Marvin mulai mengisi ulang peluru pada pistol digenggamnya. Kemeja dan jas hitamnya terlihat begitu kotor karena terkena cipratan darah dari musuh-musuhnya. Matanya menatap waspada pada sekitarnya, disebrang sana ada Tama yang juga tampak bersiaga. Keduanya saling memberi kode lewat tatapannya.
Suara tembakan satu sama lain saling bersahutan. Mereka kini sudah berada didepan sebuah bangunan para penjual manusia itu. Dan sesuai dengan dugaan Marvin, cukup banyak yang berjaga disini.
Ada dua kelompok yang Marvin bagi disini, kelompok pertama ada Marvin, Rylie, Sean dan Tama yang turun dibagian untuk menyelamatkan para wanita-wanita disini dan beberapa anak buahnya yang cukup banyak. Sedangkan satu lagi ada Jeoffree yang tentu ikut, Luis, Haris, dan Gino dibagian nanti saat mereka akan pulang.
Sesuai rencana sebelumnya setelah berhasil menyelamatkan para wanita-wanita mereka baru akan menyerang dan menghabiskan sisa-sisa anak buah yang lain. Dan bagian itulah yang akan dipimpin Jeoffree dengan pasukan lebih banyak tentunya. Awalnya Marvin akan ikut andil namun ditahan oleh anggota lain, mereka tidak ingin sesuatu terjadi pada Marvin mengingat ada orang yang Marvin sayangi tengah menunggunya pulang.
"Mereka semua sudah mati." Ucap Marvin memberi kode pada Tama agar keluar dari persembunyiannya. Marvin menatap pada Rylie dan Sean bergantian sebelum mengangguk. Mereka mulai berjalan masuk ke dalam sebuah bangunan besar yang terlihat dari depan seperti bangunan yang sudah lama terbengkalai.
Apalagi mengingat bangunan itu yang berada disebuah pulau terpencil jauh dari keramaian. Marvin terkejut saat tiba-tiba suara gebrakan terdengar karena Tama yang menggebraknya. Marvin menatap Tama dengan tatapan kebingungan.
"Kita tidak bisa membuka pintunya, pintu ini membutuhkan scan wajah seseorang. Bagaimana kita bisa menemukan wajah yang digunakan untuk membuka ini?" Ujar Tama kesal.
"Penggal saja setiap kepala orang-orang disana." Kata Marvin enteng membuat Rylie terkejut dan menoleh dengan cepat.
"Tuan, bukankah itu terlalu kejam? Kita mungkin bisa mencari jabatan yang tertinggi diantara mayat-mayat itu semua lalu membawanya kemari untuk melakukan scan." Ujar Rylie memberi saran yang lebih manusiawi daripada rencana yang Marvin katakan.
"Bagaimana kita mengetahuinya? Mereka memiliki wajah-wajah rendahan yang tidak memiliki nilai menculik wanita-wanita didunia ini dengan sesukanya." Kata Marvin membalikan badannya menatap mayat-mayat yang terbaring disana. Tangannya dia masukan ke dalam saku lalu berjalan mendekati mayat itu satu persatu.
Tama, Sean dan Rylie saling berpandangan seolah mengerti apa yang dilakukan Marvin. Tanpa menunggu mereka segera membantu Marvin untuk menemukan jabatan tertinggi diantara mayat-mayat itu.
"Bahkan aku lebih baik dari mereka karena masih mampu membayar wanita-wanita yang aku gunakan, mereka menggunakan wanita-wanita disana tanpa membayar bahkan ditempatkan ditempat terbengkalai seperti ini." Monolog Marvin tersenyum remeh sambil terus memperhatikan mayat-mayat disana.
"Aku sepertinya menemukan yang kemungkinan wajahnya yang dapat membuka pintu tersebut." Celetuk Sean membuat mereka bertiga menoleh. Yang lain berjalan mendekati posisi Sean berada.
"Dia memiliki perbedaan yang mencolok diantara yang lain, aku rasa dia memang orangnya." Lanjut Sean berucap. Marvin mengangguk dia memerintahkan pada anak buahnya lewat kode tatapannya untuk membawa mayat itu ke depan pintu bangunan tersebut.
Anak buah Marvin menyeret mayat itu untuk melakukan scan, dan benar saja hasil wajahnya terdeteksi. Sean tidak salah menemukannya. Pintu tak lama terbuka secara otomatis. Marvin menatap pada beberapa anak buahnya. "Kalian bereskan mayat-mayat ini, jangan sampai saat aku nanti keluar mereka masih berceceran disini." Perintah Marvin pada anak buahnya.
"Kalian bisa membantu mereka disini, buang saja para mayat itu ke laut atau mungkin berikan saja pada binatang-binatang buas disini. Namun simpanlah mayat yang kita gunakan scan wajah tadi." Ujar Tama ikut memerintah beberapa anak buahnya yang ikut dengannya. Tama bukan bagian anggota mafia Marvin jadi dapat dipastikan dia kemari akan ikut membawa anak buahnya.
Setelah para ketua itu memberi arahan, mereka akhirnya memutuskan untuk segera masuk ke dalam bangunan. Dengan Marvin didepan bersama Tama, diikuti Rylie dan Sean lalu di belakang mereka juga ada beberapa anak buah Marvin dan Tama yang diberi tugas untuk masuk ikut ke dalam.
Bangunan itu cukup gelap karena penerangan cahaya nya yang sangat minim. Terlihat seperti penjara-penjara jaman dahulu yang hanya diberikan obor api dibeberapa tempat. Mereka mulai melewati jeruji besi pertama yang didalamnya ada sekitar 6 sampai 7 wanita. Lalu di jeruji kedua ada sekitar 5 orang wanita.
"Bagaimana kita menyelamatkan mereka agar mereka percaya bahwa mereka akan diselamatkan? Aku merasakan ada traumatis ditatapan mereka saat kita melewati mereka." Sahut Sean membuka suara. Marvin dan Tama yang mendengar akhirnya mengehentikan langkah mereka dan berbalik badan.
"Rylie, aku yakin dia bisa melakukannya. Salah satu alasan aku meminta Rylie ada disini itu adalah rencana ku." Ujar Marvin. Sang pemilik nama hanya tersenyum kecil san membungkukkan badannya sekilas.
"Kita juga dapat membantunya tenang saja, walaupun mungkin akan memakan waktu cukup banyak. Kita pasti bisa segera menyelesaikan ini." Tambah Tama menepuk pundak Sean. Sean hanya menganggukkan kepalanya.
"Apakah kita harus mencari seorang wanita Chitta lebih dulu? Atau setelah membawa mereka baru kita mencarinya?" Lanjut Tama bertanya pada Marvin.
"Kita akan mencarinya lebih dulu, setidaknya beri sedikit kabar gembira untuk mertuaku bahwa istrinya masih hidup disini. Berikan sedikit semangat untuknya." Jawab Marvin. Situasi yang akan Jeoffree lakukan sebenarnya memang cukup berbahaya.
Karena bagaimana tidak, mereka akan melakukan itu diatas laut yang dalam itu. Berbeda dengan Marvin yang berada di daratan. Mereka kemari membawa sekitar 5 kapal-kapal besar, 3 diantaranya yang akan ikut bersama Jeoffree nanti. Sedangkan 2 lainnya ikut bersama Marvin menampung para wanita-wanita disini.
"Aku merasakan seperti akan menjadi seorang bajak laut." Kata Tama bersemangat, Tama bukanlah seorang mafia seperti Marvin. Dia hanya seorang penjual senjata tajam ilegal yang pastinya dia sudah menjadi langganan untuk Marvin hingga berakhir mereka cukup akrab dan dekat. Ini adalah sebuah perjalanan menarik untuk Tama melakukan misi-misi seperti ini.
Marvin melihat Tama pun menggeleng-gelengkan kepalanya apalagi saat melihat wajah temannya itu sangat mirip dengan sikeparat yang pernah mencuri berlian Marvin saat itu hingga dirinya harus melewati banyak hal seperti ini.
Namun dalam hatinya juga dia senang karena setidaknya dia menjadi mendapatkan seorang pasangan hidup yang menerima dirinya. Mampu mengontrol emosinya dan membuat dirinya sedikit demi sedikit berubah saat bersamanya. Ingat itu, dalam kutip saat bersamanya. Jika tidak maka Marvin tetaplah Marvin, dia akan tetap bertindak kejam pada siapa saja yang sekiranya memang harus mendapatkan hal itu.
Seperti yang sebelumnya dia katakan untuk memenggal kepala para mayat disini, alasannya tidak ada. Karena menurut Marvin memang itu adalah hukuman yang cocok untuk mereka, sudah biasa di lingkungan nya jika ada seseorang yang dipenggal kepalanya secara tidak manusiawi. Namun karena Rylie disini adalah anggota baru karena itu dia sama sekali belum pernah melihat itu. Memang jarang Marvin melakukan hukuman hingga memenggal kepala seseorang dalam beberapa akhir-akhir ini.
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
(✓) MAFIA | markhyuck
Action┈┈ Marvin, kelahiran dari keluarga bangsawan Mafia di Italia, harus menghadapi situasi yang mendadak ketika berlian keluarganya, yang bernilai 3,2 juta Euro, dicuri oleh beberapa anak buahnya yang berkhianat. Marvin bertekad untuk melakukan segala y...