4. Ditabrak?

120 22 3
                                    

Sudah dua hari Marina dirawat di rumah sakit. Dua hari pula Dirga rutin menjenguk. Tidak hanya sekadar menjenguk, Dirga bahkan merawat wanita itu. Dirga memaksa tuk menyuapi, memapah, memasangkan sandal, hingga menggendong Marina kemanapun saat diperlukan. 

Dua hari ini tiba-tiba perut Marina terasa sakit di bagian bawah. Ia tidak melapor sama sekali pada perawat dan dokter. Yangm ada, Marina menutupi. Ia curiga itu pasti rahimnya. Jika sampai dokter tahu, pasti harus dilakukan pemeriksaan USG, dan kondisi rahimnya pasti dibahas. Kehamilannya satu setengah tahun lalu akan diketahui Dirga.

Meskipun Marina tidak menggugurkan, ia tetap tak mau Dirga tahu. Entah, ia takut itu akan menjadi masalah baru.

Ctlek!

Marina segera menyibukan diri kala Dirga keluar dari kamar mandi. Ia meminum air di gelas lewat sedotan. Ini malam hari dan suasana sangat hening. Ia trauma hanya berduaan dengan Dirga.

"Tasya sama Tiger mau jenguk. Mereka kuatir." Dirga berdiri di dekat ranjang, namun fokus membenarkan jam tangan.

"Tasya, kak? Mereka kesini?" tanya Marina sedikit terengah tak percaya. Ia rindu sekali pada dua sosok anak itu.

 Teet!

Itu suara bel dari luar. Dengan tatapan kosong, Marina menatap kearah pintu. Sempat ia bertanya pada Dirga lewat tatapan mata, namun ia teralihkan oleh pintu yang dibuka tanpa Dirga memberi izin. Marina disini tak memiliki hak apapun.

"Hei! Haha. Baru aja diomongin." Dirga menyambut dengan baik sekali. Saat seperti ini, Dirga seperti manusia norma, bahkan ramah dan mudah berbaur.

"Kak Marinaa!!"

"Tasya kaangeeen!! Huuuu!" jerit Tasya, gadis imut berbaju balon sangat terbuka itu berlari kencang.

Marina tak bisa bicara apapun. Ia menangis tersedu kala memeluk Tasya dan Tiger yang selalu menjadi salah satu penyemangat hari-harinya setelah merawat Dirga yang dulu selalu sinis, belum lagi cacian dan kekerasan fisik dari ibu dan nenek dari mantan suaminya.

"Kalian apakabar? Hmm? Kak Rina kangeeen banget sama kalian berduaa." Marina menangis puli sembari mendaratkan bahu di sisi bahu Tasya dan Tiger.

"Kak Marina selaluu kangen kalian."

"Sekolah kalian gimanaa? Hmm? Kalian harusnya bulan depan ikut tes buat ke Harvard, kan? Itu kampus maunya kalian, kaan? Hmm?" lirih Marina melerai pelukan. Ia tangkup wajah dua remaja itu bergantian. Ia dekatkan pula wajahnya bergantian.

"Gimana? Heheh. Kalian pada semangat, kaan? Hehe."

"Nangisnya jangan keterusan gini. Kan orangnya ada sekarang," ucap Tiger merapikan rambut adik kembarnya. Tiger memang tak banyak bicara, namun selalu perhatian.

"Gimana main biolanya? Hmm? Kalo Tiger gimana sekolah pilot sama turnamen polo kamu? Aman? Hihihi. Si paling obsessed sama polo!" lanjut Marina sanngat manis. Ia bahkan menggoyangkan pipi Tiger yang ia cubit.

"Hiks. Hiks. Hiks. Kaaak,.... Huuuu!"

"Aku kangen kak Rinaaa... Huuuu! Aku ga ada temen di rumah, kaaak. Hiks."

Dirga tidaklah bodoh. Ia tahu betapa kedua adiknya sangat menyayangi Marina sejak dulu, sejak mereka berdua kecil. Dan, katanya anak kecil itu tidak bisa bohong soal rasa sayang. Kesimpulannya, Marina adalah wanita penyayang yang tulus.

 Entah, lah. Kejadian Dirga kecelakaan saat baru saja salah satu kakinya sembuh berkat kesabaran Marina, lalu Dirga kritis selama tiga bulan tanpa kemajuan sama sekali, dan sat Dirga tersadar bersama kondisi kedua kaki yang secara ajaib sembuh dari lumpuh, Dirga tiba-tiba disodori surat cerai oleh Marina. Dirga jelas marah besar. Dua minggu setelah Marina memohon cerai, Dirga disuguhi pemandangan Marina bermain di vila di kota Bogor bersama sepupu Dirga sendiri. Dirga langsung menandatangani surat cerai itu.

Miracle of MarinaWhere stories live. Discover now