Bab 7 festival date

59 11 3
                                    

"Leon!"

Dengan penampilan sangat rapi, Leon keluar dari mobil hitam BMW X5 terbaru, mengenakan kemeja putih dilapisi jas hitam dan kecamata hitam pekat. Dalam genggaman tangannya, ia membawa sebuah buket bunga mawar merah yang indah.

"Ini untukmu," Ucap Leon memberikan buket itu kepada Liana.

Liana, yang membeku tak bisa berkata-kata, menerima buket itu dengan tatapan kaget yang masih melekat di wajahnya.

"Kenapa diam? Oh iya, kebetulan aku melihat toko bunga jadi tidak sengaja membelinya. Jadi Jangan kegeeran,"Ucap Leon mengusap rambutnya dengan senyum bangga di wajahnya, sepertinya tips dari internet itu berhasil.

Namun, kebingungan terpancar jelas di wajah Liana saat ia akhirnya bisa berbicara, "Tapi Leon, kita kan akan pergi ke festival. Mengapa kamu memakai kemeja dan jas?"

"A-apa?" Leon tergagap, matanya mulai mengerjap, ia membatu di tempat, seolah berharap bisa menghilang dari situasi yang membingungkan ini. Ternyata ia lupa untuk menanyakan dimana tempat yang akan mereka kunjungi ia terlalu memikirkan tips kencan dari web yang di bacanya.

"Tapi tidak apa, kamu terlihat sangat keren. Sangat tampan," ucap Liana, mencoba menghibur Leon yang tampaknya malu dengan senyum kikuk, sambil mengacungkan jempol.

Liana dan Leon melanjutkan perjalanan mereka menuju festival dengan suasana yang agak canggung. Dalam keheningan, Leon sesekali melirik ke arah Liana dan terpesona oleh kecantikannya yang luar biasa malam itu. Leon tidak bisa menahan diri untuk tidak melirik ke arah Liana. Tatapan Leon membuat Liana merasa sedikit tak nyaman, tetapi juga tersipu malu di dalam hatinya.

Sampai di festival yang ramai, Liana merasa senang dan hendak keluar dari mobil, namun tiba-tiba Leon menahannya dengan lembut.

"Tunggu, jangan keluar dulu," ucap Leon sambil turun dari mobil dan dengan anggunnya membukakan pintu untuk Liana. Perlakuan Leon yang tidak biasa membuat jantung Liana berdetak lebih cepat. Ia bingung dengan perubahan sikap Leon yang biasanya lebih dingin.

Liana turun dari mobil dengan perasaan canggung Liana merasa aneh dengan perilaku Leon yang berubah. Dia bertanya-tanya dari mana Leon belajar perilaku seperti itu, dan mengapa dia tiba-tiba berubah begitu drastis., sedangkan Leon masih mengikuti tips dari web yang dia temukan sebelumnya. Meskipun dia merasa malu dengan kejadian sebelumnya, Leon masih berusaha untuk menjadi sosok yang lebih perhatian untuk menarik perhatian Liana.

Saat Liana dan Leon turun dari mobil, sorot mata semua orang langsung tertuju pada Leon bisikan bisikan gadis yang membicarakan Leon.Bahkan Liana pun tak bisa menyangkal pesona yang dimiliki Leon. Liana tak bisa menahan kagumnya melihat bagaimana semua orang terpesona oleh ketampanan Leon. Bahkan dirinya sendiri merasa terpana melihatnya. "Tidak heran mereka semua terpesona olehnya, Leon memang setampan itu," Gumam Liana sambil melirik ke arah Leon. Penampilannya yang sempurna dengan postur tubuh yang atletis dan kemeja putih serta jas yang dipakainya dengan begitu elegan membuat semua wanita terpesona dan tak bisa berpaling darinya.

"Liana? " Ucap Leon sambil mengibaskan tangannya ke wajah Liana.

Liana yang sendari tadi memandang ketampanan Leon tersadar karena lambaian tangan Leon yang menyadarkannya.

"Sepertinya aku terlalu tampan ya. Sampai kamu melamun begini? Tenang masih banyak waktu kok untuk memandangku setiap hari!." Ucap Leon meledek Liana.

Liana yang tertangkap basah karena melamun melihat Leon pun tak bisa menyembunyikan wajahnya yang malu dan memerah seperti kepiting rebus. "GEER, banget Jadi orang siapa juga yang ngelihat kamu! " Jawab Liana menyangkal perkataan Leon lalu meledeknya dengan mengedipkan satu mata dan mengeluarkan lidahnya seakan mengejek Leon.

Mereka pun berjalan memasuki festival.
Lampu-lampu berwarna memercikkan semangat kehidupan ke dalam malam yang sunyi, mewarnai kegelapan dengan keindahan yang memikat. Leon, yang jarang menyaksikan kegembiraan semacam ini, terpesona oleh pesona festival yang begitu memikat. Baginya, festival adalah sesuatu yang asing dan misterius.

"Ini festival?." Ucap Leon kagum.

"Kamu belum pernah ke festival sebelumnya?" tanya Liana terkejut.

Leon menggeleng. "Tidak, mungkin pernah, tapi tidak seperti ini aku hanya menghadiri pesta keluarga."

Liana mengangguk, "Memang beda ya orang kaya. " Gumam Liana memahami perbedaan latar belakang mereka. Bagi Liana, festival adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, sedangkan bagi Leon, itu adalah sesuatu yang begitu asing.

"Kamu bilang apa? " Tanya Leon.

"Tidak apa-apa," jawab Liana cepat, mencoba menutupi komentarnya.
"Baiklah, karena kamu belum pernah melihat festival sebelumnya, aku akan mengajakmu menikmati setiap momen di sini. Ayo kita berkeliling dan mencoba semua makanan-makanan lezat! Yang ada disini lalu naik wahana yang seru!" Ucap Liana penuh semangat dan tingkahnya yang menggemaskan.

Leon terdiam sejenak, merenungkan mendengar kata kata Liana membuat hatinya tergerak. Memang, kehidupannya selama ini penuh dengan kesibukan orang tua yang tidak pernah memperhatikannya.

Leon tersenyum. Baginya, ini adalah pertama kalinya seseorang begitu peduli padanya.

Melalui sorot mata Leon, terpancar kegembiraan yang sudah lama terkubur. Baginya, momen ini adalah peluang untuk melupakan kesepiannya di keluarga yang sibuk dengan pekerjaan mereka sendiri.

Liana tersenyum lebar dengan menggandeng tangan Leon, menyaksikan keindahan festival yang dipenuhi dengan lampu-lampu berwarna yang gemerlap. Langkah mereka terhenti di depan sebuah penjual es krim yang menggoda. "Kamu mau es krim?" tanya Liana dengan senyum manisnya.

Leon menatap Liana dengan wajah gemas melihat senyum Liana tetapi tertutup gengsi sebagai lelaki dengan wajah sedikit jutek, namun tak bisa menahan rayuan es krim yang menggiurkan. "Nggak, kamu aja," jawabnya singkat menolak karena gengsinya yang amat tinggi, sambil mencuri-curi pandang ke arah eskrim yang menggoda.

Liana tertawa kecil. "Nggak ada penolakan, pokoknya kamu harus mau!" serunya sambil menarik tangan Leon ke arah penjual es krim. Mereka memesan dua es krim favorit mereka dan melanjutkan perjalanan mereka di bawah gemerlap bintang. Sesekali, Leon mencuri pandang pada Liana yang tersenyum bahagia jantungnya yang selalu berdebar saat melihat Liana, sepertinya ia sudah menyadarinya bahwa ia benar benar menyukai Liana.

Mereka berdua berjalan sambil menikmati es krim, namun pandangan Liana terhenti pada wahana rumah hantu yang menantang di kejauhan. "Leon, ayo kita ke sana," ajaknya semangat sambil menarik tangan Leon.

"K-kamu serius ingin masuk ke sana?" Leon tergagap, matanya melirik wahana seram itu dengan ketegangan.

"Kamu takut hantu, Leon?" goda Liana sambil tertawa.

"Mana mungkin anak kecil saja tidak akan takut dengan wahana seperti itu!" Leon membalas dengan percaya diri.

Merekapun membeli tiket dan masuk ke dalam rumah hantu tersebut. Namun, Liana terkejut saat Leon yang sejak awal memeluk tangannya sambil memejamkan matanya, berteriak ketakutan setiap kali ada hantu muncul. Liana tertawa melihat Leon yang ketakutan seperti anak kecil, tetapi tetap setia memegang tangannya, hingga mereka keluar dari wahana itu, Leon masih dalam keadaan panik dengan tangannya yang masih memegang erat Liana dan matanya yang terpejam ketakutan.

"Leon buka matamu. " Ucap Liana sembari memenangkan Leon.

"Nggak mau! " Jawab Leon merengek seperti bayi.

"Leon, kita sudah keluar, buka matamu!" pinta Liana menepuk pundak Leon.

Leon membuka satu matanya dan melihat setuasi di sekitar akhirnya sadar bahwa mereka sudah keluar dari rumah hantu, ekspresi wajahnya berubah menjadi lega, Leon pun melepas tangannya dari Liana, kemudian dengan gagah mencoba kembali ke sikap dinginnya sambil mengibaskan rambutnya, meskipun dia merasa sedikit malu ketika menyadari bahwa orang-orang di sekitar sedang tertawa melihatnya.

Liana tertawa melihat reaksi malu Leon, dan hal itu membuat suasana menjadi lebih ringan.

Cold Guardian (On Going)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora