PROLOG

131 18 2
                                    

Hujan deras mengguyur malam itu, seolah turut menangisi kepedihan yang menyelimuti keluarga Elemental. Tujuh bersaudara yang semula hidup dalam keharmonisan kini terpecah, tercerai-berai oleh takdir yang kejam.

Allister Halilintar Anantara, si sulung, berdiri terpaku di depan peti mati kedua orang tuanya. Matanya yang biasa berkilat tajam kini meredup, seolah kehilangan semangat hidup. Liam Taufan Anantara, adiknya yang selalu ceria, kini terduduk lemas di sudut ruangan, air mata tak henti-hentinya mengalir membasahi pipinya.

Azkiel Gempa Anantara, si tengah yang bijaksana, berusaha keras menahan gejolak emosi, mencoba menenangkan kedua adiknya yang tenggelam dalam kesedihan. Namun, hatinya sendiri terasa remuk, kehilangan sosok orangtua yang sangat dicintainya.

Di sisi lain, Gavin Blaze Anantara, si bungsu yang enerjik, menatap nanar peti mati itu dengan pandangan kosong. Api keceriaan di matanya seolah padam, tergantikan oleh kekosongan yang menyesakkan. Ezekiel Ice Anantara, adik kembarnya, hanya bisa memeluk Blaze erat, mencoba membagi beban duka yang terasa begitu berat.

Sementara, Sebastian Thorn Anantara, berdiri menjaga jarak. Sorot matanya penuh luka dan kemarahan, seakan menyalahkan takdir yang telah merenggut orang-orang yang paling berharga baginya. Zavier Solar Anantara, si bungsu jenius, hanya bisa menundukkan kepala, tak sanggup menatap realita yang begitu kejam.

Tujuh Elemental Siblings, yang dahulu selalu bersatu, kini terpecah oleh duka yang mendalam. Kehilangan kedua orangtua telah menghancurkan fondasi keluarga mereka, membuka luka-luka lama yang selama ini tersembunyi.

Akankah mereka mampu menyatukan kembali kepingan-kepingan hati yang telah hancur? Atau justru akan semakin terpecah, tertelan dalam kegelapan dendam dan kebencian?

THE LOST ELEMENTAL GUARDIANSWhere stories live. Discover now