Bab 21

4.1K 449 122
                                    

"Aku sakit. Ini udah agak mendingan. Hari ini ijin nggak masuk kantor. Tadi nggak bisa bangun, aku meriang, kepala aku berat banget. Jadi aku cuma rebahan di kasur."

Sore itu Ares menerima panggilan video dari Kirana. Berbaring nyaman di tempat tidur, badannya sudah terasa lebih baik.  Tadi siang setelah menemaninya makan dan minum obat, Ais dan Januar segera undur diri sehingga ia bisa melanjutkan istirahatnya.

"Kamu udah makan?" Kirana bertanya sambil merapikan rambut.

"Sudah. Tadi sekretaris aku sama supir di kantor, dateng ke sini."

"Mereka dateng ke sana?"

Ares mengangguk pelan sebelum melanjutkan ceritanya. "Iya. Mereka ngecek aku, soalnya aku nggak respon panggilan dari Pak Nirvan. Ya tiba-tiba aja udah di kamar aku. Aku udah nggak bisa tanya banyak, udah lemes banget. Badan aku keringetan panas dingin. Kaki aku dingin banget. Terus Ais, sekretaris aku, buatin aku teh. Januar pergi beliin obat sama makanan."

"Jadi dia yang rawat kamu?" Senyuman Kirana lepas begitu saja.

"Iya."

"Untung ada dia."

"Ya sama Januar. Dia kayak nggak nyaman gitu. Terus dia bilang kalo disuruh Pak Nirvan ngecek keadaan aku."

"Terus?"

"Terus pas Januar balik, aku dituntun sama Januar duduk di meja makan. Ais yang siapin makanan buat aku. Januar bawain aku rawon. Ya udah, terus aku makan."

"Nggak disuapin Ais?" goda Kirana dengan senyuman tertahan.

Senyuman Ares tertahan pahit. "Kamu pikir aku balita? Aku bisa makan sendiri."

"Dia kayaknya telaten. I mean, dari cerita-cerita kamu dia emak-emak banget nggak sih?" Kirana tampak menatap kuku-kukunya sejenak.

"Ya dia emang udah emak-emak. Jadi kapan kamu yang ngurusin aku?" tanya Ares dengan tatapan manja.

"Kan udah ada Ais...." Kirana tersenyum jahil.

"Dia sekretaris aku. Aku pingin diurus sama kamu." Ares menatap Kirana yang hanya mengulum senyum.

"Aku nggak keibuan."

"Aku nggak cari yang keibuan, aku cuma tanya kapan kamu yang ngurus aku?"

"Kayaknya kamu harus telpon Ais."

"Kenapa?" Dahi Ares berkerut.

"Kemaren habis nyicipin masakan Ais, kamu pingin aku masakin. Sekarang habis diurus Ais, kamu pingin aku urusin." Senyuman Kirana mengembang geli.

Haaa?Ares memutar sejenak bola matanya. Apa iya? Ia sama sekali tidak menyadarinya.

"Di alam bawah sadar kamu, kamu butuh yang keibuan kayak Ais."

Apa iya? Ares berkedip-kedip sambil melirik ke kanan. "Tapi aku mau yang kayak kamu," sambungnya kemudian.

"Aku nggak bakat ngurus laki-laki." Kirana masih tersenyum.

"Kamu bisanya nyenengin laki-laki ya?"

"Itu tahu."

"Hmm.... jadi, nanti pulang kerja kamu mau ngapain?" Ares mengalihkan topik pembicaraan.

"Pulang."

Oh... nggak ke sini? Pertanyaan itu hanya tertahan di bibir Ares. "Oh, ya udah...." Ares memilih berlagak baik-baik saja meski ia sebenarnya sangat mendambakan perhatian Kirana. Apa Kirana benar-benar tidak peduli?

POINT OF VIEW [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang