuat hatinya sedikit terguncang meski sebenarnya hal itu pasti terjadi.

Bukannya ia masih mencintai Galih, Ais yakin rasa itu sudah punah. Melainkan kenyataan bahwa ia bisa hidup tanpa Galih, tetapi tidak dengan kedua anaknya. Semalam anak-anaknya masih merengek ingin bicara dengan Galih, ia kelepasan marah karena Kenan dan Shakila ngotot ingin video call dengan Galih. Ia berakhir marah dengan nada tinggi, dan membuat anak-anaknya meneteskan air mata.

Semalam sesalnya kembali tumpah bersama air matanya. Kenapa ia harus lepas kontrol di hadapan anak-anaknya, yang belum sepenuhnya mengerti jika ia dan Galih sudah berpisah? Anak-anaknya tidak mengerti jika Galih lebih memilih Yuni dibanding mereka. Pasca ketahuan selingkuh, Galih memang mengaku salah. Namun, tidak sekali pun Galih memperjuangkan keluarganya.

"Aku jatuh cinta lagi.  Aku sayang dia. Maaf."

Kalimat pahit yang pernah terucap dari bibir Galih itu tidak pernah bisa ia lupakan. Pantas Galih jadi jarang pulang. Padahal, mereka LDR Surabaya-Jember. Seharusnya Galih bisa pulang di setiap akhir pekan. Namun Galih selalu beralasan harus lembur di kantor.

Rupanya di Jember, Galih punya wanita lain. Sebenarnya firasat itu sudah ada jauh sebelum perselingkuhan itu terkuak. Dua bulan setelah pindah ke Jember, Galih menjadi semakin perhitungan soal nafkah. Saat itu Ais berusaha mengerti karena sejak hidup terpisah, mereka harus membiayai dua dapur. Akan tetapi, semakin lama Galih semakin pelit.

Suatu hari ketika Galih pulang, ia sengaja bangun pada dini hari demi mengecek ponsel suaminya itu. Ternyata sidik jarinya sudah tidak bisa digunakan, Galih juga mengganti sandi ponselnya. Tentu saja pagi harinya Ais meminta izin Galih untuk mengecek ponsel. Anehnya, Galih malah marah-marah.

Berawal dari sikap janggal itu, Ais semakin curiga jika Galih diam-diam punya wanita lain. Maka di suatu kesempatan, diam-diam ia mengambil cuti dan menyatroni kos-kosan Galih di Jember. Ia sengaja menunggu sebelum Galih pulang.

Ais ingat, pada Jumat malam ia melihat Galih pulang bersama wanita lain di mobilnya. Yang membuat Ais merasa semakin sedih, selama pernikahan ia yang membayar DP juga angsuran mobil yang dinaiki oleh Galih dan selingkuhannya.

Malam itu ia marah. Ia histeris dan berteriak seperti orang kesetanan di depan kos-kosan Galih dan mengundang atensi warga sekitar. Yuni, perempuan kurang ajar itu melipat kedua tangan sambil menatap angkuh dari balik punggung Galih. Malam itu Ais menerima kenyataan pahit, ternyata Galih lebih memilih melindungi selingkuhannya dan membuat mental juga emosinya berantakan. Ia berteriak dan menangis seperti orang gila. Lantas setelah ketahuan, apakah Galih berhenti berhubungan dengan Yuni?

Sayangnya tidak. Galih memilih tidak tegas dan membiarkan Yuni terus meringsek masuk. Sementara ia berjuang sendirian dengan hati yang hancur hingga tidak bisa menerima perlakuan yang lebih jauh lagi.

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang