01. AFIF RAFASYA AS-SHIDIQ

2.3K 127 29
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh reader tercintahhhku...

Siapa yang nggak sabar baca cerita Gus Afif? Sudah cooming yach.
Cek reels instagram Pi di @ffyah18___

Note : untuk pembaca baru, harap baca versi lamanya agar lebih paham ya.

"Untuk pembaca lama, sudahkah kalian membeli novelnya?"

Baca wattpad doang nggak beli versi novelnya, yang bener aje rugi dong!

.......

"Happy reading"

.
.
.
.

Suara lantunan merdu ayat-ayat Al-Qur'an terdengar disetiap sudut kamar, dengan suara lembut dan syahdu itu membuat siapa saja yang mendengarnya pasti akan terpesona, apalagi jika melihat wajahnya yang begitu menawan.

"Shadaqallahula'dzim."

Lelaki yang bernama Afif Rafasya As-shidiq ini menutup mushaf Al-Qur'an setelah membacanya dari satu jam yang lalu. Setelah sholat subuh dan membaca Al-Qur'an, lelaki ini melanjutkannya dengan berdzikir sembari menunggu jam enam pagi tiba.

Sampai akhirnya ia selesai dan membereskan peralatan sholatnya, mulai dari melipat sajadah, menyimpan Al-Qur'an pada tempatnya. Setelah itu lelaki berumur 19 tahun ini keluar kamar, sebab terdengar suara yang memanggilnya.

"Makan dulu, Sayang." ucap sang Bunda saat lelaki ini menghampirinya ke meja makan. Mungkin, jika kalian membaca cerita pertama saya, kalian bisa lebih paham.

Lelaki ini tersenyum dan duduk diatas kursi dengan mengambil gelas yang berisi air mineral lalu meminumnya. "Abba kemana?"

"Masih dikamar, nggak tau lagi ngapain." ucap Alea sembari mengambil piring dan mengambilkan nasi untuk sang putra.

"Bunda, laptop Abba dimana?" teriak sang suami dari lantai atas sembari menatap ke bawah.

Sontak membuat Alea dan Afif mendongkak. "Kan Abba yang nyimpen semalam."

"Abba kan nyimpen dilaci, tapi nggak ada."

Alea menghela nafasnya, kemudian berjalan menghampiri sang suami yang terus pergi ke kamar. Kedua orangtua ini jika didepan sang anak memang berbicara layaknya orangtua, beda halnya jika hanya sedang berdua.

Saat sampai kamar, Alea langsung membuka laci untuk mencari laptop suaminya. "Semalam Aa' nyimpen dilaci paling atas, kan?"

"Iya, tapi nggak ada." sahut Alif yang tengah duduk diatas kasur.

Kemudian Alea membuka laci kedua dan ketiga. "Ini apa, A'." Alea mengambil laptop yang berada dilaci urutan ke tiga, lalu memberikan pada Alif. "Dicari dulu yang teliti,"

Alif menyengir. "Tadi nggak ada, Sayang."

"Aa' kalo cari barang emang gitu, kan? Nggak teliti. Orang mah dicari dulu, ke semua tempat. Ini, baru cari disati tempat, udah manggil-manggil, Bunda ini Abba kemana, Bunda itu Abba dimana. Heran sama Aa'."

Alif menatap istrinya yang tengah berbicara terus menerus itu, sampai akhirnya ia tersenyum saat merasa gemas pada istrinya. "Lucu, وبتحلوي حتى لو متضا يقة."

Dan kamu masih cantik meski engkau sedang marah.

Bukannya baper dengan ucapan suaminya, Alea justru malah menghela nafasnya. "Udah basi, bapernya udah hilang. Setiap kali Alea lagi ngomelin Aa', pasti bilangnya gitu."

"Tapi, cintanya kamu ke Aa' nggak hilang, kan?"

"Terlanjur. Kalo udah hilang juga nggak bisa ngapa-ngapain, aslinya bosen liat Aa' terus." ucapnya yang terus pergi meninggalkan sang suami.

Keduanya memang baru mempunyai satu putra, memang belum diberi lagi, padahal Alif menginginkan banyak anak. Walaupun usia pernikahan mereka sudah puluhan tahun, tapi mereka masih harmonis bak pengantin baru.

"Makannya udah, Nak?" tanya Alea menghampiri sang putra, kemudian duduk dikursi samping Afif.

"Belum, Aca nunggu Bunda."

"Ngapain nunggu Bunda?"

"Mau disuapin sama Bunda."

Alea menghela nafasnya sembari menggeleng gelengkan kepalanya. "Kebiasaan kamu." ia mengambil piring yang berisi nasi beserta lauknya, lalu menyuapi putranya. "Hari ini, kamu kuliah, kan?"

"Kuliah, Bund. Masuk siang, setelah itu Aca mau ke pondok mau ketemu sama Jiddah, habis itu ikut sama santri-santri pawai obor untuk menyambut bulan ramadan."

"Nggak capek?"

"Nggak, justru seru."

Alea tersenyum. "Jangan capek-capek, nanti kamu sakit."

"InsyaAllah nggak Bunda."

•••••••••••

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

Afif masuk ke dalam rumah milik kedua orangtua Alif, ia mencium punggung tangan Khusni dan Farhan yang tengah duduk diatas sofa itu. Kemudian lelaki itu duduk disamping sang Nenek yang memang lebih dekat dengannya.

"Dari kampus, ya?" tanya Khusni saat melihat sang cucu membawa tas ransel dan memakai kemeja dan celana jeans, biasanya Afif memakai sarung dan kemeja saja.

"Iya, Jiddah."

"Sudah makan? Makan dulu, ya. Jiddah sudah masak enak loh."

"Nggak, Aca udah kenyang." ucap Afif dibalas anggukan oleh Khusni. "Jam berapa santri-santri berangkat, Kek?"

"Paling sebentar lagi, mau ikut?"

"Kemarin kan Aca udah bilang sama Kakek."

"Emang iya? Kakek lupa. Maklum, sudah tua, sudah punya cucu dua dan sudah pada dewasa."

"Sebentar lagi juga ada yang menikah." sambung Khusni terkekeh.

"Siapa?"

"Diantara kamu sama Adiba."

"Nggak, lah. Aca masih terlalu muda untuk menikah, calonnya pun belum ada."

"Jangan aneh-aneh, ya. Jangan pacaran, awas kalo pacaran. Kakek sentil kamu!" ujar sang Kakek mengingatkan.

"Iya, Aca nggak bakal pacaran kok."

.
.
.
.

#ToBeContinued

Spam untuk melanjutkan, jangan lupa vote untuk melanjutkan.

KISAH KITA Kde žijí příběhy. Začni objevovat