05

165 26 8
                                    

Tidak ada.

Sekali lagi dipertegas bahwa tidak ada yang pernah bisa membuat seorang Haidar merasa sekacau ini.

Kecuali, sosok yang wajahnya telah diabadikan lewat benda mati di tangannya. Sekarang posisinya sedang berada di dalam mobil, menunggu seseorang yang dikatakan akan menjemputnya, dan kini seseorang itu tengah memasuki area dalam mansion. Katanya masih ada urusan, sehingga sinilah dia sekarang. Duduk di dalam mobil, sedangkan para maid tampan sibuk memasukkan barang-barang yang ia butuhkan ke dalam mobil yang ada di belakangnya.

"Bunda,"

Sosok yang begitu membekas di hati seorang anak lelaki pembangkang seperti Haidar. Sosok yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, namun kini dengan mudahnya memporak porandakkan perasaannya sedemikian rupa.

Karena yang ia tahu dari cerita sang nenek, ibunya adalah sosok pemalu yang tidak pernah setuju diambil gambarnya untuk disimpan sebagai kenang-kenangan. Ibunya juga tidak pernah menunjukkan wajahnya kepada siapapun selama hidupnya, mendiang dikatakan selalu menundukkan pandangan ketika berada di luar rumah.

Bahkan sang nenek tidak tahu pasti bagaimana wajah sang ibu, karena ia dengar dari cerita salah satu maid di kediaman utama yang sudah mengabdi puluhan tahun. Ibunya selalu menggunakan niqab, jauh sebelum menikah dengan ayahnya.

Satu-satunya foto yang pernah Haidar lihatpun, sosok ibunya mengenakan niqab yang menutupi seluruh wajahnya tengah memeluk dirinya yang berumur 1 tahun bersama Hafla di sisi wanita itu.

Dia sama sekali tidak pernah tahu bahwa Hafla memiliki foto ibunya seperti yang ada di dalam layar tablet dalam genggamannya ini. Di sana, wanita cantik itu mengenakan jilbab berwarna navy, senyumnya lebar ke arah kamera. Perkiraan sosok itu baru memasuki usia remaja. Cantik sekali. Ah! Rasanya Haidar ingin memukul wajah kembarannya lantaran kesal karena merasa telah dikhianati selama bertahun-tahun. "Bajingan," bisiknya.

Sekali lagi dia pandangi wajah cantik ibunya. Tidak bosan rasanya melihat senyum manis wanita yang telah melahirkannya tersebut. Sayangnya, di antara mereka berdua, tidak ada yang benar-benar mewarisi sepenuhnya fisik serta sifat wanita itu.

Selama ini dia mengira, ibunya memiliki mata sipit seperti milik Hafla lantaran mata pemuda itu yang berbeda dengan miliknya dan juga Nizam. Namun siapa sangka, ternyata wanita pemilik nama lengkap Afifa Nahda tersebut mempunyai mata bulat berwarna cokelat terang yang dihiasi bulu mata panjang nan lentik.

Sungguh, menurut Haidar ibunya adalah sosok yang diciptakan Tuhan dengan fisik serta sifat yang sempurna. Dia beruntung lahir dari rahim wanita itu, dan dia menyesal karena selama ini lebih banyak mengecewakan ibunya.

"Foto bunda? lo dapat dari mana?" Cetus Daffa yang baru saja memasuki mobil. Pemuda yang lebuh tua dua tahun darinya itu duduk di depan; di samping supir yang akan mengantar mereka ke tempat tujuan.

Haidar refleks mematikan layar tablet di tangannya. Wajahnya datar, tampak tidak senang karena ulah pemuda tersebut yang seenak hati mengintip privasi orang lain. Atau lebih tepatnya dia tidak rela jika wajah ibunya yang selama ini disembunyikan malah dilihat oleh orang lain selain keluarga dekat wanita tersebut.

Daffa terkekeh pelan melihat kelakuan sepupunya itu. "Santai, Der. Gue dulu juga sempat diasuh bunda lo," ujarnya. "Tapi kok agak mirip sama seseorang ya?"

"Terserah." Haidar tak acuh. Dia sedikit kesal karena harus menunggu lebih dari setengah jam di dalam mobil. "Kapan berangkat? Kelamaan, gue ngantuk!"

"Lo ngga penasaran, kemana om Nizam mau ngirim lo?"

Yang lebih muda melirik sekilas, kemudian kembali membuang muka ke arah luar. "Ngga," jawabnya singkat.

Setelahnya hanya ada kesunyian di antara mereka berdua. Daffa yang sibuk dengan ponselnya begitupun Haidar. Hingga suara pintu mobil yang dibuka tepat di sebelah Haidar, membuat atensi keduanya beralih kepada si pelaku.

Peruvian LilyWhere stories live. Discover now