6. Cubitan dari Marina?

119 21 3
                                    

Rutinitas Marina setiap hari adalah memandikan Leon dua kali sehari, menyiapkan makanan untuk Leon dan Dirga, menyiapkan pakaian, hingga menyiapkan peralatan Leon beraktifitas dalam sehari. Semua Marina lakukan dalam keadaan satu kakinya lumpuh. Satu lagi rutinitas Marina, yaitu terapi. Untuk kali ini, terapinya hanya seminggu sekali di rumah sakit.

Untuk Dirga, ia setiap pagi ikut menyaksikan Marina memandikan anak mereka. Biasanya Dirga hadir sepuluh menit sebelum aktifitas Leon selesai. Biasanya dulu Dirga hampir setiap hari pulang tidak kurang dari pukul 10 malam. Kali ini, Dirga selalu tiba di rumah dibawah pukul 7 malam. 

"Oh, ya? Ibu baru tahu, lho, panjang DNA manusia itu enam ratus kali lipat jarak bumi ke matahari! Panjang bangeeet..." ucap Marina merebut buku bacaan Leon secara tak sadar. Matanya melotot.

"Ibu kepo! Haha." Leon mengusap dua mata ibunya dengan sengaja. Sontak ibunya terpaksa menutup mata.

"Hmmm... ibu, kan, penasaraan."

Marina dan Leon sudah dua jam lamanya menghabiskan waktu bersama di perpustakaan milik Dirga. Leon lah yang membantu ibunya berpindah dari kursi roda ke sofa. Ia siapkan banyak bantal hingga tongkat bantuan.

"Jangan bilang ibu ga tahu kalo kecoa bisa bertahan hidup beberapa hari tanpa kepala?!" desak Leon memicing sembari merebut buku dari ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan bilang ibu ga tahu kalo kecoa bisa bertahan hidup beberapa hari tanpa kepala?!" desak Leon memicing sembari merebut buku dari ibunya. Ia mencari halaman yang dimaksud.

"Oh, yaa?!" 

"Ouuch!" ringis Leon terkejut dengan nada tinggi ibunya.

"Mana, mana? Ibu penasaran!"

"Be patient!" geram Leon melotot gemas, Ya, Leon adalah darah daging Dirga. Persis sekali, mudah tersulut.

Bukannya takut, Marina justru memasang wajah malu-malu. Ia colek dagu anaknya itu. Leon sangat menggemaskan.

Leon beringsut mendekat dan menjatuhkan setengah tubuhnya pada sang ibu. Ia lanjut membaca tanpa merasa kikuk.

"Nanti kalo ibu sembuh, ibu pangku lama-lama, yaa. Doain semoga cepet sembuh kakinya," ucap Marina mengusap kening anaknya.

"Ameen," timpal Leon menyingkirkan buku dari depan wajah agar bisa bertatap mata.

"Hmmm! Pinternyaaa! Hihi."

Leon bersemu merah. Ia semakin tersipu kala keningnya dikecup bertubi-tubi.

Marina tersenyum memandangi anaknya yang fokus membaca buku. Setiap malam ia menangis di kamar mandi. Setiap Leon tidur lelap juga begitu. Ia sangat berterima kasih pada Tuhan yang berbaik hati menyatukan mereka berdua.

"Ekhem! Ohok-Ohok!"

"Mau minum? Sebentar, nak." Marina bergegas mengambil botol minum milik Leon di dekatnya. 

"Udah belajarnya? Hmm? Bukunya selesai dibaca, ya?" tanyanya mengusap bibir sang anak. Leon kini duduk tegap disampingnya.

Tatapan anak tampan itu terus tertuju pada ibunya dari mulai botol minum itu penuh hingga habis. Ia berhasil membuat ibunya salah tingkah.

Miracle of MarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang