02 | THE WHEEL OF FORTUNE

504 105 17
                                    

Takdir yang mustahil dihindari

Persahabatan Bonnie dan Ali berawal dari hubungan simbiosis mutualisme.

Bonnie perlu manager untuk membantunya menjalankan klinik divination, sedangkan Ali perlu uang tambahan untuk merenovasi indekos yang menjadi sumber pemasukan utama sejak orang tuanya meninggal. Sudah lama Ali menerima Bonnie sebagai cewek istimewa yang bisa mencegah nasib buruk terjadi. Banyak orang percaya padanya karena hal mistis lekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Bisnis berkembang, pemasukan Ali bertambah.

Klien Bonnie berasal dari berbagai latar belakang. Pengusaha, publik figur, sampai politikus. Mereka rela membayar mahal untuk jasa Bonnie. Di musim-musim pemilu, biasanya jadwal Bonnie penuh dari pagi sampai malam. Ali selalu tahu apa kegiatan Bonnie sehari-hari untuk memudahkannya mengatur jadwal dengan klien. Namun, yang terjadi kemarin di luar sepengetahuannya.

"Kenapa baru bilang?" Ali meremas wig di paha.

Begitu dia membuka mata tadi, Bonnie langsung menjelaskan apa yang terjadi kemarin di kafe. Rupanya cewek itu telah menunggunya bangun sejak subuh dengan duduk diam di tepi ranjang. Ali sempat terperanjat sebelum dia sadar kalau telah menginap di kamar Bonnie tanpa sengaja.

"Kamu bisa kirim pesan. Telepon juga. Apa gunanya HP, Bon? Buat gantungan kunci?"

"Sewaktu dapat kabar dari managernya Catherine, emosiku naik ke ubun-ubun. Nggak pikir panjang. Tahu-tahu aku udah di sana dan marah-marah."

"Dan kenapa managernya Catherine Zudith langsung menghubungimu, bukannya aku?"

"Well, itu..." Bonnie menunduk sambil memainkan kukunya. "Aku ngasih Catherine nomorku."

"Kenapa?"

"Supaya sewaktu-waktu bisa menghubungiku," cicit Bonnie.

"Lalu apa gunanya kamu menyembunyikan diri di balik identitas Madame Majo?" Suara Ali meninggi. "Kamu tahu zaman sekarang orang bisa ngelacak identitas dari nomor HP, 'kan?"

"Aku nggak pikir panjang. Sorry!"

"Berapa kali Catherine menghubungimu buat minta saran?"

"Kenapa memangnya?" Dahi Bonnie berkerut heran.

"Biar aku bisa klaim biayanya lah! Enak aja udah ngontak-ngontak seenak udel! Masa nggak dibayar?" Ali bangkit berdiri. Dia berjalan mondar mandir sambil memegangi kepala. Alih-alih menggelikan, penampilannya justru seram. Mirip waria yang marah karena rambut palsunya dicuri. Mana bulu matanya hilang satu pula!

"Seharusnya kemarin aku langsung curiga waktu nomormu nggak bisa dihubungi seharian." Ali menggerutu. "Ada yang merekammu kemarin?"

Bonnie menggeleng.

"Biasanya keributan apa pun gampang viral. Yakin nggak direkam?"

Bonnie mengangguk.

"Kalau sampai kamu muncul di internet dan identitasmu terbongkar, aku nggak mau bantu menjelaskan ke Om Phillip. Itu tanggung jawabmu sendiri."

Bonnie mengela napas berat.

"Biar aku yang ngomong sama managernya Catherine. Sebaiknya hari ini kamu tetap di rumah." Ali bergegas mengemasi barang-barangnya. "Ngomong-ngomong, selamat ulang tahun. Hadiahmu di meja!" Dia menunjuk meja belajar yang penuh berisi buku tarot.

Pintu kamar diketuk beberapa kali. Tak lama, kepala Pak Phillip muncul di baliknya.

"Pintunya jangan ditutup!" tegur beliau.

"Saya udah mau pulang kok, Om." Ali segera beranjak menuju pintu. "Maaf, saya ketiduran kemarin. Terima kasih Om nggak ngusir saya." Dia buru-buru mencium punggung tangan Pak Phillip sebelum berpamitan.

LOVE + PROPHECY (New Edition)Where stories live. Discover now