04 | TEN OF WANDS

339 90 16
                                    

Sebuah Tanggung Jawab

Lima menit lagi.

Sekotak nigiri dengan potongan salmon mentah di atasnya tak akan lolos dari Bonnie. Dia cuma perlu menunggu beberapa menit lagi sampai jam diskon setengah harga dimulai. Bonnie sengaja berdiri paling depan agar nigiri incarannya tetap berada dalam jangkauan. Maklum, setiap kali datang ke outlet ini, dia selalu tak kebagian makanan diskon.

Tinggal beberapa detik lagi.

Tiga.

Dua.

Satu.

Tangan Bonnie terulur mendahului para pelanggan lain yang menginginkan jenis nigiri yang sama. Ujung jemarinya menyentuh permukaan kemasan bersamaan dengan tangan besar milik seseorang. Sewaktu Bonnie menoleh, matanya membulat sempurna dengan mulut hampir ternganga.

"Bonnie?"

Bonnie buru-buru menarik diri dan mundur beberapa langkah sekaligus akibat terkejut. Ia hampir terjengkang kalau bukan karena keseimbangannya yang bagus. Keriuhan akibat makanan diskon di sekelilingnya seketika memudar.

"Whoa... maaf, saya bikin kamu kaget, ya?" Raut Edgar tampak menyesal. Selagi menunggu cewek itu mengenalinya, Edgar menimbang sekotak salmon nigiri sebelum menyerahkannya pada Bonnie. "Buat kamu aja."

Edgar tampak rapi dengan cardigan rajut berwarna hitam yang melapisi kaus katun warna beige di baliknya. Celana chinos yang berwarna senada dengan kaus melengkapi penampilannya sebagai seorang eksekutif. Tentu Bonnie mencari tahu pekerjaan Edgar sebelumnya. Dia adalah pemilik supermarket bahan bangunan dan furnitur PRAGI yang punya cabang di setiap kota besar tanah air. Usahanya sempat hampir tumbang paska COVID hingga harus menutup setengah jumlah cabang yang ada. Namun kini kelihatannya sudah mulai membaik, didukung oleh cerita Pak Phillip tempo hari tentang Edgar yang mendapat bantuan finansial dari sahabatnya, Rudi Mario.

Bonnie buru-buru menggeleng. Sikapnya terlalu waspada akibat syok. Dia segera mengambil seekor salmon utuh dari section sebelah tanpa pikir panjang.

"Buat Om aja. Saya bisa bikin sendiri." Bonnie berkata buru-buru sebelum menyerahkan salmon itu ke petugas agar dibungkus dan ditimbang.

"Bisa bikin sendiri?" Senyum Edgar mengembang.

Bonnie mengangguk cepat. Tentu saja dia berbohong. Seumur hidup, dia cuma tahu makan. Masak air pun sering gosong. Sejak Edgar muncul, otak Bonnie autopilot jadi mudah mengiakan apa pun.

"Bahannya salmon aja?" tunjuk Edgar pada keranjang Bonnie yang hanya terisi ikan saat keduanya menyusuri lorong makanan beku.

"Sisanya ada di rumah." Bonnie menggigit bagian dalam pipinya karena lagi-lagi berdusta. Sejujurnya dia tak tahu akan diapakan ikan itu. "Rumah Om di dekat sini, ya?"

"Enggak juga. Saya kebetulan lewat sini dan perlu beli beberapa barang sekaligus nyari makan malam. Kamu sendiri? Tempat ini lumayan jauh dari rumahmu."

"Saya kerja di dekat sini." Bonnie menyelipkan beberapa helai rambut ke belakang telinga karena gugup. "Toko alat tulis di seberang jalan sana."

Edgar coba mengingat-ingat. "Seberang jalan?" ulangnya. "Saya sering lewat sini, tapi nggak tahu kalau di seberang supermarket ini ada toko alat tulis."

Bonnie mengangguk kecil, masih tak berani menatap Edgar. "Tokonya kecil dan nyempil di antara ruko-ruko yang lain. Susah ditemuin." Kecuali jika yang ingin menemukan tempat itu sudah punya janji temu dengan Madame Majo, tentunya. Ali akan pastikan siapa pun klien mereka tak salah masuk ruko.

LOVE + PROPHECY (New Edition)Where stories live. Discover now