07 | THE STAR

484 107 31
                                    

Makin banyak vote dan komentar, makin semangat aku buat rajin upload. Happy reading ❤️

.

.

.

Sebuah Keyakinan

Kini mereka berada di sebuah kedai kopi yang memperbolehkan pelanggan untuk membawa makanan dari luar karena kedai ini hanya menyediakan minuman. Lokasinya tepat berada di sebelah supermarket. Kedainya kecil. Hanya ada lima kursi pelanggan yang setengahnya kosong. Interiornya bergaya kontemporer. Aroma biji kopi menjadi pengharum alami.

Berbagai jenis nigiri dan sushi dalam kemasan diborong Edgar untuk Bonnie. Ditambah lusinan mochi bermacam varian isian, es krim, katsu, serta takoyaki. Bonnie sampai meringis membayangkan sebegah apa perutnya nanti jika sanggup menghabiskan semua makanan ini.

"Kok cuma dilihatin?"

Edgar datang dengan membawakan dua gelas minuman pesanan mereka. Teh beraroma bergamot untuk Bonnie, dan americano untuknya sendiri. Usai meletakkan minuman di meja, Edgar duduk di kursi sebelah Bonnie.

"Saya bingung mau makan yang mana dulu. Om Edgar beli kebanyakan." Bonnie menyentuh kemasan nigiri telur ikan yang masih tersegel.

Edgar tertawa kecil. "Saya merasa bersalah karena nggak mengalah kemarin. Seharusnya nigiri salmon yang waktu itu kamu saja yang bawa."

"Saya kan udah beli salmon." Bonnie beralasan.

Lelaki di sampingnya mengibaskan tangan tak ambil pusing. "Ini nggak seberapa, Bonnie. Demi membuat perasaan saya lebih baik juga." Ia membuka sebuah sumpit sebelum menyerahkannya pada Bonnie yang diam-diam tersipu.

"Bukannya Om lagi buru-buru?"

Edgar mengangkat sebelah alis. "Siapa bilang?"

"Tadi? Beli pena buat tandatangan kontrak, kan?"

"Bukan berarti saya lagi buru-buru. Masih lama. Saya janjian setelah makan siang." Edgar mengambil sumpit untuk dirinya sendiri. "Ngomong-ngomong, panggilan 'Om' agak ketuaan, ya? Memangnya saya om kamu?"

Sepotong inari batal masuk mulut Bonnie karena pertanyaan bernada kasual barusan.

Edgar balas memandangnya. Seulas senyum tersungging di bibir lelaki itu. Sebuah senyum yang menimbulkan gurat halus di sekitar bibir dan kedua matanya.

"Temen-temen manggil saya Ed. Just Ed."

"Tapi... nggak sopan." Suara Bonnie mengecil.

Tiba-tiba Edgar menyenggol bahunya pelan. "Saya menolak tua, tahu," bisiknya penuh konspirasi.

Bonnie tak kuasa menahan senyum gelinya.

"Jadi... kegiatanmu apa selain ngelola toko?" tanya Edgar setelah menelan makanan di dalam mulut.

Bonnie menggeleng setengah menunduk. "Cuma kerja."

"Sama. Saya juga. Terus kalau senggang biasanya ngapain?"

Untuk pertanyaan yang ini, Bonnie benar-benar memikirkan jawabannya. Selain mengurus toko dan membuka klinik divination, Bonnie tak punya kegiatan lain. Jika libur, dia lebih sering tidur atau bermeditasi di kamar. Dia perlu memikirkan sesuatu agar tak terdengar seperti cewek membosankan yang tak punya hobi selain rebahan.

"Saya suka baca komik." Tiba-tiba dia teringat Ali dan hobinya. Tak jarang Bonnie turut menemani Ali ke toko buku setiap ada komik baru dirilis, atau pergi ke pameran. Ia tahu banyak judul komik serta garis besar ceritanya meski tak pernah membaca sendiri. Ali-lah yang sukarela menceritakan semuanya dengan antusias.

LOVE + PROPHECY (New Edition)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang